Rabu, 18 April 2018

https://jdih.mahkamahagung.go.id/index.php?option=com_remository&Itemid=46&func=fileinfo&id=6782

Senin, 16 April 2018

HAKIM JUGA MANUSIA


Menjadi Hakim adalah suatu pilihan hati dan tentunya akan menjadi kebangsaan apabila tugas-tugasnya dilaksanakan penuh dengan amahan dan tanggung jawab. Tidak dapat dipungkiri bahwa kedudukan Hakim adalah sangat mulia, karena kata Hakim sendiri berasal dari kata Al-Hakim yang berarti Maha Adil, yang tidak lain merupakan pengejawantahan dari salah satu sifat Allah SWT, sehingga tentunya seorang Hakim dituntut untuk selalu memberikan keadilan kepada setiap pencari keadilan.
Bila di tinjau dari segi bahasa, Hakim mempunyai dua arti, yaitu :
Pertama : Pembuat Hukum, yang menetapkan, memunculkan sumber Hukum dan Kedua : Yang menemukan, menjelaskan, memperkenalkan, dan menyingkapkan.
Dari pengertian tersebut di atas maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa menjadi seorang Hakim harus menjadi seseorang yang bisa berfungsi sebagai pembuat hukum dan menetapkan hukum serta bisa menjalaskan, memperkenalkan dan menyingkapkan, dalam hal ini adalah menafsirkan pengertian yang ada dalam suatu undang-undang sebagai suatu produk hukum yang dituangkan dalam setiap putusannya.
Meski demikian, harus disadari pula bahwa seorang Hakim juga adalah seorang manusia yang tidak luput dari kekhilafan dan kesalahan, baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja.Walaupun bukan menjadi suatu alasan pembenar apabila seorang Hakim menjatuhkan putusan yang tidak sesuai dengan rasa keadilan dalam masyarakat, namun setidaknya memberikan suatu pemahaman bahwa menjadi Hakim haruslah tetap melakukan instrospeksi diri dan menjaga diri dari hal-hal yang dilarang dilakukan.
Buku Pedoman Perilaku Hakimpun telah mengatur 10 (sepuluh) perilaku Hakim yang harus dijalankan dengan sebaik-baiknya, sehingga dapat diibaratkan bahwa menjadi Hakim bagaikan sebuah kereta api yang harus berjalan di atas rel yang ada, yang apabila kereta api tersebut berjalan di luar rel yang ada dapat mengakibatkan kerugian bagi penumpangnya.
Namun, sebagai manusia, Hakim juga tidak terlepas dari masalah kemanusiaan. Seorang Hakim juga memiliki emosi, yang apabila tidak diredam ataupun dikelola dengan baik, justru akan merugikan diri sendiri.
Meskipun Hakim disebut juga sebagai WAKIL TUHAN, tetapi seorang Hakim juga masih membutuhkan makan, tempat berteduh dan membutuhkan keluarga, sehingga kadang kala kebutuhan manusiawi tersebut dilakukan melebihi dari tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya.
Perlunya seorang Hakim mengatur diri sendiri dengan selalu menjalankan tugas sebagaimana mestinya tetapi juga tidak melupakan kebutuhan hidup diri dan keluarganya. Oleh karena itu kiranya akan lebih baik apabila sebelum melaksanakan tugas, seorang Hakim agar selalu mendekatkan diri kepada Yang Maha Kuasa, karena kiranya Yang Maha Kuasa tersebut yang memiliki keadilan yang sebenarnya dan kiranya kita dapat diberikan perlindungan dan petunjuk di dalam setiap putusan yang yang buat.

Kamis, 12 April 2018

HASIL SELEKSI

https://www.mahkamahagung.go.id/id/pengumuman/2989/hasil-seleksi-administrasi-seleksi-terbuka-pengisian-jabatan-pimpinan-tinggi-pratama-pada-mahkamah-agung-tahun-2018

Rabu, 11 April 2018

KEGIATAN DI MAHKAMAH AGUNG RI

https://www.mahkamahagung.go.id/id/keputusan/2224/penyampaian-salinan-peraturan-presiden-nomor-tahun-45-tahun-2016

Selasa, 10 April 2018

Apakah belajar hukum itu mudah?

Sebuah pertanyaan yang sering terdengar ketika seseorang hendak mempelajari hukum. Bagi banyak orang, hukum merupakan sesuatu yang rumit, menyebalkan, menakutkan bahkan harus dihindari karena (menurut pandangan mereka) hukum itu bertele-tele dan tidak mudah mendapatkan keadilan bila melalui hukum. Benarkah demikian? Kita urai satu per satu. Hukum itu ada ketika ada interaksi 2 (dua) orang atau lebih. Keberadaan hukum harus karena adanya 2 orang atau lebih karena hukum ditujukan untuk mengatur tata kehidupan orang-orang tersebut. Hukum yang muncul dari interaksi 2 orang atau lebih tersebut masih berwujud hukum tidak tertulis yang seringkali berbentuk norma, baik itu norma sosial, norma agama, norma kesusilaan maupun norma kehidupan lainnya. Dengan bertambahnya jumlah orang dalam komunitas tersebut, akhirnya orang-orang tersebut bersepakat membuat aturan hukum secara tertulis yang didalamnya berisi aturan-aturan yang harus ditaati dan juga berisi sanksi bagi yang melanggarnya. Untuk mengaplikasikan hukum tertulis, khususnya di bidang hukum pidana tersebut, maka dibentuklah lembaga-lembaga penegak hukum, dari kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga pemasyarakatan. Sementara itu untuk melindungi hak-hak orang yang berperkara, maka ada ahli hukum yang membentuk lembaga advokasi yang kita kenal sebagai advokat (pengacara). Setiap oramg yang berperkara (pidana) baik sebagai pelaku tindak pidana maupun sebagai korban tindak pidana akan terlindungi hak-haknya selama proses penegakan hukum. Dari uraian terswbut, kiranya dapat dipahami bahwa secara singkat hukum itu tidak menakutkan bahkan penuh tantangan di dalamnya karena di dalam hukum kita akan menemukan kebenaran formil (untuk hukum pidana) maupun kebenaran materiil (untuk hukum perdata) yang semuanya bertujuan untuk melindungi hak-hak konstitusi dari setiap individu tang tunduk pada sebuah konstruksi hukum.

