PERADILAN YANG AGUNG
OLEH : H. SANTHOS WACHJOE
PRIJAMBODO, SH.MH[1]
PENDAHULUAN
Dalam peringatan hari jadi Mahkamah Agung ke – 70, Yang
Mulia Bapak Ketua Mahkamah Agung kembali mengingatkan akan visi dari Mahkamah
Agung yaitu menjadikan Peradilan Indonesia sebagai peradilan yang agung. Suatu
visi yang melihat jauh ke masa depan dimana bangsa Indonesia sangat membutuhkan
suatu badan peradilan yang mampu mengayomi dan memberi rasa keadilan sesuai
dengan perkembangan peradaban dan kehidupan masyarakat.
Peradilan yang agung membutuhkan suatu konsekuensi bahwa
aparat yang berada di setiap badan peradilan di Indonesia yang bernaung di
bawah Mahkamah Agung Republik Indonesia harus bekerja keras menegakkan hukum
dan keadilan sehingga dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, sebagaimana
tujuan dari adanya hukum. Harus diakui bahwa menegakkan hukum dan menegakkan
keadilan adalah bagaikan dua sisi mata uang yang sering tidak bisa seiring dan
sejalan, yaitu ketika lebih memilih menegakkan hukum maka ada rasa keadilan yang
tercederai, demikian pula sebaliknya, ketika lebih mengedepankan keadilan, maka
ada norma hukum yang dikorbankan. Akan tetapi dari keduanya, yang utama adalah
adanya manfaat dari hukum itu sendiri, yaitu adanya hukum akan memberi
kemanfaatan bagi masyarakat sehingga timbul rasa membutuhkan hukum dalam
masyarakat.
Di sisi lain, visi peradilan yang agung tidak hanya
berbentuk bangunan kantor pengadilan yang megah di setiap kota, sebab bangunan
yang megah tersebut tidak secara otomatis memberi jaminan bahwa pelayanan yang
diberikan juga sebanding dengan megahnya bangunan kantor tersebut. Meski
demikian, jika kita melihat di daerah-daerah, utamanya di daerah yang jauh dari
pusat kekuasaan, masih banyak gedung kantor pengadilan yang masih kurang layak
untuk disebut sebagai kantor pengadilan dan masih banyak gedung kantor
pengadilan yang memiliki bentuk yang berlainan, sehingga mengesankan tidak
adanya keseragaman. Ketika masyarakat melihat dari sisi fisik gedung kantor
pengadilan yang tidak sama antara kota yang satu dengan kota yang lain, maka
akan timbul pemikiran bahwa pelayanan yang diberikanpun pasti tidak sama,
apalagi ketika masyarakat akan menuntut keadilan, hal tersebut semakin membuat
masyarakat meragukan keadilan yang akan diberikan oleh aparat penegak hukum di
kantor pengadilan.
Selain itu, dengan kemajuan tekhnologi informasi, harus
dapat menjadi pendukung terciptanya peradilan yang agung dengan cara memberikan
informasi-informasi terbaru (update) perihal segala sesuatu yang berkaitan
dengan kegiatan di kantor pengadilan, baik itu informasi persidangan, informasi
tata cara beracara di pengadilan, informasi putusan-putusan, meskipun dalam UU
Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dalam Pasal 17
mengatur mengenai informasi yang dikecualikan bagi publik, namun setidaknya
tersedianya informasi yang aktual dari kantor pengadilan, akan memberikan akses
kepada masyarakat yang membutuhkannya.
Jaman semakin berubah, tidak bisa lagi kita sebagai
aparat pengadilan berkilah bahwa suatu informasi adalah dirahasiakan bagi
publik kecuali sebagaimana telah diatur dalam Pasal 17 UU Nomor 14 Tahun 2008,
bahkan apabila ada anggota masyarakat yang tidak mengerti mengenai teknologi
informasi sehingga tidak bisa membuka informasi dari pengadilan secara online,
dapat mengajukan permohonan secara tertulis kepada ketua pengadilan setempat
mengenai informasi yang diinginkannya. Keterbukaan informasi akan semakin
mendorong tercapainya visi peradilan yang agung di Indonesia.
Dari sisi yang lain, peradilan yang agung juga menuntut
para aparatur pengadilan bertindak sebagai pelayan masyarakat yang membutuhkan
keadilan dengan disiplin kerja dan disiplin waktu. Mengingat beban kerja
persidangan, utamanya yang banyak terjadi di kota-kota besar, membuat aparatur
pengadilan sering melupakan penyelesaian penanganan berkas perkara (minutasi)
atau sering terjadi terlambatnya pemberitahuan putusan kepada pihak-pihak yang
bersengketa di pengadilan. Hal-hal demikian tentunya membuat masyarakat
bersikap skeptis terhadap aparatur pengadilan, apalagi apabila dalam penanganan
perkara muncul adanya biaya-biaya siluman dengan berbagai macam dalih dan
alasan. Yang Mulia Bapak Ketua Mahkamah Agungpun sudah mewanti-wanti bahkan
mengancam perilaku demikian dengan tidak akan memberi ampun terhadap siapapun
aparatur pengadilan yang bertindak demikian dan ancaman tersebut ada 2 (dua)
macam yaitu ancaman administratif berupa pemecatan tidak dengan hormat dan
ancaman pemidanaan. Sebuah peringatan yang tidak bisa dianggap remeh bagi
seluruh aparatur pengadilan, namun dengan satu tujuan yaitu terciptanya
peradilan Indonesia yang agung. Walahualam.
[1] Hakim
Yustisial pada Mahkamah Agung RI, Kandidat Doktor pada Program Doktoral Ilmu
Hukum (PDIH) Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung (UNISSULA), Semarang
;
Tidak ada komentar:
Posting Komentar