Senin, 30 Maret 2015

FILSAFAT ILMU



FILSAFAT ILMU, SEBAGAI SALAH SATU CAR BERPIKIR MANUSIA
OLEH :
H. SANTHOS WACHJOE P, SH.MH[1]


BAB I. PENDAHULUAN

          Sudah menjadi kodrat dari manusia yang memiliki rasa ingin tahu, menyebabkan manusia selalu berpikir dalam rangka mempertahankan kehidupannya. Dari masa ke masa, rasa keingintahuan manusia semakin bertambah sebagaimana bertambahnya pula kebutuhan hidup dari manusia itu sendiri, sehingga kemudian muncul keinginan untuk belajar. Bahkan Allah SWT dalam Al-Qur’an Nur Karimpun memerintahkan manusia untuk selalu membaca (belajar), sebagaimana diterangkan dalam Surat Al-Alaq, ayat pertama, yang artinya :[2]
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan”
         
          Pengertian keingintahuan akan sesuatu menyebabkan seseorang akan belajar akan sesuatu. Belajar tersebut tidak hanya dari segi formal yaitu mempelajari yang ada dalam buku-buku pelajaran dan sebagianya tetapi juga belajar akan gejala alam yang terjadi di sekitar kita. Hal tersebut dikarenakan alam semesta ini diciptakan oleh Allah, Tuhan Semesta Alam adalah untuk kepentingan kehidupan manusia, sehingga sudah menjadi kewajiban bagi seluruh manusia untuk mempelajarinya dan memelihara seluruh ciptaan Allah tersebut.

BAB II. PENGERTIAN FILFAFAT

Dari rasa keingintahuan tersebut dan dari proses belajar tersebut, akhirnya muncul pengetahuan manusia yang bernama FILSAFAT. Dalam pengertian sederhana, FILSAFAT adalah :[3]
“ Semua hal yang berhubungan dengan pertanyaan dan rasa ingin tahu. “

          Dari pengertian sederhana tersebut, maka dapat dililihat bahwa kata FILSAFAT diambil dari 2 (dua) kata Yunani kuno yaitu “PHILO” yang berarti mencintai dan “SHOPIA” yang berarti kebijaksanaan, sehingga FILSAFAT dalat diartikan sebagai “Meraih rasa cinta akan kebijaksanaan”.[4]

Manusia di dunia barat telah mengenal FILSAFAT selama kurang lebih 1000 (seribu) tahun. Bagi para filsuf, pertanyaan filosofis adalah pertanyaan yang berada di luar jangkauan teknokrat, pertanyaan ini tidak mementingkann cara mendapatkan informasi, tetapi sesuatu yang lain, yaitu sesuatu yang bisa kita sebut sebagai “KEBIJAKSANAAN”. Sehingga para filsuf adalah “PECINTA KEBIJAKSANAAN”.[5]
Hal tersebut diatas menyebabkan FILSAFAT menjadi INDUK dari segala ilmu. Prof. DR. Wahyono, SH.MS menyatakan bahwa “Filsafat menjadi induk dari segala ilmu mencakup berbagai cabang pengetahuan, apa yang kita ketahui (metaafisika), apa yang seharusnya kitaa kerjakan (etika), sampai dimana harapan kita (agama), apa dan siapa manusia (antropologi), apa yang sedang kita fikirkan (logika) dan apa yang nyaman, indah di dalam kehidupan bersama (estetika), serta bagaimana mengenal kenyataan yang ada (kenleer).[6]

Kata falsafah merupakan arabisasi yang berarti pencarian yang dilakukan oleh para filosof. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata filsafat menunjukkan pengertian yang dimaksud, yaitu pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab asal dan hukumnya. Manusia filosofis adalah manusia yang memiliki kesadaran diri dan akal sebagaimana ia juga memiliki jiwa yang independen dan bersifat spiritual.[7]

