Selasa, 19 September 2023

MELAYANI ATAU DILAYANI

 


MELAYANI ATAU DILAYANI, SUATU TINJ
AUAN YURIDIS FILOSOFIS ATAS PELAKSANAAN TUGAS APARATUR BADAN PERADILAN

    

Oleh : H. Santhos Wachjoe P, S.H.,M.H.

 


 

MELAYANI ATAU DILAYANI, SUATU TINJAUAN YURIDIS FILOSOFIS ATAS PELAKSANAAN TUGAS APARATUR BADAN PERADILAN

Oleh : H. Santhos Wachjoe P, S.H.,M.H.[1]

 

PENDAHULUAN

            Kalau bisa diperlama, buat apa dipercepat, kalau bisa dipersulit buat apa dipermudah. Kalimat-kalimat tersebut, tentu sering kita dengar atau bahkan kita sendiri yang mengucapkannya, beberapa waktu yang lalu. Sebuah kalimat yang tentunya ditujukan kepada kualitas pelayanan, khususnya yang dilakukan oleh Aparatur Sipil Negara (ASN) yang dulu disebut sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Sudah jamak terjadi apabila kita membutuhkan pelayanan dari ASN/PNS pada waktu itu sangat lama dan membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

            Ambil contoh saja ketika seseorang yang telah dewasa (berusia 17 tahun) yang hendak mengambil Kartu Tanda Penduduk (KTP yang merupakan haknya, harus mengurusnya dari mulai membuat Surat Keterangan di tingkat Ketua Rumah Tangga (RT), kemudian disahkan oleh Ketua Rukun Wrga (RW), selanjutnya diserahkan ke Kantor Desa / Kelurahan setempat.Setelah itu, apakah KTP akan jadi dan diterima pada hari yang sama? Belum tentu. Dengan alasan administrasi, biasanya pemohon KTP akan diminta untuk menyerahkan sejumlah uang supaya KTP kita dipercepat. Hal ini diperparah lagi dengan bertebarannya para calo di sekitar Kantor Kelurahan / Kantor Desa. Bisa jadi KTP yang kita harapkan malah menjadi sesuatu yang tidak bisa kita miliki, karena banyak faktor yang menyebabkan demikian.

            Ketika kita akan berbuat sesuatu yang menyimpangi hal di atas, maka kita akan diolok sebagai orang yang sok suci, udah gak doyan duit, hanya pura-pura saja padahal aslinya lebih parah dan seabreg ejekan lainnya. Tentu hal ini membuat kita menjadi sakit hati dan disingkirkan dari pergaulan di kantor. Sesuatu yang seharusnya tidak terjadi mengingat ketika kita sudah mengikrarkan sebagai abdi masyarakat maka kita harus bekerja demi masyarakat yang telah membayar kita melalui pajak yang mereka bayar. Kesadaran inilah yang harus kita bangun dan kita pelihara sehingga tidak terjadi disparitas pelayanan dari satu daerah dengan daerah lain.

            Perilaku demikian juga kita temukan di sector judicial yaitu pelayanan aparat penegak hukum di Kantor Pengadilan di masa lampau masih melakukan praktek yang sama. Semua masih didasarkan pada hal suka maupun tidak suka, juga didasarkan pada besaran nominal yang dibayarkan oleh orang yang membutuhkan pelayanan.

            Hal demikian seharusnya sudah menjadi hal yang harus kita tanggalkan dan kita harus bersiap melakukan perbuahan perilaku, terutama dengan berkembang dengan pesatnya tekhnologi informasi yang terjadi pada saat ini yang tidak mungkin lagi kita tolak atau kita ingkari. Mau tidak mau, suka maupun tidak suka, kita sudah masuk pada masa revolusi industri tahap keempat (point 4.0) yang hampIr meniadakan peranan manusia dalam pelayanan terhadap masyarakat.

