Jumat, 22 Februari 2019

Problematika Hakim (karir) PHI

Menyidangkan suatu perkara bagi seorang hakim (pengadilan negeri) adalah hal yang sudah menjadi tugasnya sehari-hari. Baik perkara pidana maupun perdata. Akan tetapi ketika seorang hakim dihadapkan pada perkara pada pengadilan hubungan industrial (phi), terutama bagi hakim karir, mulai banyak ditemui banyak kendala. Salah satu yang mendasar adalah terdapat begitu banyak peraturan perburuhan di Indonesia belum lagi peraturan dari organisasi buruh internasional (ILO) baik yang sudah diratifikasi mauun yang belum diratifikasi.
Akan terlihat terdapat missing link dari pendidikan calon sarjana hukum di Indonesia. Sangat sedikit atau bahkan nyaris tidak ada mata kuliah mengenai hukum perburuhan yang bisa membekali secara cukup pengetahuan bagi para calon sarjana hukum di Indonesia. Kalaupun ada mata kuliah hukum perburuhan, biasanya hanya berkisar antara 2 - 4 SKS selama mahasiswa hukum berkuliah.
Hal ini seharusnya menjadi perhatian bagi para pemangku kepentingan pendidikan hukum di Indonesia. Masih banyak hal yang harus dipelajari dan dipahami dari hukum perburuhan khususnya dalam kaitan pengadilan hubungan industrial (phi). Tanpa ada perbaikan kurikulum hukum perburuhan maka sarjana hukum Indonesia akan semakin tertinggal dalam hal hukum perburuhan. Semoga ke depan kurikulum hukum perburuhan bagi mahasiswa hukum menjadi lebih baik lagi mengingat saat ini buruh telah menjadi komponen penting dari pembangunan nasional.

Rabu, 06 Februari 2019

Aspek Hukum Pembuktian

Pada dasarnya setiap orang akan selalu menghindari berbenturan dengan orang lain, akan tetapi ada saatnya kita tidak bisa menghindar dari konfrontasi dengan orang lain, baik orang perorangan maupun dengan badan hukum. Terlebih berkaitan dengan perkara pidana, yang memang masing-masing individu memiliki kepentingan yang berbeda dan sering bertentangan.
Dalam kaidah Hukum Acara Pidana, Dr. Syaiful Bakhri, S.H.,M.H. dalam bukunya Sistem Peradilan Pidana Indonesia, Dalam Perpektif Pembauran, Teori dan Praktek Peradilan, mengatakan, "Aspek hukum pembuktian asasnya, sudah dimulai sejak tahap penyidikan perkara pidana, ketika penyidik untuk mencari dan menemukan peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna dapat atau tidaknya, dilakukan penyidikan, pada tahap ini sudah terjadi pembuktian, dengan tindakan penyidik untuk mencari barang bukti, maksudnya guna membuat terang suatu tindak pidana serta menentukan atau menemukan tersangkanya, sehingga konkritnya pembuktian berawal dari penyidikan dan berakhir pada pemjatuhan pidana (vonis) oleh hakim di depan persidangan, baik pada tingkat Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi maupun upaya hukum ke Mahkamah Agung."
Dari pendapat tersebut, secara singkat dapat kita pahami bahwa terdapat anggapan yang salah selama ini bahwa pembuktian perkara pidana baru dilakukan ketika sudah di persidangan di Pengadilan (khususnya di Pengadilan tingkat pertama/Pengadilan Negeri). Padahal seharusnya proses pembuktian tersebut SUDAH DIMULAI ketika penyidik (baik kepolisian maupun kejaksaan) mengumpulkan alat bukti yang dapat digunakan untuk membuktikan kesalahan pelaku tindak pidana. Dan sudah seharusnya pula, ketika seorang pelaku tindak pidana didampingi oleh Penasihat Hukum (Advokat), maka pelaku tindak pidana tersebut melalui Penasihat Hukumnya juga melakukan pengumpulan alat bukti yang dapat digunakan untuk menyangkal dalil bahwa pelaku tindak pidana yang memberikan kuasa kepadanya adalah orang yang benar-benar melakukan tindak pidana. Hal itu juga harus dilakukan oleh Penasihat Hukum yang mewakili kliennya atas dasar penunjukan dari setiap tingkat pemeriksaan perkara pidana.
Mungkin agak repot ketika Penasihat Hukum tersebut, menerima surat penunjukan dari Pengadilan Negeri, mengingat terbatasnya waktu untuk mengumpulkan alat bukti yang dibutuhkan, namun kiranya hal tersebut tidak menjadi halangan bagi seorang Advokat yang menerima surat penunjukan atas terdakwa suatu tindak pidana, untuk mengumpulkan alat bukti yang dibutuhkannya.
Hal ini diperlukan untuk menemukan kebenaran formal atas suatu tindak pidana yang terjadi. Oleh karena itu sudah saatnya kita merubah paradigma pelaksanaan proses pembuktian atas suatu tindak pidana. Semoga hal ini dapat menjadi bahan koreksi bersama.

DIMANA TANAH DIPIJAK, DISANA NASI DIMAKAN

                Sebuah prinsip yang selalu saya pegang saat saya masih sering merantau dan sebagai informasi saja, saya sudah berantau d...