Beberapa sarjana memiliki pandangan yang berbeda mengenai FILSAFAT, akan tetapi bermuara pada satu pokok tujuan yaitu MENCINTAI KEBIJAKSANAAN. Pendapat beberapa sarjana tersebut antara lain    adalah :[8]
·         Robert Ackerman “philosophy of science in one aspect as a critique of current scientific opinions by comparison to proven past views, but such aphilosophy of science is clearly not a discipline autonomous of actual scientific paractice”. (Filsafat ilmu dalam suatu segi adalah suatu tinjauan kritis tentang pendapat-pendapat ilmiah dewasa ini dengan perbandingan terhadap kriteria-kriteria yang dikembangkan dari pendapat-pendapat demikian itu, tetapi filsafat ilmu jelas bukan suatu kemandirian cabang ilmu dari praktek ilmiah secara actual ;
·         Lewis White Beck “Philosophy of science questions and evaluates the methods of scientific thinking and tries to determine the value and significance of scientific enterprise as a whole. (Filsafat ilmu membahas dan mengevaluasi metode-metode pemikiran ilmiah serta mencoba menemukan dan pentingnya upaya ilmiah sebagai suatu keseluruhan) ;
·         A. Cornelius Benjamin “That philosopic disipline which is the systematic study of the nature of science, especially of its methods, its concepts and presuppositions, and its place in the general scheme of intellectual discipines. (Cabang pengetahuan filsafati yang merupakan telaah sistematis mengenai ilmu, khususnya metode-metodenya, konsep-konsepnya dan praanggapan-praanggapan, serta letaknya dalam kerangka umum cabang-cabang pengetahuan  intelektual) ;
·         Michael V. Berry “The study of the inner logic if scientific theories, and the relations between experiment and theory, i.e. of scientific methods”. (Penelaahan tentang logika interen dari teori-teori ilmiah dan hubungan-hubungan antara percobaan dan teori, yakni tentang metode ilmiah) ;
·         May Brodbeck “Philosophy of science is the ethically and philosophically neutral analysis, description, and clarifications of science.” (Analisis yang netral secara etis dan filsafati, pelukisan dan penjelasan mengenai landasan – landasan ilmu ;
·         Peter Caws “Philosophy of science is a part of philosophy, which attempts to do for science what philosophy in general does for the whole of human experience. Philosophy does two sorts of thing: on the other hand, it constructs theories about man and the universe, and offers them as grounds for belief and action; on the other, it examines critically everything that may be offered as a ground for belief or action, including its own theories, with a view to the elimination of inconsistency and error. (Filsafat ilmu merupakan suatu bagian filsafat, yang mencoba berbuat bagi ilmu apa yang filsafat seumumnya melakukan pada seluruh pengalaman manusia. Filsafat melakukan dua macam hal : di satu pihak, ini membangun teori-teori tentang manusia dan alam semesta, dan menyajikannya sebagai landasan-landasan bagi keyakinan dan tindakan; di lain pihak, filsafat memeriksa secara kritis segala hal yang dapat disajikan sebagai suatu landasan bagi keyakinan atau tindakan, termasuk teori-teorinya sendiri, dengan harapan pada penghapusan ketakajegan dan kesalahan ;
·         Stephen R. Toulmin “As a discipline, the philosophy of science attempts, first, to elucidate the elements involved in the process of scientific inquiry observational procedures, patens of argument, methods of representation and calculation, metaphysical presuppositions, and so on and then to veluate the grounds of their validity from the points of view of formal logic, practical methodology and metaphysics”. (Sebagai suatu cabang ilmu, filsafat ilmu mencoba pertama-tama menjelaskan unsur-unsur yang terlibat dalam proses penyelidikan ilmiah prosedur-prosedur pengamatan, pola-pola perbinacangan, metode-metode penggantian dan perhitungan, pra-anggapan-pra-anggapan metafisis, dan seterusnya dan selanjutnya menilai landasan-landasan bagi kesalahannya dari sudut-sudut tinjauan logika formal, metodologi praktis, dan metafisika).
Berfilsafat mengandung arti pula “Memikirkan dan merenungkan kea rah pencarian asal mula (causa prima) suatu fenomena atau obyek.”[9]
Adapun beberapa pengertian pokok tentang filsafat menurut kalangan filosof adalah :[10]
1. Upaya spekulatif untuk menyajikan suatu pandangan sistematik serta lengkap tentang seluruh realitas.
2. Upaya untuk melukiskan hakikat realitas akhir dan dasar secara nyata.
3. Upaya untuk menentukan batas-batas dan jangkauan pengetahuan sumber daya, hakikatnya, keabsahannya, dan nilainya.
4. Penyelidikan kritis atas pengandaian-pengandaian dan pernyataan-pernyataan yang diajukan oleh berbagai bidang pengetahuan.
5. Disiplin ilmu yang berupaya untuk membantu Anda melihat apa yang Anda katakan dan untuk menyatakan apa yang Anda lihat.

