Jumat, 27 Mei 2022

HUMANITY ABOVE THE LAW

 HUMANITY ABOVE THE LAW

Sebagaimana kita telah ketahui bersama bahwa salah satu tujuan hukum adalah keadilan bagi masyarakat, tentunya kita juga harus memahami bahwa tidak semua persoalan harus diselesaikan melalui ranah hukum. Saat ini dunia (termasuk Indonesia, tengah dihebohkan dengan mengalirnya "manusia perahu" jilid II, yang merupakan pelarian dari masyarakat Rohingya dari Myanmar. Mereka disebut sebagai manusia perahu mengingat jalan pelarian mereka dari negara asal adalah dengan menggunakan kapal-kapal kecil, yang tidak semestinya digunakan untuk berlayar dalam jangka waktu yang lama dan jarak yang sedemikian jauh, ditambah dengan jumlah penumpang dari kapal-kapa kecil tersebut yang "overload" atau melebihi kapasitas yang seharusnya dapat ditampung dalam kapal tersebut.
Apabila kita menerapkan secara kaku ketentuan-ketentuan dalam UU Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, tentunya Indonesia mempunyai hak untuk menolak menerima dan menampung "manusia perahu" tersebut. Dalam pasal 1 angka 1 UU Nomor 6 Tahun 2011 disebutkan "Keimigrasian adalah hal ihwal lalu lintas orang yang
masuk atau keluar Wilayah Indonesia serta pengawasannya dalam rangka menjaga tegaknya kedaulatan negara". Pada pasal 1 angka 3 lebih ditegaskan lagi mengenai fungsi keimigrasian yaitu "Fungsi Keimigrasian adalah bagian dari urusan pemerintahan negara dalam memberikan pelayanan Keimigrasian, penegakan hukum, keamanan negara, dan fasilitator pembangunan kesejahteraan masyarakat". Dari ketentuan-ketentuan tersebut apabila kita bertindak secara "letterlijk" atau kaku sesuai aturan perundang-undangan, maka Indonesia memiliki hak yang mutlak untuk menolak kedatangan "manusia perahu" tersebut dan mengirimnya kembali ke perairan internasional, sebab kedatangan mereka tanpa dilengkapi dengan dokumen keimigrasian dari negara asal dan tanpa adanya izin untuk memasuki wilayah negara lain. Akan tetapi keberadaan hukum ini "sedikit" dapat dikesampingkan apabila kita mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan yang sudah menjadi nilai-nilai universal yang diakui dalam Piagam PBB dimana Indonesia menjadi salah satu anggotanya yang mengakui dan melindungi hak asasi manusia tanpa memandang suku, agama, ras, bahasa dan jenis kelamin.
Keberadaan "manusia perahu" dari Myamnar tersebut tentu bukan tanpa sebab, akan tetapi apapun sebab yang mengakibatkan mereka melakukan pelarian sampai di negara lain, memunculkan kewajiban bagi negara yang didatangi, baik sebagai negara persinggahan maupun negara tujuan. Selama ini Indonesia lebih sering dijadikan negara persinggahan dari masyarakat dari negara lain yang melakukan pelarian atau pengungsian, sebagaimana kita ingat kejadian :"manusia perahu" jilid I yaitu masyarakat dari Vietnam yang melarikan diri akibat terjadinya perang di negaranya di sekitar tahun 1970 - 1980 dan Indonesia menyedikan Pulau Galang sebagai tempat penampungan sementara. Kejadian berulang saat ini dan sudah selayaknya Indonesia memberikan bantuan yang dibutuhkan setidaknya sampai orang-orang tersebut dapat berpikir secara jernih untuk mencari penghidupan yang baru. Ketiadaan dokumen keimigrasian untuk sementara dapat dikesampingkan demi keselamatan "manusia perahu" tersebut. Kiranya memang harus dipahami bahwa nilai-nilai kemanusian, dalam hal-hal tertentu harus dikedepankan daripada penegakan hukum secara kaku yang hanya akan mengakibatkan sirnanya kemanfaatan dari adanya hukum. Hukum memang harus tetap ditegakkan, dalam hal ini adalah mengenai keimigrasian, tetapi dalam keadaan "force majeur" penegakan hukum harus diselaraskan dengan keadaan yang ada. Keberadaan "manusia perahu" dari Myanmar di Indonesia bukanlah karena kehendak mereka untuk datang beramai-ramai ke Indonesia tanpa dokumen keimigrasian, akan tetapi karena adanya keadaan yang memaksa di negaranya yang membuat mereka harus melarikan diri dari negaranya dan terkatung-katung selama berhari-hari di tengah laut dan secara kebetulan perahu-perahu mereka mendekat dan memasuki perairan Indonesia.
Oleh karena itu para penegak hukum, dalam hal ini aparat keimigrasian harus memiliki kepekaan yang mendalam mengenai nilai-nilai kemanusiaan sehingga dapat memberikan pelayanan di dalam melindungi hak asasi manusia tanpa harus mengorbankan kedaulatan dan hukum negara.

