Rabu, 21 Agustus 2024

MANGAN, TURU, NGISING

 


 

            Sebelumnya mohon maaf, apabila judul yang penulis buat agak kasar didengar, akan tetapi sebagai orang Jawa, khususnya sebagai orang Banyumas, yang terbiasa berbicara BLAKASUTA (berbicara apa adanya), kiranya bisa dimaklumi kalo bahasa yang penulis gunakan cukup kasar atau bahkan sarkas bagi sebagian orang. Dalam tulisan ini, penulis akan sedikit membahas dalam segi pandangan filosofis, sehingga mungkin tulisan ini akan sedikit melebar dari penulisan hukum yang biasa penulis lakukan.

            Pada dasarnya, sebagai orang Jawa, ketiga kata tersebut sebenarnya merupakan filsafat hidup yang selalu dijalani dan dipahami sebagai salah satu pegangan hidup untuk bisa bertahan, khususnya saat berada di perantauan. Sudah menjadi rahasia umum bagi orang Indonesia, orang Jawa menjadi salah satu suku yang banyak tersebar, bukan hanya di seluruh wilayah Indonesia, bahkan di seluruh dunia. Kemampuan beradaptasi menjadi kunci kesuksesan orang Jawa dan tentunya orang Indonesia lainnya saat berada di perantauan, sebab siapapun tahu bahwa hidup di rantau orang adalah hal yang sangat berat, banyak tantangan yang harus dihadapi saat jauh dari orang-orang yang disayangi atau orang-orang yang dikenal.

            Lalu, apa hubungannya ketiga kata tersebut dengan filsafat hidup penulis yang tetap penulis terapkan sampai saat ini. Penulis akan mencoba membedahnya dengan pembahasan seringkas mungkin dengan bahasa yang dapat dimengerti.

1.  MANGAN;

Secara harfiah, kata mangan dapat diartikan dengan kata makan dalam bahasa Indonesia. Benar bahwa setiap manusia membutuhkan makan demi bisa mempertahankan kehidupannya, akan tetapi tentu saja bukan saja makan secara fisik namun dapat diartikan makan secara non fisik. Apa maksudnya?

Kebutuhan makan bagi setiap orang, bukan hanya memakan makanan yang sifatnya fisik, seperti makan roti, makan nasi dan lain sebaginya, namun secara filosofis dapat diartikan setiap manusia butuh makan atau mengkonsumsi berbagai macam ilmu pengetahuan dalam berbagai aspeknya.

Manusia harus mempunyai ilmu pengetahuan sebagai bekal untuk bertahan hidup, sebab tanpa adanya ilmu pengetahuan, tentu manusia tidak bisa menciptakan tekhnologi sebagai sarana untuk memajukan peradaban manusia dan tanpa adanya peradaban, maka manusia akan punah kehidupannya.

Selain itu, kata mangan harus pula diartikan sebagai sarana berinteraksi secara sosial, sebab setiap orang membutuhkan orang lain untuk bisa mendapatkan apa yang dibutuhkan. Dan selain sebagai makhluk individu, manusia adalah makhluk sosial yang berarti bahwa manusia tidak dapat hidup sendiri dan memerlukan orang lain untuk bergaul, bekerja, tolong menolong, kerja bakti, keamanan, dan lain-lainManusia memiliki dorongan dan kebutuhan untuk berhubungan dengan orang lain, dan tidak akan bisa hidup sebagai manusia kalau tidak hidup di tengah-tengah manusia.

Kiranya, sangat mustahil manusia bisa hidup sendiri tanpa berinteraksi dengan manusia yang lain, meskipun dalam berbagai film sering digambarkan manusia bisa hidup sendiri di tengah hutan, akan tetapi dalam kenyataannya hal tersebut sangat tidak mungkin terjadi. Kita sebagai individu membutuhkan berinteraksi dengan individu yang lain dalam kehidupan sehari-hari, contohnya, untuk memdapatkan keturunan, laki-laki membutuhkan kehadiran wanita, meskipun saat ini ada tekhnologi bayi tabung, akan tetapi setiap orang menginginkan mempunyai anak yang benar-benar dari hasil hubungan antara seorang pria dengan seorang wanita.

Dengan mengamalkan filosofis mangan ini, semoga kita bisa menjadi pribadi yang baik dan selalu bisa berinterksi orang orang lain karena sejatinya dalam kehidupan kita selalu membutuhkan keberadaan orang lain.