Plato (427–348 SM) menyatakan filsafat ialah pengetahuan yang bersifat untuk mencapai kebenaran yang asli. Sedangkan Aristoteles (382–322 SM) mendefenisikan filsafat ialah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran yang terkandung di dalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika. Sedangkan filosof lainnya Cicero (106–043 SM) menyatakan filsafat ialah ibu dari semua ilmu pengetahuan lainnya. Filsafat ialah ilmu pengetahuan terluhur dan keinginan untuk mendapatkannya.

Menurut Descartes (1596–1650), filsafat ialah kumpulan segala pengetahuan di mana Tuhan, alam dan manusia menjadi pokok penyelidikannya. Sedangkan Immanuel Kant (1724–1804) berpendapat filsafat ialah ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal segala pengetahuan yang tercakup di dalamnya 4 persoalan :
a. Apakah yang dapat kita ketahui?
Jawabannya termasuk dalam bidang metafisika.
b. Apakah yang seharusnya kita kerjakan?
Jawabannya termasuk dalam bidang etika.
c. Sampai di manakah harapan kita?
Jawabannya termasuk pada bidang agama.
d. Apakah yang dinamakan manusia itu?
Jawabannya termasuk pada bidang antropologi.
BAB III. PEMBAGIAN CABANG FILSAFAT
          Secara histories, FILSAFAT dipandang sebaga the mother os sciences atau induk dari segala ilmu, sebagaimana dinyatakan oleh DESCRATES, “Bahwa prinsip-prinsip dasar ilmu diambil dari FILSAFAT. Filsafat alam mendorong ilmu-ilmu kealaman, filsafat sosial melahirkan ilmu-ilmu sosial.”[11]
          HAMERSMA, membicarakan sepuluh cabang FILSAFAT, yang masih dapat dikembalikan lagi kepada 4 (empat) bidang induk, sebagai berikut :[12]
1.    Epistimologi, yaitu Suatu studi tentaang asal usul, hakikat dan jangkauan pengetahuan ;
2.    Logika, yaitu menyelidiki aturan-aturan yang harus diperhatikan supaya cara berpikir kita sehat. Sehingga LOGIKA adalah studi tentang prinsip-prinsip yang dipakai untuk membedakan antara argument yang masuk akal dan argument yang tidak masuk akal, serta tentang berbagai bentuk argumentasi.
Logika berasal dari bahasa latin yakni Logos yang berarti perkataan atau sabda. Dalam bahasa arab di sebut Mantiq. Logika adalah sarana untuk berpikir sistematis, valid dan dapat dipertanggungjawabkan. Karena itu, berpikir logis adalah berpikir sesuai dengan aturan-aturan berpikir, seperti setengah tidak boleh lebih besar daripada satu. Logis dalam bahasa sehari-hari kita sebut masuk akal. Kata Logika dipergunakan pertama kali oleh Zeno dari Citium. Kaum Sofis, Socrates, dan Plato dianggap sebagai perintis lahirnya logika. Logika lahir sebagai ilmu atas jasa Aristoteles, Theoprostus dan kaum Stoa. (Russell, dalam Mundiri 2006). Aristoteles meninggalkan enam buah buku yang oleh murid-muridnya disebut Organon. Buku itu terdiri dari Categoriae (mengenai pengertian-pengertian) De Interpretatiae (keputusan-keputusan), Analitica Priora (Silogisme), Analitica Porteriora (pembuktian), Topika (berdebat) dan De Sophisticis Elenchis (kesalahan-kesalahan berpikir). Theoprostus kemudian mengembangkan Logika Aristoteles dan kaum Stoa yang mengajukan bentuk-bentuk berpikir yang sistematis (Angel, dalam Mundiri 2006).[13]
3.    Kritik Ilmu-Ilmu, menyelidiki titik pangkal, metode, obyek dari ilmu-ilmu (filsafat ilmu. Sehingga KRITIK ILMU-ILMU adalh suatu studi tentang metode, asumsi dan batas-batas ilmu pengetahuan.
4.    Ontologi, merupakan pengetahuan tentang “semua pengada sejauh mereka ada”. Sehingga ONTOLOGI adalah suatu studi yang membahwa apa yang ingin kita ketahui seberapa jauh kita ingin ketahui, atau dnegan perkataan lain, suatu pengkajian mengenai teori tentang “ada”.
