MELAYANI ATAU
DILAYANI, SUATU TINJAUAN
YURIDIS FILOSOFIS ATAS PELAKSANAAN TUGAS APARATUR BADAN PERADILAN
|
Oleh : H. Santhos Wachjoe P,
S.H.,M.H.
|
MELAYANI
ATAU DILAYANI, SUATU TINJAUAN
YURIDIS FILOSOFIS ATAS PELAKSANAAN TUGAS APARATUR BADAN PERADILAN
Oleh : H. Santhos Wachjoe P,
S.H.,M.H.
PENDAHULUAN
Kalau
bisa diperlama, buat apa dipercepat, kalau bisa dipersulit buat apa dipermudah.
Kalimat-kalimat tersebut, tentu sering kita dengar atau bahkan kita sendiri
yang mengucapkannya, beberapa waktu yang lalu. Sebuah kalimat yang tentunya
ditujukan kepada kualitas pelayanan, khususnya yang dilakukan oleh Aparatur
Sipil Negara (ASN) yang dulu disebut sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Sudah
jamak terjadi apabila kita membutuhkan pelayanan dari ASN/PNS pada waktu itu
sangat lama dan membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Ambil
contoh saja ketika seseorang yang telah dewasa (berusia 17 tahun) yang hendak
mengambil Kartu Tanda Penduduk (KTP yang merupakan haknya, harus mengurusnya
dari mulai membuat Surat Keterangan di tingkat Ketua Rumah Tangga (RT),
kemudian disahkan oleh Ketua Rukun Wrga (RW), selanjutnya diserahkan ke Kantor
Desa / Kelurahan setempat.Setelah itu, apakah KTP akan jadi dan diterima pada
hari yang sama? Belum tentu. Dengan alasan administrasi, biasanya pemohon KTP
akan diminta untuk menyerahkan sejumlah uang supaya KTP kita dipercepat. Hal
ini diperparah lagi dengan bertebarannya para calo di sekitar Kantor Kelurahan
/ Kantor Desa. Bisa jadi KTP yang kita harapkan malah menjadi sesuatu yang
tidak bisa kita miliki, karena banyak faktor yang menyebabkan demikian.
Ketika
kita akan berbuat sesuatu yang menyimpangi hal di atas, maka kita akan diolok
sebagai orang yang sok suci, udah gak doyan duit, hanya pura-pura saja padahal
aslinya lebih parah dan seabreg ejekan lainnya. Tentu hal ini membuat kita
menjadi sakit hati dan disingkirkan dari pergaulan di kantor. Sesuatu yang
seharusnya tidak terjadi mengingat ketika kita sudah mengikrarkan sebagai abdi
masyarakat maka kita harus bekerja demi masyarakat yang telah membayar kita
melalui pajak yang mereka bayar. Kesadaran inilah yang harus kita bangun dan
kita pelihara sehingga tidak terjadi disparitas pelayanan dari satu daerah
dengan daerah lain.
Perilaku
demikian juga kita temukan di sector judicial yaitu pelayanan aparat penegak
hukum di Kantor Pengadilan di masa lampau masih melakukan praktek yang sama.
Semua masih didasarkan pada hal suka maupun tidak suka, juga didasarkan pada
besaran nominal yang dibayarkan oleh orang yang membutuhkan pelayanan.
Hal
demikian seharusnya sudah menjadi hal yang harus kita tanggalkan dan kita harus
bersiap melakukan perbuahan perilaku, terutama dengan berkembang dengan
pesatnya tekhnologi informasi yang terjadi pada saat ini yang tidak mungkin
lagi kita tolak atau kita ingkari. Mau tidak mau, suka maupun tidak suka, kita
sudah masuk pada masa revolusi industri tahap keempat (point 4.0) yang hampIr
meniadakan peranan manusia dalam pelayanan terhadap masyarakat.
PERMASALAHAN
Dari
uraian yang termaktub di dalam pendahuluan tersebut, maka dalam hal ini akan
muncul permasalahan yang harus kita pecahkan bersama. Permasalahan tersebut
adalah :
1. Apa
yang disebut dengan abdi masyarakat?
2. Bagaimana
peranan Aparatur Sipil Negara (ASN) pada saat ini?