PERMASALAHAN

            Dari uraian yang termaktub di dalam pendahuluan tersebut, maka dalam hal ini akan muncul permasalahan yang harus kita pecahkan bersama. Permasalahan tersebut adalah :

1.    Apa yang disebut dengan abdi masyarakat?

2.    Bagaimana peranan Aparatur Sipil Negara (ASN) pada saat ini?

3.    Apakah dampak Zona Integrasi dengan memberlakukan WBK (Wilayah Bebas Korupsi) dan WBBM (Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani) pada pemberian pelayanan kepada masyarakat?

4.    Bagaimana peranan Mahkamah Agung dalam pemberdayaan aparatur badan peradilan di Indonesia?

PEMBAHASAN

A.     Abdi Masyarakat

          Abdi Negara dan Abdi Masyarakat,sebuah sebutan bagi seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS). Suatu kebanggaan apabila seseorang mampu menjadi seorang PNS, baik dari jalur pendaftaran resmi maupun dari jalur menggantikan orang tuanya yang pensiun dari seorang PNS. Di tahun-tahun 1970-1980, masih banyak seorang PNS yang bisa menjadi PNS karena menggantikan orangtuanya yang pensiun.

Di tahun-tahun tersebut, penerimaan calon PNS hanya bersifat formalitas saja, posisi yang kosong sudah ada calon yang akan menempati dan supaya dikatakan ada penerimaan calon PNS secara terbuka, maka dibuatlah semacam pengumuman penerimaan calon PNS yang hasilnya sudah bisa ditebak, yang benar-benar lolos hanya sedikit saja dari yang ikut seleksi. Sistem penerimaan yang penuh dengan nuansa kolusi sangat terasa, siapa yang memiliki keluaraga yang mempunyai kedudukan yang tinggi di suatu instansi pemerintah, akan sangat dengan mudah memasukkan kerabatnya menjadi PNS di instansi pemerintah tersebut.

Tidak terhitung pula jumlahnya orang-orang yang mengaku dapat memasukkan seseorang menjadi PNS dan meminta bayaran yang tidak sedikit, atau biasa kita sebut sebagai Calo. Mereka bekerja bagaikan bayangan, nyata ada namun sulit ditemukan, terlebih pada masa lalu, transaksi keuangan yang terjadi adalah dilakukan secara tunai, yaitu menyerahkan uang secara langsung dari orang-orang yang ingin menjadi PNS kepada orang yang mengaku dapat mengurus proses pengangkatan seseorang menjadi seorang PNS. Kita baru mengetahui bahwa orang yang kita percayakan adalah calo ketika diumumkan siapa saja yang berhasil emnjadi PNS dan nama kita atau kerabat kita yang ingin jadi PNS tidak tercantum. Sudah keluar uang yang tidak sedikit, hasilnya adalah nihil, gagal menjadi seorang PNS yang bisa dibanggakan.

Seorang PNS pada dasarnya adalah seorang Abdi Masyarakat yang mempunyai arti adalah pegawai pemerintah yang pada dasarnya mempunyai kewajiban melayani masyarakat.[2] Oleh karena itu tidak dapat dipungkiri bahwa menjadi seorang PNS juga harus siap menjadi seorang ABDI bagi masyrakat. Sedangkan pengertian ABDI adalah sebagaimana dijelaskan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang menyebutkan bahwa ABDI berarti :[3]

abdi/ab·di/ n 1 orang bawahan; pelayan; hamba; 2 budak tebusan;

-- dalem Jw pegawai keraton;
-- masyarakat pegawai pemerintah yang pada dasarnya mempunyai kewajiban melayani masyarakat;
-- negara pegawai yang bekerja pada pemerintah; pegawai negeri;

Dari pengertian tersebut, maka sudah seharusnya seorang PNS harus memberikan pelayanan yang optimal kepada masyarakat dalam hal pelayanan umum. Dan pelayanan yang diberikan juga harus diberikan secara ikhlas serta penuh tanggung jawab, sedangkan yang dimaksud dengan melayani adalah :[4]

melayani (pasif: dilayanikulayanikaulayani, akar: layan)