2.  TURU

Turu bisa kita artikan sebagai upaya mengistirahatkan jiwa dan raga kita setelah penat beraktifitas sehari-hari. Dengan beristirahat tentunya juga kita bisa mengistirahatkan panca indera kita sehingga saat kita terbangun kita kembali segar dan mempunyai semangat baru dalam beraktifitas. Semua orang pasti membutuhkan istirahat khususnya setelah bekerja keras, baik bekerja secara fisik maupun secara pikiran, sebab harus diakui bahwa kita sebagai manusia mempunyai banyak keterbatasan, khususnya keterbatasan fisik yang tidak bisa kita gunakan tanpa kita beristirahat.

Akan tetapi secara filosofis, kata turu ini bisa kita artikan sebagai upaya kita menetralisir hal negatif dalam badan dan pikian kita. Kenapa bisa? Sebab, dalam kehidupan sehari-hari, kita pasti akan dikelilingi oleh hal-hal yang bersifat negatif, baik itu berupa perilaku maupun pikiran. Seringkali kita berpikiran bagaimana kita bisa menang bersaing dengan orang lain, bagaimana kita bisa lebih kaya dari orang lain, bagaimana kita bisa lebih sukses dari orang lain dan berbagai hal lainnya. Tentu hal tersebut bisa berimbas dalam perilaku kita, bisa berperilaku secara positif maupun negatif. Secara positif tentu kita akan bersaing secara sehat akan tetapi jika dilakukan secara negatif tentu akan muncul perilaku curang, fitnah, hasut dan lain sebagainya.

Dengan filosofis turu inilah kita berusaha untuk bisa berperilaku baik, peduli dengan orang lain dan bersaing secara sehat. Bagaimana caranya? Nenek moyang kita sudah banyak mengajarkan apabila kita ingin mengekang hawa nafsu kita adalah dengan melakukan puasa dan hal ini juga sejalan dengan ajaran agama, yang dalam semua agama mengajarkan puasa untuk bisa mengekang hawa nafsu kita. Untuk melatih kita peduli dengan orang lain, bisa dilakukan dengan banyak melakukan sedekah kepada orang-orang yang membutuhkan sebab bukan tidak mungkin dalam harta yang kita miliki ada hak orang lain yang mungkin sengaja atau tidak, masuk ke dalam harta kita.

Dengan mengamalkan filosofis turu, kiranya kita bisa mengekang hawa nafsu kita sebab sebagaimana orang pintar selalu mengatakan bahwa hawa nafsu itu ibarat orang haus yang meminum air laut, tidak akan pernah terpuaskan.   

3.  NGISING

Secara harfiah dapat diartikan membuang kotoran dan manusia sebagai makhluk biologis pasti membutuhkan untuk membuang kotoran yang di dalam tubuhnya.  Tentu akan menjadi penyakit apabila kotoran ini tidak dibuang bahkan sangat mungkin bisa mengakibatkan kematian.  Akan tetapi secara filosofis, dapat diartikan bahwa setiap manusia harus membuang sifat buruk yang ada pada dirinya.

Sebab setiap manusia pasti mempunyai dua sisi, yaitu sisi baik dan sisi buruk, oleh karena itu maka manusia harus bisa meminimalisir sisi buruknya sehingga bisa menjadi pribadi yang bermanfaat bagi orang banyak, sehingga dengan demikian kata ini bisa diartikan sebagai upaya introspeksi diri bagi setiap manusia sehingga bisa tercipta manusia yang mempunyai kepribadian yang baik dan menghindarkan dirinya dari pertentangan dengan orang lain yang bisa menimbulkan kerugian, tidak hanya bagi dirinya namun juga bisa menimbulkan kerugian bagi masyarakat di sekitarnya.

Dengan mengamalkan filosofis kata ini, diharapkan akan tercipta kehidupan yang harmonis dalam berbangsa dan bernegara sehingga bisa menciptakan bangsa yang unggul dan mampu bersaing secara sehat dengan bangsa lain.

            Semoga tulisan ini bisa menjadi bahan introspeksi kita bersama dan bisa menjadikan diri kita pribadi yang labih baik serta bermanfaat baik bagi keluarga, masyarakat, bangsa dan negara tercinta.

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

DIMANA TANAH DIPIJAK, DISANA NASI DIMAKAN

                Sebuah prinsip yang selalu saya pegang saat saya masih sering merantau dan sebagai informasi saja, saya sudah berantau d...