Sebelumnya
mohon maaf, apabila judul yang penulis buat agak kasar didengar, akan tetapi
sebagai orang Jawa, khususnya sebagai orang Banyumas, yang terbiasa berbicara
BLAKASUTA (berbicara apa adanya), kiranya bisa dimaklumi kalo bahasa yang
penulis gunakan cukup kasar atau bahkan sarkas bagi sebagian orang. Dalam tulisan
ini, penulis akan sedikit membahas dalam segi pandangan filosofis, sehingga
mungkin tulisan ini akan sedikit melebar dari penulisan hukum yang biasa
penulis lakukan.
Pada
dasarnya, sebagai orang Jawa, ketiga kata tersebut sebenarnya merupakan
filsafat hidup yang selalu dijalani dan dipahami sebagai salah satu pegangan
hidup untuk bisa bertahan, khususnya saat berada di perantauan. Sudah menjadi
rahasia umum bagi orang Indonesia, orang Jawa menjadi salah satu suku yang
banyak tersebar, bukan hanya di seluruh wilayah Indonesia, bahkan di seluruh
dunia. Kemampuan beradaptasi menjadi kunci kesuksesan orang Jawa dan tentunya
orang Indonesia lainnya saat berada di perantauan, sebab siapapun tahu bahwa
hidup di rantau orang adalah hal yang sangat berat, banyak tantangan yang harus
dihadapi saat jauh dari orang-orang yang disayangi atau orang-orang yang
dikenal.
Lalu,
apa hubungannya ketiga kata tersebut dengan filsafat hidup penulis yang tetap
penulis terapkan sampai saat ini. Penulis akan mencoba membedahnya dengan
pembahasan seringkas mungkin dengan bahasa yang dapat dimengerti.
1. MANGAN;
Secara harfiah, kata
mangan dapat diartikan dengan kata makan dalam bahasa Indonesia. Benar bahwa
setiap manusia membutuhkan makan demi bisa mempertahankan kehidupannya, akan
tetapi tentu saja bukan saja makan secara fisik namun dapat diartikan makan
secara non fisik. Apa maksudnya?
Kebutuhan makan bagi
setiap orang, bukan hanya memakan makanan yang sifatnya fisik, seperti makan
roti, makan nasi dan lain sebaginya, namun secara filosofis dapat diartikan
setiap manusia butuh makan atau mengkonsumsi berbagai macam ilmu pengetahuan
dalam berbagai aspeknya.
Manusia harus
mempunyai ilmu pengetahuan sebagai bekal untuk bertahan hidup, sebab tanpa
adanya ilmu pengetahuan, tentu manusia tidak bisa menciptakan tekhnologi
sebagai sarana untuk memajukan peradaban manusia dan tanpa adanya peradaban,
maka manusia akan punah kehidupannya.
Selain itu, kata
mangan harus pula diartikan sebagai sarana berinteraksi secara sosial, sebab
setiap orang membutuhkan orang lain untuk bisa mendapatkan apa yang dibutuhkan.
Dan selain sebagai makhluk individu, manusia adalah makhluk sosial yang berarti bahwa manusia
tidak dapat hidup sendiri dan memerlukan orang lain untuk bergaul, bekerja,
tolong menolong, kerja bakti, keamanan, dan lain-lain. Manusia memiliki dorongan dan kebutuhan untuk berhubungan dengan orang
lain, dan tidak akan bisa hidup sebagai manusia kalau tidak hidup di
tengah-tengah manusia.
Kiranya, sangat mustahil manusia bisa hidup sendiri tanpa
berinteraksi dengan manusia yang lain, meskipun dalam berbagai film sering
digambarkan manusia bisa hidup sendiri di tengah hutan, akan tetapi dalam
kenyataannya hal tersebut sangat tidak mungkin terjadi. Kita sebagai individu
membutuhkan berinteraksi dengan individu yang lain dalam kehidupan sehari-hari,
contohnya, untuk memdapatkan keturunan, laki-laki membutuhkan kehadiran wanita,
meskipun saat ini ada tekhnologi bayi tabung, akan tetapi setiap orang
menginginkan mempunyai anak yang benar-benar dari hasil hubungan antara seorang
pria dengan seorang wanita.
Dengan mengamalkan filosofis mangan ini, semoga kita bisa
menjadi pribadi yang baik dan selalu bisa berinterksi orang orang lain karena
sejatinya dalam kehidupan kita selalu membutuhkan keberadaan orang lain.