3. Apakah
dampak Zona Integrasi dengan memberlakukan WBK (Wilayah Bebas Korupsi) dan WBBM
(Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani) pada pemberian pelayanan kepada
masyarakat?
4. Bagaimana
peranan Mahkamah Agung dalam pemberdayaan aparatur badan peradilan di
Indonesia?
PEMBAHASAN
A.
Abdi Masyarakat
Abdi Negara dan Abdi Masyarakat,sebuah
sebutan bagi seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS). Suatu kebanggaan apabila
seseorang mampu menjadi seorang PNS, baik dari jalur pendaftaran resmi maupun
dari jalur menggantikan orang tuanya yang pensiun dari seorang PNS. Di
tahun-tahun 1970-1980, masih banyak seorang PNS yang bisa menjadi PNS karena
menggantikan orangtuanya yang pensiun.
Di
tahun-tahun tersebut, penerimaan calon PNS hanya bersifat formalitas saja,
posisi yang kosong sudah ada calon yang akan menempati dan supaya dikatakan ada
penerimaan calon PNS secara terbuka, maka dibuatlah semacam pengumuman
penerimaan calon PNS yang hasilnya sudah bisa ditebak, yang benar-benar lolos
hanya sedikit saja dari yang ikut seleksi. Sistem penerimaan yang penuh dengan
nuansa kolusi sangat terasa, siapa yang memiliki keluaraga yang mempunyai
kedudukan yang tinggi di suatu instansi pemerintah, akan sangat dengan mudah
memasukkan kerabatnya menjadi PNS di instansi pemerintah tersebut.
Tidak
terhitung pula jumlahnya orang-orang yang mengaku dapat memasukkan seseorang
menjadi PNS dan meminta bayaran yang tidak sedikit, atau biasa kita sebut
sebagai Calo. Mereka bekerja bagaikan bayangan, nyata ada namun sulit
ditemukan, terlebih pada masa lalu, transaksi keuangan yang terjadi adalah
dilakukan secara tunai, yaitu menyerahkan uang secara langsung dari orang-orang
yang ingin menjadi PNS kepada orang yang mengaku dapat mengurus proses
pengangkatan seseorang menjadi seorang PNS. Kita baru mengetahui bahwa orang
yang kita percayakan adalah calo ketika diumumkan siapa saja yang berhasil
emnjadi PNS dan nama kita atau kerabat kita yang ingin jadi PNS tidak tercantum.
Sudah keluar uang yang tidak sedikit, hasilnya adalah nihil, gagal menjadi
seorang PNS yang bisa dibanggakan.
Seorang PNS pada dasarnya adalah seorang Abdi Masyarakat yang mempunyai arti
adalah pegawai pemerintah yang pada dasarnya mempunyai kewajiban
melayani masyarakat. Oleh
karena itu tidak dapat dipungkiri bahwa menjadi seorang PNS juga harus siap
menjadi seorang ABDI bagi masyrakat.
Sedangkan pengertian ABDI adalah
sebagaimana dijelaskan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang
menyebutkan bahwa ABDI berarti :
abdi/ab·di/ n 1 orang bawahan; pelayan; hamba; 2 budak tebusan;
-- dalem Jw pegawai keraton;
-- masyarakat pegawai pemerintah yang pada dasarnya mempunyai
kewajiban melayani masyarakat;
-- negara pegawai yang bekerja pada pemerintah; pegawai negeri;
|
Dari pengertian tersebut, maka sudah seharusnya seorang PNS harus
memberikan pelayanan yang optimal kepada masyarakat dalam hal pelayanan umum.
Dan pelayanan yang diberikan juga harus diberikan secara ikhlas serta penuh
tanggung jawab, sedangkan yang dimaksud dengan melayani adalah :
melayani (pasif: dilayani, kulayani, kaulayani, akar: layan)
1.
membantu
menyiapkan (mengurus) apa-apa yang diperlukan seseorang; meladeni:
para pembantu sibuk melayani tamu
2.
menerima
(menyambut) ajakan (tantangan, serangan, dsb):
kita tidak perlu melayani mulut-mulut usil
3.
mengendalikan;
melaksanakan penggunaannya (senjata, mesin, dsb):
lulusan STM sudah dapat melayani mesin diesel;
|
B.