5.    Teologi Metafisik, adalah suatu studi tentang hakikat, ragam dan obyek kepercayaan agama.
6.    Antropologi, membicarakan tentang manusia (filsafat manusia) dengan segala aspeknya, mengutamakan metode filosofis dalam penyelidikannya.
7.    Kosmologi, membicarakan tentang tindakan manusia tentang prinsip-prinsip dan konsep-konsep yang mendasari penilaian tentang perilaku manusia.
8.    Estetika, mencoba menyelidiki mengapa sesuatu dialami sebagai indah, yaitu suatu studi tentang prinsip-prinsip yang mendasari penilaian kita atas berbagai bentuk seni.
Filsafat ilmu merupakan salah satu cabang dari filsafat. Oleh karena itu, fungsi filsafat ilmu kiranya tidak bisa dilepaskan dari fungsi filsafat secara keseluruhan, yakni :
·         Sebagai alat mencari kebenaran dari segala fenomena yang ada.
·         Mempertahankan, menunjang dan melawan atau berdiri netral terhadap pandangan filsafat lainnya.
·         Memberikan pengertian tentang cara hidup, pandangan hidup dan pandangan dunia.
·         Memberikan ajaran tentang moral dan etika yang berguna dalam kehidupan
·         Menjadi sumber inspirasi dan pedoman untuk kehidupan dalam berbagai aspek kehidupan itu sendiri, seperti ekonomi, politik, hukum dan sebagainya. Disarikan dari Agraha Suhandi (1989).[14]
Ismaun (2001:1) mengungkapkan beberapa corak ragam filsafat ilmu, diantaranya:
·         Filsafat ilmu-ilmu sosial yang berkembang dalam tiga ragam, yaitu : (1) meta ideologi, (2) meta fisik dan (3) metodologi disiplin ilmu.
·         Filsafat teknologi yang bergeser dari C-E (conditions-Ends) menjadi means. Teknologi bukan lagi dilihat sebagai ends, melainkan sebagai kepanjangan ide manusia.
·         Filsafat seni/estetika mutakhir menempatkan produk seni atau keindahan sebagai salah satu tri-partit, yakni kebudayaan, produk domain kognitif dan produk alasan praktis.
Produk domain kognitif murni tampil memenuhi kriteria: nyata, benar, dan logis. Bila etik dimasukkan, maka perlu ditambah koheren dengan moral. Produk alasan praktis tampil memenuhi kriteria oprasional, efisien dan produktif. Bila etik dimasukkan perlu ditambah human.manusiawi, tidak mengeksploitasi orang lain, atau lebih diekstensikan lagi menjadi tidak merusak lingkungan.[15]
BAB IV. FILSAFAT DAN ILMU
          Disadari atau tidak, sebenarnya tidak seluruh masalah kehidupan dapat dijawab dengan tuntas dan memuaskan oleh ilmu. Filsafat memberikan penjelasan atau jawaban mendasar atas masalah tersebut.
          Pengkritisan secara radikal terhadap ilmu itulah yang merupakan tugas dan bidang kajian filsafat ilmu, sehingga FILSAFAT ILMU dapat dipandang sebagai upaya menjembatani jurang pemisah antara FILSAFAT dengan ILMU.[16]
Banyak sekali ilmu-ilmu sosial sudah mempergunakan matematika sebagai sosiometri, psychometri, econometri, dan seterusnya. Hampir dapat dikatakan bahwa fungsi matematika sama luasnya dengan fungsi bahasa yang berhubungan dengan pengetahuan dan ilmu pengetahuan. Untuk dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik, maka diperlukan sarana berupa bahasa, logika, matematika dan statistika. Penalaran ilmiah menyadarkan kita kepada proses logika deduktif dan logika induktif. Matematika mempunyai peranan penting dalam berpikir deduktif, sedangkan statistika mempunyai peran penting dalam berpikir induktif.[17]

Matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari serangkaian pernyataan yang ingin kita sampaikan. Lambang-lambang matematika bersifat “artifisial” yang baru mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan kepadanya. Tanpa itu maka matematika hanya merupakan kumpulan rumus-rumus yang mati.

