Sudah jamak terjadi orang akan malas berhadapan dengan hukum, sebab selain membutuhkan waktu yang lama juga banyak istilah hukum yang tidak dimengerti khususnya oleh masyarakat yang awam hukum. Dalam hukum pidana, hak setiap individu adalah sangat dilindungi, bahkan ketika orang itu harus berhadapan dengan hukum. Sebelum adanya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), penanganan terhadap orang yang melakukan tindak pidana didasarkan pada ketentuan dalam Herziene Indonesich Reglement (HIR) yang mengatur tentang acara di bidang Perdata dan Pidana untuk wilayah Jawa dan Madura, selain itu juga digunakan RBG [singkatan dari Rechtreglement voor de Buitengewesten yang sering diterjemahkan Reglemen Hukum Daerah Seberang (di luar jawa Madura), dan terdapat pula ketentuan yang bernama Rv adalah singkatan dari Wetboek op de Burgerlijke Rechtvordering yaitu hukum acara perdata dan pidana yang berlaku untuk golongan Eropa di jaman penjajahan. Khusus terhadap hukum acara pidana, dengan diberlakukannya KUHAP, maka ketentuan-ketentuan tersebut dinyatakan tidak berlaku lagi. Mengapa tidak berlaku lagi ? Sebab baik di dalam HIR, RBg maupun Rv mengandung ketentuan yang bersifat diskriminatif khususnya bagi masyarakat Indonesia, sebab bagaimanapun ketentuan tersebut merupakan produk hukum dari pemerintah kolonial Belanda, yang tentu lebih mengutamakan masyarakat Belanda itu sendiri. Terhadap seseorang yang melakukan tindak pidana, KUHAP telah mengatur di dalam Pasal 56 yang menyebutkan :
(1) Dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampun yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasihat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasihat hukum bagi mereka;
(2) Setiap penasihat hukum yang ditunjuk untuk bertindak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), memberikan bantuannya dengan cuma-cuma.
Dalam penjelasannya, pasal 56 ayat (1) KUHAP, memberikan penjelasan yaitu, "Menyadari asa peradilan yang wajib dilaksanakan secara sederhana, cepat dan biaya ringan serta dengan pertimbangan, bahwa mereka yang diancam dengan pidana kurang dari lima tahun tidak dikenakan penahanan kecuali tindak pidana tersebut dalam pasal 21 ayat (4) huruf b, maka untuk itu bagi mereka yang diancam pidana lima tahun atau lebih, tetapi kurang dari lima belas tahun, penunjukkan penasihat hukumnya disesuaikan dengan perkembangan dan keadaan tersedianya tenaga penasihat hukum di tempat itu.
Dalam prakteknya, seringkali pejabat yang memeriksa tersangka atau terdakwa sering lupa atau bahkan melupakan hak tersangka atau terdakwa untuk didampingi oleh penasihat hukum. Khusus untuk di Pengadilan Negeri, sudah ada perangkat yang disiapkan yaitu ada pelayanan penasihat hukum secara prodeo (cuma-cuma) dalam bentuk bantuan hukum. Hal ini sebagai upaya meminimalisir tidak terlinduginya hak-hak tersangka atau terdakwa ketika berhadapan dengan hukum, khususnya di muka persidangan.