Arti dari Pegawai Negeri Sipil (PNS)
Sebelum berubah menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN), dahulu disebut dengan
istilah Pegawai Negeri Sipil (PNS). Istilah tersebut mempunyai pengertian
sebagaimana tercantum di dalam website Wikipedia,
yang menyebutkan bahwa :
Pegawai
negeri atau pegawai
negeri sipil (bahasa Inggris: civil servant, bahasa Belanda: ambtenaar) adalah orang yang
dipekerjakan oleh lembaga pemerintah untuk memberikan pelayanan publik. Sebagai profesi, pegawai negeri merupakan jabatan yang
ditempuh melalui jenjang karier dan bukan berdasarkan pemilihan umum yang melibatkan suara rakyat. Pegawai negeri didefinisikan
secara berbeda di berbagai negara dan bisa saja tidak mencakup personel militer di
negara tersebut.
Sebuah sebutan yang membanggakan ketika seseorang menyandang jabatan
sebagai seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang sampai saat ini masih dianggap
sebagai sebuah pekerjaan yang mnejanjikan kemapanan dan mendapatkan penghasilan
yang cukup sampai akhir masa pengabdiannya (pensiun) dengan peluang mendapatkan
kedudukan jabatan yang lebih tinggi sebelum pensium. Jabatan yang lebih tinggi
tentu juga mendapatkan penghasilan yang lebih besar. Sehingga tidak
mengherankan apabila sampai saat ini, banyak anggota masyarakat yang memimpikan
bisa menjadi seorang pegawai negeri sipil.
Pengadaan pegawai negeri sipil adalah berdasarkan ketentuan Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian yang kemudian diubah dengan
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. Dengan diterbitkannya
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), maka istilah yang
digunakan saat ini adalah Aparatur Sipil Negara (ASN) dan bukan lagi Pegawai
Negeri Sipil (PNS) sebab PNS menjadi bagian dari ASN. Dan Undang-Undang Nomor 5
Tahun 2014 tersebut merupakan sarana Employer Building (Pembangunan
Kepegawaian) bagi ASN.
Apa yang dimaksud dengan ASN? Lembaga Administrasi Negara (LAN) menjelaskan
bahwa ASN adalah alat kelengkapan negara
terutama meliputi bidang kelembagaan, ketatalaksanaan, dan kepegawaian, yang
mempunyai tanggung jawab melaksanakan roda pemerintahan sehari-hari yang
meliputi aparatur kenegaraan dan pemerintahan sebagai abdi negara dan abdi
masyarakat, bertugas dan bertanggung jawab atas penyelenggaraan negara dan
pembangunan serta senantiasa mengabdi dan setia kepada kepentingan, nilai-
nilai dan cita- cita perjuangan bangsa dan negara berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945 dan Aparatur Sipil
Negara sebagai penyelenggara
pemerintahan diberikan tanggung jawab untuk merumuskan langkah-langkah
strategis dan upaya-upaya kreatif guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat
secara adil, demokratis dan bermartabat.
ASN sendiri dibagi menjadi 2 (dua) yaitu Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan
Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Kedua istilah tersebut
mempunyai konsekuensi kerja dan tanggung jawab yang berbeda, yaitu :
1) PNS
merupakan pegawai ASN yang diangkat sebagai pegawai tetap dan memiliki nomor
induk pegawai (NIP). Sedangkan PPPK merupakan pegawai ASN yang diangkat sebagai
pegawai dengan perjanjian kerja sesuai kebutuhan dan ketentuan UU ASN;
2) PNS
berhak memperoleh gaji pokok, tunjangan, cuti, jaminan pensiun (jaminan hari
tua), perlindungan, dan pengembangan kompetensi, sedangkan PPPK berhak mendapatkan gaji, tunjangan,
cuti, perlindungan, dan pengembangan kompetensi, kemudian PPPK tidak berhak memperoleh pensiun seperti
halnya PNS dan PPPK
juga tidak berhak memperoleh NIP karena masa kerjanya hanya menyesuaikan
kebutuhan instansi pemerintah yang bersangkutan.
C.