Senin, 09 April 2018

Gedung Pengadilan bukan Mercusuar Hukum

Sudah terlalu lama kita menempatkan gedung pengadilan bagai sebuah mercusuar hukum, yang sinarnya menjangkau wilayah yang jauh namun tidak dikenal oleh orang-orang di sekitarnya. Orang-orang baru mengetahui keberadaan gedung pengadilan hanya ketika bersengketa di bidang hukum (baik hukum pidana, perdata, hukum waris, tata usaha negara maupun hukum militer). Senyatanya, keberadaan gedung pengadilan hanya bagaikan seongggok gedung megah yang sangat dihindari oleh masyarakat, bahkan oleh masyarakat pencari keadilan sekalipun. Mengapa demikian? Tidak lain karena sikap aparatur di dalamnya yang hanya mau mengenal masyarakat sekitar atau masyarakat di kota tempat gedung pengadilan tersebut berada, ketika ada masyarakat pencari keadilan yang datang ke gedung pengadilan. Sudah saatnya berubah dan diubah keadaan seperti ini dengan mengenalkan gedung pengadilan adalah gedung milik masyarakat yang terbuka bagi masyarakat yang datang baik sebagai pencari keadilan maupun untuk keperluan yang lain, bahkan secara ekstrem, gedung pengadilan dapat dijadikan sebagai tempat tujuan wisata. Sudah banyak tempat tujuan wisata berupa gedung museum, tempat ibadah, atau peninggalan purbakala, namun tidak pernah (belum) terdengar, gedung pengadilan sebagai tempat tujuan wisata. Dengan dijadikannya gedung pengadilan sebagai tempat tujuan wisata, kita bisa mengenalkan sistem hukum kita, tata cara beracara di pengadilan, tata cara pengurusan surat-surat yang berhubungan dengan hukum dan masyarakat yang berwisata juga bisa secara langsung melihat proses persidangan yang sedang berlangsung. Hal ini tentunya dengan pembatasan yang ketat mengingat terdapat juga rahasia negara di dalam setiap gedung pengadilan. Namun apabila hal ini berani diterapkan maka gedung pengadilan tidak lagi sebagai mercusuar hukum yang hanya dikenal dari jarak jauh namun tidak dicintai dari dekat. Sudah seharusnya aparatur pengadilan menumbuhkan rasa cinta dari masyarakat di sekitarnya bahwa gedung pengadilan tetap milik rakyat yang juga harus dijaga, dirawat dan dicintai, apapun bentuk produk hukum yang dihasilkan.

KEGIATAN KETUA MAHKAMAH AGUNG RI

https://www.mahkamahagung.go.id/id/berita/2980/ketua-mahkamah-agung-menerima-kunjungan-kehormatan-duta-besar-republik-indonesia-untuk-kerajaan-norwegia

WISATA HUKUM

Pernahkah terbetik pemikiran untuk menjadikan gedung-gedung pengadilan maupun proses persidangan sebagai subyek wisata yaitu wisata hukum? Sangat mungkin, masih banyak masyarakat yang belum pernah bahkan tidak pernah melihat ke dalam gedung pengadilan, apalagi melihat proses persidangan yang bisa diibaratkan sebagai melodrama dan mendayu-dayu. Kecenderungan masyarakat saat ini adalah masih menghindari berurusan dengan hukum sebab masih adanya pemikiran bahwa proses persidangan sangat berbelit-belit dan membingungkan. Pandangan demikian sangat mungkin terjadi akan tetapi dengan telah berlangsungnya reformasi birokrasi di bidang yudisial, tentunya sudah banyak proses hukum yang tidak bertele-tele dan melelahkan. Hal-hal demikian tentunya belum banyak diketahui oleh masyarakat, sehingga perlu adanya terobosan untuk lebih mengenalkan hukum dan proses berhadapan dengan hukum dengan seluk beluk keadaan gedung pengadilan. Sudah saatnya gedung pengadilan menjadi ruang terbuka bagi masyarakat dan membuka diri bagi setiap anggota masyarakat yang ingin mengetahui proses hukum yang berlangsung di dalamnya. Kiranya dengan diadakannya wisata hukum, yaitu dnegan obyek kunjungan adalah gedung pengadilan, termasuk di dalamnya proses persidangan dan proses hukum lainnya yang sifatnya terbuka untuk umum, dapat dikunjungi dan disaksikan oleh masyarakat yang mengikuti wisata hukum. Dengan dijadikannya gedung pengadilan sebagai obyek wisata tentunya akan memudarkan kesan angker dari gedung pengadilan tersebut dan semakin mendekatkan masyarakat dengan gedung pengadilan, sehingga bisa memunculkan rasa memiliki akan adanya gedung pengadilan, termasuk di dalamnya, masyarakat semakin patuh terhadap hukum.

DIMANA TANAH DIPIJAK, DISANA NASI DIMAKAN

                Sebuah prinsip yang selalu saya pegang saat saya masih sering merantau dan sebagai informasi saja, saya sudah berantau d...