BAB V. FILSAFAT ILMU SEBAGAI SARANA BERPIPIR MANUSIA

          Kehidupan manusia tidak akan lepas dari perkembangan ilmu dan teknologi. Oleh karena tidak semua persoalan dapat dijawab oleh ilmu, maka menjadi tugas filsafat untuk menjawab persoalan yang tidak dapat dijawab oleh ilmu.
         
          FILSAFAT berupaya mencari jawaban yang bersifat spekulatif atas hal-hal yang tidak terjawab oleh ilmu. Filsafat juga mempertanyakan ilmu sekaligus menjadikan ilmu sebagai obyek kajiannya.[18]

          Ada beberapa karakteristik ilmu sebagaimana tersebut di bawah ini, yaitu :[19]
1. Ilmu mempercayai rasio sebagai alat untuk mendapatkan pengetahuan yang benar ;
2. Ilmu memiliki alur jalan fikiran yang logis dan konsisten dengan pengetahuan yang telah ada ;
3. Ilmu diuji secara empiric sebagai criteria kebenaran obyektif ;
4. Ilmu bermekanisme terbuka terhadap koreksi ;

Dari ilmu itulah akan didapatkan kebenaran ilmiah, sehingga perlu pemahaman tentang apa itu kebenaran baik dilihat dari jalurnya maupun macamnya. Bila dilihat dari gradasi berpikir (jalurnya), maka dapat dikelompokkan ke dalam 4 (empat) gradasi berpikir, yaitu :[20]
1.    Kebenaran biasa, yaitu kebenaran yang sifatnya adalah common sense atau akal sehat dan mengacu pada pengalaman individual, tidak tertata dan sporadic sehingga cenderung sangat subyektif ;
2.    Kebenaran Ilmu, yaitu kebenaran yang sifatnya positif karena mengacu pada fakta empiric dan memungkinkan semua orang untuk mengujinya dengan metode tertentu dengan hasil yang sama atau paling tidak relative sama ;
3.    Kebenaran Filsafat, yaitu kebenaran yang bersifat spekulatif, mengingat sangat sulit / tidak mungkin dibuktikan secara empirik ;
4.    Kebenaran Agama, yaitu kebenaran yang didasarkan kepada informasi yang datangnya dari Tuhan melalui utusanNya ;

Penggabungan antara FILSAFAT dengan ILMU itulah yang menimbulkan berbagai macam ilmu yang dapat diterapkan dalam kehidupan manusia. Ketergantungan manusia akan ILMU, membuat manusia membutuhkan ketergantungan akan FILSAFAT, untuk dapat menyelesaikan persoalan-persoalan yang tidak bisa diselesaikan oleh ILMU.

Pada mulanya kata filsafat berarti segala ilmu pengetahuan yang dimiliki manusia. Mereka membagi filsafat kepada dua bagian yakni, filsafat teoretis dan filsafat praktis.[21]
Filsafat teoretis mencakup:
(1) ilmu pengetahuan alam, seperti: fisika, biologi, ilmu pertambangan, dan astronomi ;
(2) ilmu eksakta dan matematika;
(3) ilmu tentang ketuhanan dan metafisika.
Filsafat praktis mencakup :
(1) norma-norma (akhlak) ;
(2) urusan rumah tangga ;
(3) sosial dan politik.

Dari pembagian FILSAFAT tersebut, maka timbullah berbagai macam ILMU PENGETAHUAN, yang sangat dibutuhkan manusia di dalam kehidupannya, sehingga dengan demikian antara ILMU PENGETAHUAN dengan MASYARAKAT terjalin hubungan yang erat, dimana ILMU PENGETAHUAN dikembangkan semata-mata demi kepentingan atau kemajuan masyarakat dan masyarakatpun banyak memberi “input” kepada ilmu.[22]