Selasa, 24 Mei 2022

Kejahatan Terhadap Jiwa Orang (Bagian 9)

 Kejahatan Terhadap Jiwa Orang (Bagian 9)


Melanjutkan pembahasan tentang kejahatan terhadap jiwa orang, maka kita akan membahas ketentuan dalam pasal 346 KUH Pidana yang menyebutkan : "Perempuan yang dengan sengaja menyebabkan gugur atau matinya kandungan atau menyuruh orang lain untuk itu, dihukum penjara selama-lamanya 4 (empat) tahun." (Lihat pasal 37 KUH Pidana, pasal 299 KUH Pidana, pasal 347 huruf s KUH Pidana, pasal 349 KUH Pidana dan pasal 543 huruf s KUH Pidana).
Dari ketentuan pasal 346 KUH Pidana ini, maka dapat dijelaskan secara singkat sebagai berikut :
1) Perempuan yang sengaja menggugurkan atau membunuh kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, dikenakan pasal ini;
2) Orang yang mengaja menggugurkan atau membunuh kandungan seorang perempuan dengan tidak izin perempuan itu dihukum menurut pasal 347 KUH Pidana dan apabila dilakukan dengan izin perempuan itu, dikenakan pasal 348 KUH Pidana;
3) Cara menggugurkan atau membunuh kandungan itu rupa-rupa, baik dengan obat yang diminum, maupun dengan alat-alat yang dimasukkan melalui anggota kemaluan. Menggugurkan kandungan yang sudah mati, tidak dihukum, demikian pula tidak dihukum orang yang untuk membatasi kelahiran anak mencegah terjadinya hamil (Malthusianisme);
4) Jika seorang tabib, bidan atau ahli obat membantu kejahatan dalam pasal 346 KUH Pidana, berbuat atau membantu salah satu kejahatan dalam pasal 347 KUH Pidana dan pasal 348 KUH Pidana, maka bagi mereka hukumannya ditambah dengan sepertiganya dan dapat dipecat dari jabatannya (pasal 349 KUH Pidana). (BERSAMBUNG).

3 hal pentingnya keberadaan Hukum :

 3 hal pentingnya keberadaan Hukum :


Pondasi dari hukum adalah kejujuran, tiang dari hukum keberanian memberantas ketidakadilan dan atap dari hukum adalah keadilan bagi masyarakat.

Selasa, 17 Mei 2022

Kejahatan Terhadap Jiwa Orang (Bagian 8)

 Kejahatan Terhadap Jiwa Orang (Bagian 8)


Pasal berikutnya di dalam membahas mengenai kejahatan terhadap orang adalah pasal 345 KUH Pidana, yang menyebutkan : "Barangsiapa dengan sengaja menghasut orang lain untuk membunuh diri, menolongnya dalam perbuatan itu, atau memberikan daya upaya kepadanya untuk itu, maka jika orang itu jadi membunuh diri, dihukum dengan penjara selama-lamanya 4 (empat) bulan." (Lihat ketentuan pasal 37 KUH Pidana dan pasal 56 KUH Pidana).
dari ketentuan Pasal 345 KUH Pidana tersebut, maka dapat dijelaskan secara singkat sebagai berikut :
1) Orang bunuh diri tidak diancam hukuman tetapi orang yang dengan SENGAJA menghasut, menolong dan sebagainya orang lain untuk bunuh diri, dapat dikenakan pasal ini, asal orang itu benar-benar bunuh diri (mati), jika tidak atau betul bunuh diri tapi tidak mati (percobaan), orang yang menghasut itu tidak dapat dihukum;
2) Penjual obat yang menjual obat atau orang yang memberikan tali kepada orang dengan tidak mengetahui bahwa orang itu akan bunuh diri, tidak dikenakan pasal ini, karena pertolongan itu diberikan tidak dengan sengaja;
3) Setiap ucapan atau tulisan yang mempengaruhi orang ain untuk bunuh diri maka dapat dipidana dengan pasal ini. (BERSAMBUNG).