1.   membantu menyiapkan (mengurus) apa-apa yang diperlukan seseorang; meladeni:
para pembantu sibuk melayani tamu

2.   menerima (menyambut) ajakan (tantangan, serangan, dsb):
kita tidak perlu melayani mulut-mulut usil

3.   mengendalikan; melaksanakan penggunaannya (senjata, mesin, dsb):
lulusan STM sudah dapat melayani mesin diesel
;

B.    Arti dari Pegawai Negeri Sipil (PNS)

Sebelum berubah menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN), dahulu disebut dengan istilah Pegawai Negeri Sipil (PNS). Istilah tersebut mempunyai pengertian sebagaimana tercantum di dalam website Wikipedia, yang menyebutkan bahwa :[5]

Pegawai negeri atau pegawai negeri sipil (bahasa Inggriscivil servantbahasa Belandaambtenaar) adalah orang yang dipekerjakan oleh lembaga pemerintah untuk memberikan pelayanan publik. Sebagai profesi, pegawai negeri merupakan jabatan yang ditempuh melalui jenjang karier dan bukan berdasarkan pemilihan umum yang melibatkan suara rakyat. Pegawai negeri didefinisikan secara berbeda di berbagai negara dan bisa saja tidak mencakup personel militer di negara tersebut.

Sebuah sebutan yang membanggakan ketika seseorang menyandang jabatan sebagai seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang sampai saat ini masih dianggap sebagai sebuah pekerjaan yang mnejanjikan kemapanan dan mendapatkan penghasilan yang cukup sampai akhir masa pengabdiannya (pensiun) dengan peluang mendapatkan kedudukan jabatan yang lebih tinggi sebelum pensium. Jabatan yang lebih tinggi tentu juga mendapatkan penghasilan yang lebih besar. Sehingga tidak mengherankan apabila sampai saat ini, banyak anggota masyarakat yang memimpikan bisa menjadi seorang pegawai negeri sipil.

Pengadaan pegawai negeri sipil adalah berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian yang kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian.[6] Dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN)[7], maka istilah yang digunakan saat ini adalah Aparatur Sipil Negara (ASN) dan bukan lagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebab PNS menjadi bagian dari ASN. Dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tersebut merupakan sarana Employer Building (Pembangunan Kepegawaian) bagi ASN.

Apa yang dimaksud dengan ASN? Lembaga Administrasi Negara (LAN) menjelaskan bahwa ASN adalah alat kelengkapan negara terutama meliputi bidang kelembagaan, ketatalaksanaan, dan kepegawaian, yang mempunyai tanggung jawab melaksanakan roda pemerintahan sehari-hari yang meliputi aparatur kenegaraan dan pemerintahan sebagai abdi negara dan abdi masyarakat, bertugas dan bertanggung jawab atas penyelenggaraan negara dan pembangunan serta senantiasa mengabdi dan setia kepada kepentingan, nilai- nilai dan cita- cita perjuangan bangsa dan negara berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dan Aparatur Sipil Negara sebagai penyelenggara pemerintahan diberikan tanggung jawab untuk merumuskan langkah-langkah strategis dan upaya-upaya kreatif guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat secara adil, demokratis dan bermartabat.[8]

ASN sendiri dibagi menjadi 2 (dua) yaitu Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).[9] Kedua istilah tersebut mempunyai konsekuensi kerja dan tanggung jawab yang berbeda, yaitu :[10]

1)    PNS merupakan pegawai ASN yang diangkat sebagai pegawai tetap dan memiliki nomor induk pegawai (NIP). Sedangkan PPPK merupakan pegawai ASN yang diangkat sebagai pegawai dengan perjanjian kerja sesuai kebutuhan dan ketentuan UU ASN;

2)    PNS berhak memperoleh gaji pokok, tunjangan, cuti, jaminan pensiun (jaminan hari tua), perlindungan, dan pengembangan kompetensi, sedangkan PPPK berhak mendapatkan gaji, tunjangan, cuti, perlindungan, dan pengembangan kompetensi, kemudian PPPK tidak berhak memperoleh pensiun seperti halnya PNS dan PPPK juga tidak berhak memperoleh NIP karena masa kerjanya hanya menyesuaikan kebutuhan instansi pemerintah yang bersangkutan.