2. TURU
Turu bisa kita
artikan sebagai upaya mengistirahatkan jiwa dan raga kita setelah penat
beraktifitas sehari-hari. Dengan beristirahat tentunya juga kita bisa
mengistirahatkan panca indera kita sehingga saat kita terbangun kita kembali
segar dan mempunyai semangat baru dalam beraktifitas. Semua orang pasti
membutuhkan istirahat khususnya setelah bekerja keras, baik bekerja secara
fisik maupun secara pikiran, sebab harus diakui bahwa kita sebagai manusia
mempunyai banyak keterbatasan, khususnya keterbatasan fisik yang tidak bisa
kita gunakan tanpa kita beristirahat.
Akan tetapi secara
filosofis, kata turu ini bisa kita artikan sebagai upaya kita menetralisir hal
negatif dalam badan dan pikian kita. Kenapa bisa? Sebab, dalam kehidupan
sehari-hari, kita pasti akan dikelilingi oleh hal-hal yang bersifat negatif,
baik itu berupa perilaku maupun pikiran. Seringkali kita berpikiran bagaimana
kita bisa menang bersaing dengan orang lain, bagaimana kita bisa lebih kaya
dari orang lain, bagaimana kita bisa lebih sukses dari orang lain dan berbagai
hal lainnya. Tentu hal tersebut bisa berimbas dalam perilaku kita, bisa
berperilaku secara positif maupun negatif. Secara positif tentu kita akan
bersaing secara sehat akan tetapi jika dilakukan secara negatif tentu akan
muncul perilaku curang, fitnah, hasut dan lain sebagainya.
Dengan filosofis turu
inilah kita berusaha untuk bisa berperilaku baik, peduli dengan orang lain dan
bersaing secara sehat. Bagaimana caranya? Nenek moyang kita sudah banyak
mengajarkan apabila kita ingin mengekang hawa nafsu kita adalah dengan
melakukan puasa dan hal ini juga sejalan dengan ajaran agama, yang dalam semua
agama mengajarkan puasa untuk bisa mengekang hawa nafsu kita. Untuk melatih
kita peduli dengan orang lain, bisa dilakukan dengan banyak melakukan sedekah
kepada orang-orang yang membutuhkan sebab bukan tidak mungkin dalam harta yang
kita miliki ada hak orang lain yang mungkin sengaja atau tidak, masuk ke dalam
harta kita.
Dengan mengamalkan
filosofis turu, kiranya kita bisa mengekang hawa nafsu kita sebab sebagaimana
orang pintar selalu mengatakan bahwa hawa nafsu itu ibarat orang haus yang
meminum air laut, tidak akan pernah terpuaskan.
3. NGISING
Secara harfiah dapat
diartikan membuang kotoran dan manusia sebagai makhluk biologis pasti
membutuhkan untuk membuang kotoran yang di dalam tubuhnya. Tentu akan menjadi penyakit apabila kotoran
ini tidak dibuang bahkan sangat mungkin bisa mengakibatkan kematian. Akan tetapi secara filosofis, dapat diartikan
bahwa setiap manusia harus membuang sifat buruk yang ada pada dirinya.
Sebab setiap manusia
pasti mempunyai dua sisi, yaitu sisi baik dan sisi buruk, oleh karena itu maka
manusia harus bisa meminimalisir sisi buruknya sehingga bisa menjadi pribadi
yang bermanfaat bagi orang banyak, sehingga dengan demikian kata ini bisa diartikan
sebagai upaya introspeksi diri bagi setiap manusia sehingga bisa tercipta
manusia yang mempunyai kepribadian yang baik dan menghindarkan dirinya dari
pertentangan dengan orang lain yang bisa menimbulkan kerugian, tidak hanya bagi
dirinya namun juga bisa menimbulkan kerugian bagi masyarakat di sekitarnya.
Dengan mengamalkan
filosofis kata ini, diharapkan akan tercipta kehidupan yang harmonis dalam
berbangsa dan bernegara sehingga bisa menciptakan bangsa yang unggul dan mampu
bersaing secara sehat dengan bangsa lain.
Semoga tulisan ini
bisa menjadi bahan introspeksi kita bersama dan bisa menjadikan diri kita
pribadi yang labih baik serta bermanfaat baik bagi keluarga, masyarakat, bangsa
dan negara tercinta.