Kedudukan dan Peran dari Aparatur Sipil Negara (ASN)
Seorang ASN baik itu Pegawai Negeri Sipil (PNS) ataupun Pegawai Pemerintah
dengan Perjanjian Kerja mempunyai peran vital dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat. Untuk memperjelas mengenai ASN, kiranya dapat dipahami bahwa
seorang ASN memiliki kedudukan dan peran yang sangat penting dalam pelaksanaan
pelayanan yang dilakukan oleh Pemerintah.
Detik.com dalam artikelnya menyebutkan bahwa mengenai kedudukan
PNS dalam NKRI sebagai unsur aparatur negara yang berfungsi sebagai pelaksana
kebijakan publik, pelayan publik, dan perekat dan pemersatu bangsa. PNS
melaksanakan kebijakan yang ditetapkan oleh pimpinan instansi pemerintah.
Selanjutnya dalam
menjalankan tugasnya, PNS harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua
golongan dan partai politik. Berikut tugas PNS dan PPPK sebagai pegawai ASN:
a. Melaksanakan kebijakan publik yang dibuat oleh Pejabat
Pembina Kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. Memberikan pelayanan publik yang profesional dan berkualitas;
dan
c. Mempererat persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Kemudian, merujuk pada
Pasal 12 UU Nomor 5 Tahun 2014, pegawai ASN (PNS dan PPPK) berperan sebagai
perencana, pelaksana, dan pengawas penyelenggaraan tugas umum pemerintahan dan
pembangunan nasional melalui pelaksanaan kebijakan dan pelayanan publik yang
profesional, bebas dari intervensi politik, serta bersih dari praktik korupsi,
kolusi, dan nepotisme.
Mengingat akan pentingnya ASN dimana PNS menjaadi bagian
di dalamnya, maka sangat masuk akal bahwa Pemerintah sangat mengandalkan kepada
ASN untuk memberikan pelayanan yang optimal kepada masyarakat. Pelayanan
tersebut dengan menghindarkan adanya celah sedikitpun ASN untuk bisa melakukan
kesalahan yang berakibat pada tindakan yang bersifat koruptif yang akan
merugikan masyarakat. Sebab, apapun alasannya, setiap kesalahan ASN dalam
menjalankan tugas-tugasnya sangat berpengaruh terhadap segala bentuk pelayanan
yang diberikan Pemerintah kepada masyarakat.
Berkaitan dengan pelaksanaan tugas Aparatur Sipil Negara
(ASN), perlu pula diperhatikan ketentuan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun
2014 tentang disiplin ASN. Pasal 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 menyebutkan
:
Nilai dasar sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 huruf a meliputi:
a. Memegang teguh ideologi Pancasila;
b. Setia dan mempertahankan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta pemerintahan yang sah;
c. Mengabdi kepada negara dan rakyat
Indonesia;
d. Menjalankan tugas secara profesional dan
tidak berpihak;
e. Membuat keputusan berdasarkan prinsip
keahlian;
f. Menciptakan lingkungan kerja yang nondiskriminatif;
g. Memelihara dan menjunjung tinggi standar
etika yang luhur;
h. Mempertanggungjawabkan tindakan dan
kinerjanya kepada publik;
i. Memiliki kemampuan dalam melaksanakan
kebijakan dan program pemerintah;
j. Memberikan layanan kepada publik secara
jujur, tanggap, cepat, tepat, akurat, berdaya guna, berhasil guna, dan santun;
k. Mengutamakan kepemimpinan berkualitas
tinggi;
l. Menghargai komunikasi, konsultasi, dan
kerja sama;
m. Mengutamakan pencapaian hasil dan
mendorong kinerja pegawai;
n. Mendorong kesetaraan dalam pekerjaan;
dan
o. Meningkatkan efektivitas sistem
pemerintahan yang demokratis sebagai perangkat sistem karier;
Sedangkan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014,
menyebutkan sebagai berikut :
(1) Kode etik dan kode perilaku sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 huruf b bertujuan untuk menjaga martabat dan kehormatan
ASN;
(2) Kode etik dan kode perilaku sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berisi pengaturan perilaku agar Pegawai ASN:
