Senin, 15 Agustus 2022

Pembelajaran Dari Kasus FS

 Pembelajaran Dari Kasus FS


Kami tidak akan membahas mengenai jalannya pemeriksaan dari kasus yang melibatkan FS, seorang Jenderal di lembaga Aparat Penegak Hukum di Indonesia, namun hanya akan membagikan catatan sebagai pengingat kita semua.
1) Sebagai bagian dari suatu perkara tindak pidana, sudah seharusnya dipahami bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan jalannya penyidikan, semua akan dibuktikan di persidangan. Segala hal yang terungkap selama persidangan harus dianggap sebagai fakta hukum yang tidak terbantahkan, sehingga dengan demikian, maka semua opini dan obrolan warung kopi selama penyidikan harus diabaikan;
2) Semua pihak yang terlibat harus dianggap tidak bersalah sebelum adanya putusan Hakim yang menyatakan bahwa pihak-pihak tersebut dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan suatu tindak pidana;
3) Masyarakat harus menghargai penyidikan yang dilakukan oleh Penyidik, seandainya ada kejanggalan, pihak yang berkaitan dengan perkara tersebut bisa mengajukan PRA PERADILAN untuk menguji apakah penyidikan yang dilakukan sudah sesuai sebagaimana diatur dalam Undang-Undnag yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP);
4) Yang terpenting adalah masyarakat harus menghormati Putusan Hakim dalam perkara tersebut, karena Putusan Hakim ada berdasarkan fakta hukum yang terbukti selama persidangan.
Kiranya 4 (empat) hal tersebut bisa menjadi pedoman bagi masyarakat dalam menyikapi perkembangan perkara ini.

Rabu, 10 Agustus 2022

Kejahatan Terhadap Jiwa Orang (Bagian 13 / PENUTUP)

 Kejahatan Terhadap Jiwa Orang (Bagian 13 / PENUTUP)

Pasal terakhir yang mengatur tentang kejahatan terhadap jiwa orang adalah Pasal 350 KUH Pidana, yang menyebutkan : "Pada waktu menjatuhkan hukuman karena makar mati (doodslag), pembunuhan direncanakan (moord) atau karena salah satu kejahatan yang diterangkan dalam Pasal 344 KUH Pidana, Pasal 347 KUH Pidana dan Pasal 348 KUH Pidana dapat dijatuhkan hukuman mencabut hak yang tersebut dalam Pasal 35 ayat (1) No. 1 s/d 5 KUH Pidana." Sebagai tambahan informasi, bahwa ketentuan Pasal 35 ayat (1) KUH Pidana menyebutkan sebagai berikut :
Hak si tersalah yang boleh dicabut dengan keputusan hakim dalam hal yang ditentukan dalam Kitab Undang-Undang ini atau dalam Undang-Undang umum yang lain, adalah :
1. Hak menjabat segala jabatan atau jabatan yang ditentukan;
2. Hak masuk pada kekuasaan bersenjata;
3. Hak memilih dan hak boleh dipilih pada pemilihan yang dilakukan menurut undang-undang umum;
4. Hak menjadi penasihat atau penguasa alamat (wali yang diakui sah oleh Negara) dan menjadi wali pengawas, menjadi kurator pengawas atas orang lain dari anaknya sendiri;
5. Kuasa bapak, kuasa wali dan penjagaan (kuratel/curatele) atas anak sendiri;
6. Hak melakukan pekerjaan yang ditentukan.
Dari ketentuan Pasal 350 KUH Pidana ini dapat diterangkan secara singkat sebagai berikut :
1. Pelaku kejahatan yang terbukti di persidangan, dapat dijatuhi hukuman tambahan sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 35 ayat (1) No. 1 s/d 5 KUH Pidana;
2. Hukuman tambahan ini diberlakukan untuk mencegah pelaku kejahatan untuk mengambil keuntungan atas pekerjaan atau jabatan yang sedang dijalankan atau yang akan dijalankannya;
Demikian penjelasan singkat mengenai Kejahatan Terhadap Jiwa Orang yang bisa kami sampaikan. Dan untuk selanjutnya kami akan menyampaikan pengaturan yang lain sebagaimana diatur di dalam KUH Pidana. Mohon maaf apabila terdapat kekurangan di dalam pembahasan ini.

DIMANA TANAH DIPIJAK, DISANA NASI DIMAKAN

                Sebuah prinsip yang selalu saya pegang saat saya masih sering merantau dan sebagai informasi saja, saya sudah berantau d...