C. Kedudukan dan Peran dari Aparatur Sipil Negara (ASN)

Seorang ASN baik itu Pegawai Negeri Sipil (PNS) ataupun Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja mempunyai peran vital dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Untuk memperjelas mengenai ASN, kiranya dapat dipahami bahwa seorang ASN memiliki kedudukan dan peran yang sangat penting dalam pelaksanaan pelayanan yang dilakukan oleh Pemerintah.

Detik.com dalam artikelnya menyebutkan bahwa mengenai kedudukan PNS dalam NKRI sebagai unsur aparatur negara yang berfungsi sebagai pelaksana kebijakan publik, pelayan publik, dan perekat dan pemersatu bangsa. PNS melaksanakan kebijakan yang ditetapkan oleh pimpinan instansi pemerintah.[11]

Selanjutnya dalam menjalankan tugasnya, PNS harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan dan partai politik. Berikut tugas PNS dan PPPK sebagai pegawai ASN:[12]

a.  Melaksanakan kebijakan publik yang dibuat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

b.  Memberikan pelayanan publik yang profesional dan berkualitas; dan

c.   Mempererat persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kemudian, merujuk pada Pasal 12 UU Nomor 5 Tahun 2014, pegawai ASN (PNS dan PPPK) berperan sebagai perencana, pelaksana, dan pengawas penyelenggaraan tugas umum pemerintahan dan pembangunan nasional melalui pelaksanaan kebijakan dan pelayanan publik yang profesional, bebas dari intervensi politik, serta bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.[13]

Mengingat akan pentingnya ASN dimana PNS menjaadi bagian di dalamnya, maka sangat masuk akal bahwa Pemerintah sangat mengandalkan kepada ASN untuk memberikan pelayanan yang optimal kepada masyarakat. Pelayanan tersebut dengan menghindarkan adanya celah sedikitpun ASN untuk bisa melakukan kesalahan yang berakibat pada tindakan yang bersifat koruptif yang akan merugikan masyarakat. Sebab, apapun alasannya, setiap kesalahan ASN dalam menjalankan tugas-tugasnya sangat berpengaruh terhadap segala bentuk pelayanan yang diberikan Pemerintah kepada masyarakat.

Berkaitan dengan pelaksanaan tugas Aparatur Sipil Negara (ASN), perlu pula diperhatikan ketentuan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang disiplin ASN. Pasal 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 menyebutkan :

Nilai dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a meliputi:

a.  Memegang teguh ideologi Pancasila;

b.  Setia dan mempertahankan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta pemerintahan yang sah;

c.   Mengabdi kepada negara dan rakyat Indonesia;

d.  Menjalankan tugas secara profesional dan tidak berpihak;

e.  Membuat keputusan berdasarkan prinsip keahlian;

f.    Menciptakan lingkungan kerja yang nondiskriminatif;

g.  Memelihara dan menjunjung tinggi standar etika yang luhur;

h.  Mempertanggungjawabkan tindakan dan kinerjanya kepada publik;

i.    Memiliki kemampuan dalam melaksanakan kebijakan dan program pemerintah;

j.    Memberikan layanan kepada publik secara jujur, tanggap, cepat, tepat, akurat, berdaya guna, berhasil guna, dan santun;

k.   Mengutamakan kepemimpinan berkualitas tinggi;

l.    Menghargai komunikasi, konsultasi, dan kerja sama;

m. Mengutamakan pencapaian hasil dan mendorong kinerja pegawai;

n.  Mendorong kesetaraan dalam pekerjaan; dan

o.  Meningkatkan efektivitas sistem pemerintahan yang demokratis sebagai perangkat sistem karier;