a. Melaksanakan tugasnya dengan jujur,
bertanggung jawab, dan berintegritas tinggi;
b. Melaksanakan tugasnya dengan cermat dan
disiplin;
c. Melayani dengan sikap hormat, sopan, dan
tanpa tekanan;
d. Melaksanakan tugasnya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
e. Melaksanakan tugasnya sesuai dengan
perintah atasan atau Pejabat yang Berwenang sejauh tidak bertentangan dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan dan etika pemerintahan;
f. Menjaga kerahasiaan yang menyangkut
kebijakan negara;
g. Menggunakan kekayaan dan barang milik
negara secara bertanggung jawab, efektif, dan efisien;
h. Menjaga agar tidak terjadi konflik
kepentingan dalam melaksanakan tugasnya;
i. Memberikan informasi secara benar dan
tidak menyesatkan kepada pihak lain yang memerlukan informasi terkait kepentingan
kedinasan;
j. Tidak menyalahgunakan informasi intern
negara, tugas, status, kekuasaan, dan jabatannya untuk mendapat atau mencari
keuntungan atau manfaat bagi diri sendiri atau untuk orang lain;
k. Menggunakan kekayaan dan barang milik
negara secara bertanggung jawab, efektif, dan efisien; dan
l. Melaksanakan ketentuan peraturan
perundang-undangan mengenai disiplin Pegawai ASN;
(3) Kode etik dan kode perilaku sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
Ketentuan pasal 4 dan pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun
2014 tersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Nomor 7 Tahun 2014 yang
diimplementasikan dengan istilah BERAKHLAK
yang merupakan Core Value yaitu :
1. Berorientasi pelayanan;
2. Akuntabel;
3. Kompeten;
4. Harmonis;
5. Loyal;
6. Adaptif;
7. Kolaboratif:
Terhadap singkatan BERAKHLAK
tersebut dapat dijelaskan dengan penjelasan sebagai berikut :
1. Berorientasi
pelayanan :
a. Memahami dan memenuhi kebutuhan masyarakat.
b. Ramah, cekatan, solutif, dan dapat diandalkan;
c. Melakukan perbaikan tiada henti;
2. Akuntabel :
a.
Melaksanakan tugas dengan jujur, bertanggung jawab, cermat, serta
disiplin dan berintegritas tinggi;
b.
Menggunakan kekayaan dan barang milik negara secara bertanggung jawab,
efektif dan efisien;
c.
Tidak
menyalahgunakan kewenangan jabatan;
3. Kompeten
:
a.
Meningkatkan kompetensi diri untuk menjawab tantangan yang selalu
berubah;
b.
Membantu orang lain belajar;
c.
Melaksanakan
tugas dengan kualitas terbaik;
4. Harmonis
:
a.
Menghargai setiap orang apapun latar belakangnya;
b.
Suka menolong orang lain;
c.
Membangun
lingkungan kerja yang kondusif;
5. Loyal
:
a.
Memegang teguh ideologi Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, setia kepada NKRI
serta pemerintahan yang sah;
b.
Menjaga
nama baik sesama ASN, pimpinan, instansi dan Negara;
c.
Menjaga
rahasia jabatan dan Negara;
6. Adaptif
:
a.
Cepat menyesuaikan diri menghadapi perubahan;
b.
Terus berinovasi dan mengembangkan kreativitas;
c.
Bertindak
proaktif;
7. Kolaboratif
:
a.
Memberi kesempatan kepada berbagai pihak untuk
berkontribusi;
b.
Terbuka
dalam bekerja sama untuk menghasilkan nilai tambah;
c.
Menggerakkan
pemanfaatan berbagai sumber daya untuk tujuan bersama.
Bagaimana dengan pelayanan yang diberikan ASN di bidang
hukum, khususnya di lingkungan badan peradilan? Sebagai badan peradilan yang
berada di bawah Mahkamah Agung, badan peradilan baik di tingkat pertama maupun
di tingkat banding bahkan di tingkat kasasi, terhadap ASN yang dimiliknya juga
tetap berdasarkan ketentuan UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara
(ASN).
Saat ini, demi meningkatkan kinerja ASN, maka seiap
instansi Pemerintah menerapkan Zona Intergritas (ZI) yang harus menjaadi
pedoman bagi setiap ASN dalam menjalankan tugas-tugasnya. Apakah Zona
Integritas tersebut?
