Selasa, 25 Mei 2021

BERKENAAN DENGAN PASAL PENGHINAAN DALAM KUHP (Bagian 2)

Selanjutnya, kita perlu membahas ketentuan pasal 311 KUHP, yang isinya sebagai berikut:
(1) Barangsiapa melakukan kejahatan menista atau menista dengan tulisan, dalam hal ia diizinkan untuk membuktikan tuduhannya itu, jika ia tiada dapat membuktikan dan jika tuduhan itu dilakukannya sedang diketahuinya tidak benar, dihukum karena sudah memfitnah dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun;
(2) Dapat dijatuhkan hukuman pencabutan hak yang tersebut dalam pasal 35 No. 1-3 (pasal 312 huruf s, pasal 316, 319, 488 KUHP).
Ketentuan pasal ini dalam penjelasannya adalah sama dengan penjelasan pasal 310 KUHP. Pada dasarnya yang diatur dalam Pasal 310 dan Pasal 311 adalah sama hanya sarana yang digunakan adalah berbeda, dalam pasal 310 KUHP dilakukan secara lisan, hanya sarana saja yang berbeda, kalau di pasal 310 KUHP dilakukan secara lisan sedangkan dalam pasal 311 KUHP dulakukan secara tertulis. BERSAMBUNG.

Rabu, 12 Mei 2021

BERKENAAN DENGAN PASAL PENGHINAAN DALAM KUHP (Bagian 1)

 Apabila kita berbicara mengenai penghinaan, maka sebelum adanya Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, Negara kita sbeenarnya sudah memiliki pasal-pasal yang mengatur dan melarang dilakukannya tindak pidana penghinaan dan pencemaran nama baik. Hal tersbeut diatur dalam Pasal 310 KUHP sampai dengan Pasal 321 KUHP.

Sekilas kami akan membahas ketentuan pokok dalam pasal-pasal tentang penghinaan dan pencemaran nama baik, yaitu yang diatur dalam KUHP. Dalam tulisan ini akan dibahas terlebuh dahulu mengenai pasal 310 KUHP.
Pasal 310 mengatur sebagai berikut :
(1) Barangsiapa sengaja merusak kehormatan atau nama baik seseorang dengan jalan menuduh, dia melakukan seseuatu perbuatan dengan maksud yang nyata akan tersiarnya tuduhan itu, dihukum karena menista, dengan hukuman paing lama sembilan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 4.500,00 (empat ribu lima ratus rupiah);
(2) Kalau hal tu dilakukan dengan tulisan atau gambar yang disiarkan, dipertunjukan pada umum atau ditempelkan, maka yang berbuat itu dihukum karena menista dengan tulisan dengan hukuman penjara selama-lamanya satu tahun satu tahun empat bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 4.500,00 (empat ribu lima ratus rupiah);
(3) Tidak termasuk menista atau menista dengan tulisan, jika ternyata bahwa si pembuat melakukan hal itu untuk kepentingan umum atau lantaran terpaksa perlu untuk mempertahankan dirinya sendiri.
Dari ketentuan pasal 310 KUHP tersebut, maka perlu dikatehau mengenai apa arti penghinaan, macam penghinaan dan alasan yang dapat melepaskan seseorang yang telah melakukan perbuatan penghinaan.
1. Yang dimaksud dengan PENGHINAAN adalah Menyerang kehormatan dan nama baik seseorang. Kehormatan yang diserang hanya mengenai kehormatan tentang NAMA BAIK bukan kehormatan dalam hal sexual karena kehormatan tentang sexual diatur di dalam pasal 281 sampai dengan pasal 303 KUHP.
2. Macam-macam penghinaan ada 6 yaitu :
a) Menista (SMAAD / pasal 310 ayat (1) KUHP);
b) Menista dengan surat (SMAADSCRIFT / pasal 310 ayat (2)
KUHP;
c) Memfirnah (LASTER / pasal 311 KUHP);
d) Penghinaan ringan (EENVOUDIGE BELEDIGING / pasal 315
KUHP);
e) Mengadu secara memfitnah (LASTERLIJKE AANKLACHT / pasal
317 KUHP);
f) Tuduhan secara memfitnah (LASTERLIJKE VERDACHTMAKING /
pasal 318 KUHP.
3. Semua penghinaan ini HANYA DAPAT dituntut apabila ada PENGADUAN dari orang yang menderita (merupakan delik aduan), kecuali penghinaan-penghinaan itu dilakukan terhadap seorang PNS yang sedang menjalankan pekerjaannya yang sah. Sedangkan obyek penghinaan tersebut adalah harus MANUSIA PERORANGAN bukan instansi Pemerintah, pengurus suatu perkumpulan, segolongan penduduk dan sebagainya. Apabila obyeknya bukan manusia, maka dikenakan pasal-pasal khusus seperti : Pasal 134 dan Pasal 137 (penghinaan pada Presiden atau Wakil Presiden), Pasal 12, Pasal 143 dan Pasal 144 (penghinaan terhadap Kepala Negara Asing), Pasal 156 dan Pasal 157 KUHP (penghinaan terhadap segolongan penduduk), Pasal 177 KUHP (penghinaan terhadap pegawai agama), Pasal 183 KUHP (penghinaan terhadap orang yang tidak mau duel) Pasal 207 dan 208 KUHP (penghinaan terhadap kekuasaan yang ada di Indonesia)
Kejahatan menista ini tidak perlu dilakukan di muka umum, sudah cukup bila dapat dibuktikan, bahwa Terdakwa ada maksud untu menyiarkan tuduhan itu.
Dari penjelasan pasal 310 KUHP tersebut, kiranya dapat kita simpulkan bahwa perihal penghinaan terhadap nama baik seseorang sudah ada pengaturannya di dalam KUHP dan harus membuat kita berhati-hati dalam berbicara maupun bertindak. (BERSAMBUNG).