Jumat, 13 Mei 2022

Justice by Trial

 Apakah dengan Restorative Justice (RJ) pada perkara pidana akan langsung menghentikan suatu perkara tanpa melalui proses persidangan? Kalau benar, buat apa ada Lembaga Peradilan? Toh perkaraa bisa selesai di tingkat penyidikan......padahal adegiumnya adalah Justice by Trial.....

Kamis, 12 Mei 2022

Persidangan Dengan AI

Meskipun masih menjadi angan-angan akan tetapi suatu saat nanti proses persidangan akan menggunakan Artificial Intelegent (AI) atau Kecerdasan Buatan yang tidak bisa kota tolak perkembangannya, meski demikian sebaiknya penggunaan AI hanya sebatas pada pemanfaatan data statistik pihak yang berperkara saja tidak sampai pada penjatuhan putusan yang lebih mengutamakan hati nurani dan pemikiran manusia.

Rabu, 11 Mei 2022

Kejahatan Terhadap Jiwa Orang (Bagian 6)

 Kejahatan Terhadap Jiwa Orang (Bagian 6)


Melanjutkan pembahasan mengenai kejahatan terhadap jiwa orang, maka kita akan membahas ketentuan pasal 343 KUH Pidana, yang menyebutkan : "Bagi orang lain yang turut campur dalam kejahatan yang diterangkan dalam pasal 341 KUH Pidana dan pasal 342 KUH Pidana, dianggap kejahatan itu sebagai makar mati atau pembunuhan." (Lihat ketentuan pasal 55 huruf s KUH Pidana, pasal 338 KUH Pidana, Pasal 340 KUH Pidana dan pasal 350 KUH Pidana).
Dari ketentuan pasal 343 KUH Pidana ini, dapat dijelaskan secara singkat sebagai berikut :
1. Orang yang "turut melakukan" (mededader) dan "membantu melakukan" (medeplichtig) pada pembunuh anak tersebut dalam pasal 341 KUH Pidana dan pasal 342 KUH Pidana dihukum menurut peraturan tentang turut dan membantu kejahatan berdasarkan pasal 338 KUH Pidana (doodslag) dan pasal 340 KUH Pidana (moord);
2. Tentang "turut melakukan sebagaimana disebutkan dalam pasal 55 KUH Pidana yang menyebutkan :
(1) Dihukum sebagai orang yang melakukan peristiwa pidana:
a. Orang yang melakukan, yang menyuruh melakukan atau turut melakukan perbuatan itu;
b. Orang yang dengan pemberian, perjanjian, salah memakai kekuasaan atau pengaruh, kekerasan, ancaman atau tipu daya atau dengan memberi kesempatan, daya upaya atau keterangan, sengaja membujuk untuk melakukan sesuatu perbuatan;
(2) Tentang orang-orang yang tersebut dalam huruf b itu yang boleh dipertanggungkan kepadanya hanyalah perbuatan dengan sengaja dibujuk oleh mereka itu, serta dengan akibatnya.
3. Kesimpulannya bahwa siapapun membatu atau turut serta dalam suatu tindak pidana dapat dipidana, sehingga dalam perkara ini, siapapun yang turut serta dalam perbuatan aborsi secara illegal dapat dipidana;
4. Aborsi dapat dibenarkan apabila ada alasan medis yang mendukung, contohnya adalah keselamatan sang ibu atau alasan lain yang diberikan oleh pihak berwenang di bidang kesehatan. (BERSAMBUNG)

DIMANA TANAH DIPIJAK, DISANA NASI DIMAKAN

                Sebuah prinsip yang selalu saya pegang saat saya masih sering merantau dan sebagai informasi saja, saya sudah berantau d...