Bahwa berdasarkan Peraturan
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik
Indonesia Nomor 10 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 52 Tahun 2014
Tentang Pedoman Pembangunan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi
dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani di Lingkungan Instansi Pemerintah, disebutkan bahwa :
Zona
Integritas (ZI) adalah predikat yang diberikan kepada instansi pemerintah yang
pimpinan dan jajarannya mempunyai komitmen untuk mewujudkan Wilayah Bebas
Korupsi (WBK)/Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBBM) melalui reformasi
birokrasi, khususnya dalam hal pencegahan korupsi dan peningkatan kualitas
pelayanan publik.
Tujuan akhir dari Zona Integritas (ZI) adalah pelayanan prima demi
terjaminnya pelayanan dari pemerintah untuk memenuhi seluruh kebutuhan masyarakat.
Dengan tekad bersihnya birokrasi dan seluruh lingkarannya dari semua tindakan
yang bersifat koruptif, diharapkan terciptanya ASN yang bermartabat dan
bertingkah laku jujur. Dalam pelaksanaa Zona Integritas, tentu harus melalui
tahapan-tahapan yang harus terpenuhi persyaratannya oleh setiap instnasi
Pemerintah, baik di pusat maupun di daerah, yang bukan hanya bersifat
administratif tetapi juga terlihat dalam bentuk pelayanan kepada masyarakat.
Ada 2 (dua) tahapan dalam Zona Integritas, yaitu Wilayah Bebas Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBBM). Apa beda dari keduanya?
Secara singkat dapat dijelaskan sebagai berikut :
1)
Wilayah Bebeas Korupsi (WBK) adalah predikat yang diberikan kepada suatu unit
kerja/kawasan yang memenuhi sebagian besar manajemen perubahan, penataan
tatalaksana, penataan sistem manajemen SDM, penguatan pengawasan, dan penguatan
akuntabilitas kinerja;
2)
Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani
(WBBM) yang selanjutnya disingkat
Menuju WBBM adalah predikat yang diberikan kepada suatu unit kerja/kawasan yang
memenuhi sebagian besar manajemen perubahan, penataan tatalaksana, penataan
sistem manajemen SDM, penguatan pengawasan, penguatan akuntabilitas kinerja,
dan penguatan kualitas pelayanan publik.
D.
Dampak
Zona Integrasi dengan memberlakukan WBK (Wilayah Bebas Korupsi) dan WBBM
(Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani) pada pemberian pelayanan kepada
masyarakat
Harus dipahami bahwa Zona Integritas (ZI) merupakan sebutan atau predikat yang
diberikan kepada kementerian, lembaga dan pemerintah daerah yang pimpinan dan
jajarannya mempunyai niat (komitmen) untuk mewujudkan WBK dan WBBM melalui
upaya pencegahan korupsi, reformasi birokrasi dan peningkatan kualitas
pelayanan publik. Kementerian, lembaga dan pemerintah daerah yang telah
mencanangkan sebagai ZI mengusulkan salah satu unit kerjanya untuk menjadi
Wilayah Bebas dari Korupsi.
Reformasi birokrasi
merupakan hal mutlak harus dilaksanakan sebagaimana telah tercantum di dalam
Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun
2010 Tentang Grand Design Reformasi
Birokrasi yang mengatur tentang pelaksanaan program hal reformasi birokrasi yang menargetkan tercapainya tiga sasaran hasil utama yaitu
peningkatan kapasitas dan akuntabilitas organisasi, pemerintah yang bersih dan
bebas KKN, serta peningkatan pelayanan publik. Pada
tingkat Pemerintah Daerah (Pemda), pembangunan
Zona Integritas dianggap sebagai role
model Reformasi Birokrasi dalam penegakan integritas dan
pelayanan berkualitas dalam arti lain bahwa Zona Intergritas/ Wilayah Bebas
Korupsi merupakan miniatur dari Reformasi Birokrasi di tingkat Perangkat
Daerah.
Reformasi Birokrasi
yang dicanangkan oleh Pemerintah merupakan usaha untuk memperbaiki birokrasi
yang selama ini dikenal merupakan birokrasi yang mempersulit semua urursan yang
diinginkan oleh masyarakat. Ketika masyarakat membutuhkan pelayanan yang cepat,
tepat dan berbiaya ringan, namun justru birokrasi di Indonesia lebih memilih
untuk memperlama dan mempersulit pelayanan yang diberikan.
