Selasa, 20 September 2016

PERADILAN YANG AGUNG



PERADILAN YANG AGUNG
OLEH : H. SANTHOS WACHJOE PRIJAMBODO, SH.MH[1]
PENDAHULUAN
Dalam peringatan hari jadi Mahkamah Agung ke – 70, Yang Mulia Bapak Ketua Mahkamah Agung kembali mengingatkan akan visi dari Mahkamah Agung yaitu menjadikan Peradilan Indonesia sebagai peradilan yang agung. Suatu visi yang melihat jauh ke masa depan dimana bangsa Indonesia sangat membutuhkan suatu badan peradilan yang mampu mengayomi dan memberi rasa keadilan sesuai dengan perkembangan peradaban dan kehidupan masyarakat.
Peradilan yang agung membutuhkan suatu konsekuensi bahwa aparat yang berada di setiap badan peradilan di Indonesia yang bernaung di bawah Mahkamah Agung Republik Indonesia harus bekerja keras menegakkan hukum dan keadilan sehingga dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, sebagaimana tujuan dari adanya hukum. Harus diakui bahwa menegakkan hukum dan menegakkan keadilan adalah bagaikan dua sisi mata uang yang sering tidak bisa seiring dan sejalan, yaitu ketika lebih memilih menegakkan hukum maka ada rasa keadilan yang tercederai, demikian pula sebaliknya, ketika lebih mengedepankan keadilan, maka ada norma hukum yang dikorbankan. Akan tetapi dari keduanya, yang utama adalah adanya manfaat dari hukum itu sendiri, yaitu adanya hukum akan memberi kemanfaatan bagi masyarakat sehingga timbul rasa membutuhkan hukum dalam masyarakat.
Di sisi lain, visi peradilan yang agung tidak hanya berbentuk bangunan kantor pengadilan yang megah di setiap kota, sebab bangunan yang megah tersebut tidak secara otomatis memberi jaminan bahwa pelayanan yang diberikan juga sebanding dengan megahnya bangunan kantor tersebut. Meski demikian, jika kita melihat di daerah-daerah, utamanya di daerah yang jauh dari pusat kekuasaan, masih banyak gedung kantor pengadilan yang masih kurang layak untuk disebut sebagai kantor pengadilan dan masih banyak gedung kantor pengadilan yang memiliki bentuk yang berlainan, sehingga mengesankan tidak adanya keseragaman. Ketika masyarakat melihat dari sisi fisik gedung kantor pengadilan yang tidak sama antara kota yang satu dengan kota yang lain, maka akan timbul pemikiran bahwa pelayanan yang diberikanpun pasti tidak sama, apalagi ketika masyarakat akan menuntut keadilan, hal tersebut semakin membuat masyarakat meragukan keadilan yang akan diberikan oleh aparat penegak hukum di kantor pengadilan.
Selain itu, dengan kemajuan tekhnologi informasi, harus dapat menjadi pendukung terciptanya peradilan yang agung dengan cara memberikan informasi-informasi terbaru (update) perihal segala sesuatu yang berkaitan dengan kegiatan di kantor pengadilan, baik itu informasi persidangan, informasi tata cara beracara di pengadilan, informasi putusan-putusan, meskipun dalam UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dalam Pasal 17 mengatur mengenai informasi yang dikecualikan bagi publik, namun setidaknya tersedianya informasi yang aktual dari kantor pengadilan, akan memberikan akses kepada masyarakat yang membutuhkannya.
Jaman semakin berubah, tidak bisa lagi kita sebagai aparat pengadilan berkilah bahwa suatu informasi adalah dirahasiakan bagi publik kecuali sebagaimana telah diatur dalam Pasal 17 UU Nomor 14 Tahun 2008, bahkan apabila ada anggota masyarakat yang tidak mengerti mengenai teknologi informasi sehingga tidak bisa membuka informasi dari pengadilan secara online, dapat mengajukan permohonan secara tertulis kepada ketua pengadilan setempat mengenai informasi yang diinginkannya. Keterbukaan informasi akan semakin mendorong tercapainya visi peradilan yang agung di Indonesia.
Dari sisi yang lain, peradilan yang agung juga menuntut para aparatur pengadilan bertindak sebagai pelayan masyarakat yang membutuhkan keadilan dengan disiplin kerja dan disiplin waktu. Mengingat beban kerja persidangan, utamanya yang banyak terjadi di kota-kota besar, membuat aparatur pengadilan sering melupakan penyelesaian penanganan berkas perkara (minutasi) atau sering terjadi terlambatnya pemberitahuan putusan kepada pihak-pihak yang bersengketa di pengadilan. Hal-hal demikian tentunya membuat masyarakat bersikap skeptis terhadap aparatur pengadilan, apalagi apabila dalam penanganan perkara muncul adanya biaya-biaya siluman dengan berbagai macam dalih dan alasan. Yang Mulia Bapak Ketua Mahkamah Agungpun sudah mewanti-wanti bahkan mengancam perilaku demikian dengan tidak akan memberi ampun terhadap siapapun aparatur pengadilan yang bertindak demikian dan ancaman tersebut ada 2 (dua) macam yaitu ancaman administratif berupa pemecatan tidak dengan hormat dan ancaman pemidanaan. Sebuah peringatan yang tidak bisa dianggap remeh bagi seluruh aparatur pengadilan, namun dengan satu tujuan yaitu terciptanya peradilan Indonesia yang agung. Walahualam.









[1] Hakim Yustisial pada Mahkamah Agung RI, Kandidat Doktor pada Program Doktoral Ilmu Hukum (PDIH) Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung (UNISSULA), Semarang ;

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

DIMANA TANAH DIPIJAK, DISANA NASI DIMAKAN

                Sebuah prinsip yang selalu saya pegang saat saya masih sering merantau dan sebagai informasi saja, saya sudah berantau d...