Sedangkan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014, menyebutkan sebagai berikut :

 

(1)   Kode etik dan kode perilaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b bertujuan untuk menjaga martabat dan kehormatan ASN;

(2)   Kode etik dan kode perilaku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi pengaturan perilaku agar Pegawai ASN:

a.  Melaksanakan tugasnya dengan jujur, bertanggung jawab, dan berintegritas tinggi;

b.  Melaksanakan tugasnya dengan cermat dan disiplin;

c.   Melayani dengan sikap hormat, sopan, dan tanpa tekanan;

d.  Melaksanakan tugasnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

e.  Melaksanakan tugasnya sesuai dengan perintah atasan atau Pejabat yang Berwenang sejauh tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan etika pemerintahan;

f.    Menjaga kerahasiaan yang menyangkut kebijakan negara;

g.  Menggunakan kekayaan dan barang milik negara secara bertanggung jawab, efektif, dan efisien;

h.  Menjaga agar tidak terjadi konflik kepentingan dalam melaksanakan tugasnya;

i.    Memberikan informasi secara benar dan tidak menyesatkan kepada pihak lain yang memerlukan informasi terkait kepentingan kedinasan;

j.    Tidak menyalahgunakan informasi intern negara, tugas, status, kekuasaan, dan jabatannya untuk mendapat atau mencari keuntungan atau manfaat bagi diri sendiri atau untuk orang lain;

k.   Menggunakan kekayaan dan barang milik negara secara bertanggung jawab, efektif, dan efisien; dan

l.    Melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai disiplin Pegawai ASN;

(3)   Kode etik dan kode perilaku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

Ketentuan pasal 4 dan pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Nomor 7 Tahun 2014 yang diimplementasikan dengan istilah BERAKHLAK yang merupakan Core Value yaitu :

1.    Berorientasi pelayanan;

2.    Akuntabel;

3.    Kompeten;

4.    Harmonis;

5.    Loyal;

6.    Adaptif;

7.    Kolaboratif:

Terhadap singkatan BERAKHLAK tersebut dapat dijelaskan dengan penjelasan sebagai berikut :[14]

1.    Berorientasi pelayanan :

a.  Memahami dan memenuhi kebutuhan masyarakat.

b.  Ramah, cekatan, solutif, dan dapat diandalkan;

c.   Melakukan perbaikan tiada henti;

2.     Akuntabel :

a.    Melaksanakan tugas dengan jujur, bertanggung jawab, cermat, serta disiplin dan berintegritas tinggi;

b.    Menggunakan kekayaan dan barang milik negara secara bertanggung jawab, efektif dan efisien;

c.    Tidak menyalahgunakan kewenangan jabatan;

3.    Kompeten :

a.    Meningkatkan kompetensi diri untuk menjawab tantangan yang selalu berubah;

b.    Membantu orang lain belajar;

c.    Melaksanakan tugas dengan kualitas terbaik;

4.    Harmonis :

a.    Menghargai setiap orang apapun latar belakangnya;

b.    Suka menolong orang lain;

c.    Membangun lingkungan kerja yang kondusif;

5.    Loyal :

a.    Memegang teguh ideologi Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, setia kepada NKRI serta pemerintahan yang sah;

b.    Menjaga nama baik sesama ASN, pimpinan, instansi dan Negara;

c.    Menjaga rahasia jabatan dan Negara;

6.    Adaptif :

a.    Cepat menyesuaikan diri menghadapi perubahan;

b.    Terus berinovasi dan mengembangkan kreativitas;

c.    Bertindak proaktif;

7.    Kolaboratif :

a.    Memberi kesempatan kepada berbagai pihak untuk berkontribusi;

b.    Terbuka dalam bekerja sama untuk menghasilkan nilai tambah;

c.    Menggerakkan pemanfaatan berbagai sumber daya untuk tujuan bersama.