Birokrasi yang
ruwet juga dialami oleh Mahkamah Agung dalam semua tingkatan peradilan.
Masyarakat pencari keadilan sering dihadapkan terhadap keadaan yang membebani
para pencari keadilan tersebut. Sering terdengar bahwa ketika para pencari
keadilan berhadapan dengan aparatur negara di badan peradilan, dipersulit, baik
dengan dengan berbagai alasan seperti meminta uang sehingga putusan bisa sesuai
dengan permintaan para pencari keadilan, juga dengan alasan, putusan belum siap
dan berbagai alasan lainnya.
Oleh sebab itu,
maka Mahkamah Agung mempunyai kepentingan untuk mengatur perilaku aparaturnya.
Berkenaan dengan hal tersebut, Mahkamah Agung menyatakan bahwa Mahkamah Agung
harus pula melakukan Reformasi Birokrasi, baik di dalam lingkungan Mahkamah
Agung namun juga terhadap lingkungan yang bersentuhan dengan Mahkamah Agung
maupun badan peradilan yang berada di bawahnya.
Saat ini sangat
dibutuhkan perbaikan perilaku aparatur penegak hukum khususnya di lingkungan
Mahkamah Agung. Sebagai benteng terakhir dari keadilan, Mahkamah Agung
mmepunyai kewajiban untuk menjaga hukum tetap ditegakkan dan ditaati oleh
masyarakat. Meskipun langit akan runtuh, keadilan tetap harus ditegakkan.
E.
Peranan
Mahkamah Agung dalam pemberdayaan aparatur badan peradilan di Indonesia
Mahkamah Agung mempunyai peran yang sangat penting di dalam penegakan hukum
di Indonesia. Sebagai badan peradilan tertinggi dan membawahi badan-badan
peradilan yang ada di bawahnya, Mahkamah Agung harus melakukan pengawasan
terhadap badan-badan peradilan yang ada di bawahnya. Dengan jumlah badan
peradilan dari tingkat pertama hingga tingkat bading dalam 4 (empat) lingkungan
peradilan, yang berjumlah lebih dari 500 (lima ratus) unit badan peradilan
dengan hakim dan pegawai yang berjumlah puluhan ribu orang, tentu menjadi
maslah tersendiri bagi Mahkamah Agung di dalam melakukan pengawasan.
Disamping melakukan pengawasan, Mahkamah Agung juga mempunyai kewajiban
untuk memberdayakan aparaturnya. Memberdayakan dalam hal ini berarti memberikan
bekal yang cukup bagi para aparaturnya sehingga bisa melaksanakan tugas dengan
sebaik-baiknya. Pemberian bekal tersebut bisa dilakukan dengan memberikan
pelatihan-pelatihan maupun membuat surat yang berisi petunjuk teknis dalam
melaksanakan tugas kedinasan.
Ketika pemerintah melakukan Reformasi Birokrasi, maka Mahkamah Agung yang
juga merupakan salah satu unsur dari Trias Politika yang terdiri dari Aparatur
Sipil Negara (ASN) yang terdiri dari Asn yang berada di Kantor Pusat Mahkamah
Agung di Jakarta maupun ASN yang berada di badan peradilan yang ada dibawahnya.
Mahkamah Agung juga menerapkan Zona Integrasi (ZI) di dalam memberikan
pelayanan bagi para pencari keadilan. Menindaklanjuti
Surat Sekretaris Mahkamah Agung RI kepada Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
dan Reformasi birokrasi nomor 1081 /SEK/OT.01.1/7/2020 tanggal 13 juli 2020
perihal pengajuan unit kerja Berpredikat menuju WBK/WBBM dilingkungan Mahkamah
Agung RI, yang ditujukan kepada YTH Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama ,
Para Ketua Pengadilan Tk Banding pada 4 (empat) lingkungan peradilan yang
diusulkan berpredikat wilayah WBK/WBBM, Para Ketua Pengadilan Tk Pertama
pada 4 (empat) lingkungan peradilan yang diusulkan berpredikat wilayah
WBK/WBBM, Maka dengan ini Mahkamah
Agung mengeluarkan Surat dari Sekretaris Mahkamah Agung Nomor 1552 tanggal 27
Agustu 2020 tentang Langkah Strategis
Zona Integritas (ZI), Wilayah Bebas
Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih
Melayani (WBBM). Surat dari Sekretaris
Mahkamah Agung tersebut didasarkan kepada Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA)
Nomor 2 Tahun 2014.