Lebih lanjut, Beerling menyatakan bahwa “Pengetahuan ilmiah adalah pengetahuan yang mempunyai dasar pembenaran. Segenap pengaturan cara kerja ilmiah diarahkan untuk memperoleh pengetahuan. Penyelidikan ilmiah tidak akan membatasi hanya pada satu bahan keterangan, melainkan meletakkan hubungan antara sejumlah bahan keterangan dan berusaha agar hubungan tersebut dapat merupakan suatu kebulatan.”[23]

Dengan penguasaan atas langkah-langkah penemuan ilmu pengetahuan, baik secara deduktif maupun induktif, peran pikiran (logika) sangat menonjol, sebagaimana digambarkan oleh EWANS, “knowledge is made up of the fact of the subject and the students ability to use those facts to think and solve the problems (pengetahuan terbentuk dari fakta dan dari kemampuan para pelajar/mahasiswa dalam mempergunakan fakta tersebut untuk berpikir dan menyelesaikan persoalan)”.[24]

Sehingga dengan demikian, dengan bantuan dari FILSAFAT ILMU, manusia dapat menemukan dan membuat ILMU-ILMU PENGETAHUAN yang baru yang dapat diterapkan dalam kehidupannya dan untuk mempertahankan kehidupannya. Tanpa adanya FILSAFAT ILMU, maka mustahil manusia akan dapat menemukan dan membuat ILMU PENGETAHUAN yang baru yang bermanfaat bagi dirinya dan kehidupan masyarakat.

BAB VI. KESIMPULAN

          Dari uraian-uraian tersebut diatas, maka dapat kita ambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Kehidupan manusia selalu dinamis dan selalu berkembang ;
2. Untuk memenuhi kebutuhannya, manusia membutuhkan ILMU PENGETAHUAN, dan untuk menemukan dan mendapatkan ILMU PENGETAHUAN baru, maka harus dengan bantuan FILSAFAT ILMU ;
3. Hubungan antara ILMU PENGETAHUAN dengan Manusia sangat erat dimana ILMU PENGETAHUAN dikembangkan semata-mata untuk kepentingan manusia dan manusia selalu memberi “input”







         



[1] Wakil Ketua pada Pengadilan Negeri Kutacane Kabupaten Aceh Tenggara, Mahasiswa S3 pada Program Doktoral Ilmu Hukum (PDIH) Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung (FH UNISSULA) Semarang ;
[2] Al-Qur’an Nur Karim ;
[3] Neil Turnbull, Bengkel Ilmu FILSAFAT, Penerbit Erlangga, Jakarta, Tahun 2005, hlm.6.
[4] Ibid, hlm.6.
[5] Ibid,hlm.14.
[6] Prof.DR.Wahyono,SH.MS, FILSAFAT ILMU, Universitas Pancasaksi – Magister Hukum 2012-2013,hlm.1.
[7]http://usupress.usu.ac.id/files/Filsafat%20Ilmu%20dan%20Metode%20Riset_Normal_bab%201.pdf

[8] http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/13/filsafat-ilmu/


[9] DR.Yayat Hidayat Amir, Materi Kuliah FILSAFAT ILMU, hlm.1.
[10]http://usupress.usu.ac.id/files/Filsafat%20Ilmu%20dan%20Metode%20Riset_Normal_bab%201.pdf

[11] Ibid,hlm.2.
[12] Ibid,hlm.2-3.
[13]http://usupress.usu.ac.id/files/Filsafat%20Ilmu%20dan%20Metode%20Riset_Normal_bab%201.pdf

[14] http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/13/filsafat-ilmu/

[15] http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/13/filsafat-ilmu/, ibid.

[16] DR. Yayat Hidayat, Ibid, hlm.5.
[18] DR. Yayat Hidayat, op.cit,hlm.6.
[19] Ibid,hlm.13.
[20] Ibid,hlm.33.
[21]http://usupress.usu.ac.id/files/Filsafat%20Ilmu%20dan%20Metode%20Riset_Normal_bab%201.pdf,loc.cit.

[22] Prof.DR.Wahyono,SH.MS, FILSAFAT ILMU, Universitas Pancasaksi – Magister Hukum 2012-2013,loc.cit.hlm.53.

[23] Ibid,hlm.53.
[24] Ibid,hlm.56.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

DIMANA TANAH DIPIJAK, DISANA NASI DIMAKAN

                Sebuah prinsip yang selalu saya pegang saat saya masih sering merantau dan sebagai informasi saja, saya sudah berantau d...