Jumat, 07 Mei 2021

5 W & 1 H

Terhadap pembuktian dan pembuatan putusan dengan metode 5 H & 1 H, mengkin perlu dicermati dri masing-masing bidang, khususya dalam lingkup perkara pidana dan perdata.
1. PERKARA PIDANA :
- Perkara pidana dapat diadili apabila terdapat adanya Surat Dakwaan dari Penuntut Umum, yang berdasarkan Pasal 143 ayat (2) berisi : a. nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan tersangka DAN b. uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan ;
- Berdasarkan Pasal 143 ayat (3) KUHAP, Surat Dakwaan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf b, batal demi hukum ;
- Dari uraian lengkap dalam Surat Dakwaan tersebut sebenarnya sudah memenuhi metode 5 W & 1 H, yaitu ada identitas Terdakwa serta uraian mengenai tindak pidana yang dilakukan secara jelas ;
- Tugas Hakim atas Surat Dakwaan tersebut adalah mencari kebenaran materiil melalui pembuktian di persidangan yang di dalam putusan tetap mengacu kepada ketentuan Pasal 197 ayat (1) KUHAP ;
- Yang sering terlewatkan atau terlupakan adalah mengenai alasan dilakukannya tindak pidana (WHY). Banyak hal yang dapat dijadikan pertimbangan sebagai alasan pembenar maupun pemaaf, yaitu sebagaimana diatur dalam Pasal 44 s/d Pasal 52 KUHP mengenai Pengecualian, Pengurangan dan Penambahan Hukuman, maka Hakim harus secara cermat mempertimbangkan sifat dari tindak pidana yang dilakukan oleh Terdakwa, yaitu apakah tindak pidana tersebut dilakukan dengan SENGAJA ataukah ada KEALPAAN atau alasan yang membuat Terdakwa tidak mempunyai pilihan lain dan harus melakukan tindak pidana. Hal ini perlu dikedepankan mengingat Hakim juga harus mempertimbangkan aspek psikologis dari Terdakwa tersebut dan juga harus mempertimbangkan akibat dari dilakukannya tindak pidana oleh Terdakwa yang menyebabkan kerugian bagi pihak korban.
- Seringkali Hakim juga kurang teliti ketika memeriksa identitas Terdakwa yang "beda-beda tipis" usianya antara DEWASA dengan ANAK, mengingat TERDAKWA ANAK harus mendapat perlakuan yang berbeda dari Terdakwa Dewasa.
2. PERKARA PERDATA
- Pada prinsipnya, setiap orang yang merasa dirugikan atas perbuatan orang lain DAPAT mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri, yang tidak lain merupakan implementasi dari ketentuan Pasal 1365 KUH Perdata ;
- Setiap orang merupakan Subyek Hukum yang dilindungi segala kepentingannya oleh UU sebagaimana diatur dalam Pasal 2 KUH Perdata ;
- Dalam perkembangannya, Subyek Hukum tidak hanya orang perorangan akan tetapi juga Badan Hukum, Partai Politik bahkan Negara ;
- Terhadap pembuktian dalam perkara perdata, Hakim hendaknya mencermati kembali ketentuan Pasal 1865 KUH Perdata yang pada intinya menyebutkan bahwa siapa yang mendalilkan sesuatu hak haruslah membuktikannya dan ketentuan Pasal 1866 KUH Perdata tentang Alat Bukti dalam perkara perdata.
Selanjutnya, apabila Hakim telah benar-benar mempertimbangkan sebagaimana uraian tersebut di atas maka tentunya akan didapatkan fakta hukum yang sebenarnya dari suatu perkara dan metode pembuktian dengan 5 W & 1 H dapat membantu Hakim di dalam melakukan proses pembuktian.

DIMANA TANAH DIPIJAK, DISANA NASI DIMAKAN

                Sebuah prinsip yang selalu saya pegang saat saya masih sering merantau dan sebagai informasi saja, saya sudah berantau d...