Surat Edaran Mahkamah Agung tersebut ditindaklanjuti dengan Surat
Sekretaris Mahkamah Agung Nomor : 1552/SET/OT.01/8/2020 tanggal 27 Agustus
2020, yang pelaksanaan di
setiap Satuan Kerja (Satker) tetap diawasi dan di-supervisi oleh Mahkamah Agung.
F.
KESIMPULAN
Dari uraian singkat tersebut di atas, kiranya dapat kita
ambil kesimpulan sebagai berikut :
1) Perlunya perubahan paradigma bagi
Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau yang sekarang disebut dengan Aparatur Sipil
Negara (ASN) dari paradigma dilayani menjadi dilayani sudah harus dilakukan
mengingat saat ini sudah jaman keterbukaan yaitu terbukanya seluruh informasi publik
, yang dapat diakses oleh masyarakat;
2) Terbukanya informasi yang bersifat
publik menjadikan perilaku ASN menjadi perhatian masyarakat, segala perilaku
yang baik dan buruk akan menjadi konsumsi publik dengan segala akibatnya;
3) Saat ini juga sudah era penerapan
tekhnologi informasi yang membuat semua informasi disajikan secara digital dan dapat diakses oleh semua
orang, tidak hanya di wilayah Indonesia tetapi juga di seluruh dunia, sehingga
dibutuhkan insan-insan ASN, khususnya di Mahakah Agung, yang memiliki kemampuan
di bidang tekhnologi informasi;
4) Yang terpenting dari semuanya adalah
adanya perilaku yang malas bekerja tapi ingin penghasilan yang besar dan tidak
mau melayani masyarakatnya yang sudah menjadi tugasnya menjadi perilaku yang
ikhlas bekerja dan melayani masyarakat sesuai dengan tugas pookok dan
fungsinya, berperilaku jujur dan tidak koruptif, yang tentu Negara tidak akan
tinggal diam dalam menilai perilaku ASN tersebut dan memberi balasan dengan
gaji dan pendapatan yang sesuai;
G.
PENUTUP
Demikian makalah singkat ini kami sajikan, semoga bisa
menjadi bahan renungan kita bersama, khususnya di Mahkamah Agung, di dalam
memberikan pelayanan yang optimal kepada masayarakat, khususnya kepada para
pencari keadilan. Semoga dengan tulisan
ini dapat menjadi dasar pijakan perubahan ASN di Indonesia, setidaknya di
lingkungan Mahkamah Agung Republik Indonesia.
H.
WEBSITES
:
1. https://id.wikipedia.org/wiki/Pegawai_negeri_sipil,
diunduh pada tanggal 27 Februari 2023;
2. https://kbbi.web.id/abdi,
diunduh pada tanggal 27 Februari 2023;
3. https://id.wikipedia.org/wiki/Pegawai_negeri_sipil,
diunduh pada tanggal 27 Februari 2023;
4. https://www.dpr.go.id/dokjdih/document/uu/444.pdf,
diunduh pada tanggal 27 Februari 2023;
5. http://bkpp.kaboki.go.id/2017/03/30/perbedaan-asn-pns-dan-pppk/,
diunduh pada tanggal 27 Februari 2023;
7. https://perumahan.pu.go.id/news/apa-itu-zona-integritas,
diunduh pada tanggal 27 Februari 2023;
8. https://inspektorat.pacitankab.go.id/zona-integritas/,
diunduh pada tanggal 27 Februari 2023;
9. https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/38580/uu-no-5-tahun-2014, diunduh pada tanggal 9 Maret 2023;
10. https://ppsdmaparatur.esdm.go.id/berita/memahami-berakhlak-lebih-dalam, diunduh pada tanggal 9 Maret 2023;
11. https://www.mahkamahagung.go.id/media/7831,
diunduh pada tanggal 9 Maret 2023;