Bagaimana dengan pelayanan yang diberikan ASN di bidang hukum, khususnya di lingkungan badan peradilan? Sebagai badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung, badan peradilan baik di tingkat pertama maupun di tingkat banding bahkan di tingkat kasasi, terhadap ASN yang dimiliknya juga tetap berdasarkan ketentuan UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).

Saat ini, demi meningkatkan kinerja ASN, maka seiap instansi Pemerintah menerapkan Zona Intergritas (ZI) yang harus menjaadi pedoman bagi setiap ASN dalam menjalankan tugas-tugasnya. Apakah Zona Integritas tersebut?

Bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 52 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pembangunan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani di Lingkungan Instansi Pemerintah, disebutkan bahwa :[15]

Zona Integritas (ZI) adalah predikat yang diberikan kepada instansi pemerintah yang pimpinan dan jajarannya mempunyai komitmen untuk mewujudkan Wilayah Bebas Korupsi (WBK)/Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBBM) melalui reformasi birokrasi, khususnya dalam hal pencegahan korupsi dan peningkatan kualitas pelayanan publik.

Tujuan akhir dari Zona Integritas (ZI) adalah pelayanan prima demi terjaminnya pelayanan dari pemerintah untuk memenuhi seluruh kebutuhan masyarakat. Dengan tekad bersihnya birokrasi dan seluruh lingkarannya dari semua tindakan yang bersifat koruptif, diharapkan terciptanya ASN yang bermartabat dan bertingkah laku jujur. Dalam pelaksanaa Zona Integritas, tentu harus melalui tahapan-tahapan yang harus terpenuhi persyaratannya oleh setiap instnasi Pemerintah, baik di pusat maupun di daerah, yang bukan hanya bersifat administratif tetapi juga terlihat dalam bentuk pelayanan kepada masyarakat.

Ada 2 (dua) tahapan dalam Zona Integritas, yaitu Wilayah Bebas Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBBM). Apa beda dari keduanya? Secara singkat dapat dijelaskan sebagai berikut :[16]

1)    Wilayah Bebeas Korupsi (WBK) adalah predikat yang diberikan kepada suatu unit kerja/kawasan yang memenuhi sebagian besar manajemen perubahan, penataan tatalaksana, penataan sistem manajemen SDM, penguatan pengawasan, dan penguatan akuntabilitas kinerja;

2)    Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM) yang selanjutnya disingkat Menuju WBBM adalah predikat yang diberikan kepada suatu unit kerja/kawasan yang memenuhi sebagian besar manajemen perubahan, penataan tatalaksana, penataan sistem manajemen SDM, penguatan pengawasan, penguatan akuntabilitas kinerja, dan penguatan kualitas pelayanan publik.

D. Dampak Zona Integrasi dengan memberlakukan WBK (Wilayah Bebas Korupsi) dan WBBM (Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani) pada pemberian pelayanan kepada masyarakat

Harus dipahami bahwa Zona Integritas (ZI) merupakan sebutan atau predikat yang diberikan kepada kementerian, lembaga dan pemerintah daerah yang pimpinan dan jajarannya mempunyai niat (komitmen) untuk mewujudkan WBK dan WBBM melalui upaya pencegahan korupsi, reformasi birokrasi dan peningkatan kualitas pelayanan publik. Kementerian, lembaga dan pemerintah daerah yang telah mencanangkan sebagai ZI mengusulkan salah satu unit kerjanya untuk menjadi Wilayah Bebas dari Korupsi.[17]

Reformasi birokrasi merupakan hal mutlak harus dilaksanakan sebagaimana telah tercantum di dalam Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 Tentang Grand Design Reformasi Birokrasi yang mengatur tentang pelaksanaan program hal reformasi birokrasi yang menargetkan tercapainya tiga sasaran hasil utama yaitu peningkatan kapasitas dan akuntabilitas organisasi, pemerintah yang bersih dan bebas KKN, serta peningkatan pelayanan publik.[18] Pada tingkat Pemerintah Daerah (Pemda), pembangunan Zona Integritas dianggap sebagai role model Reformasi Birokrasi dalam penegakan integritas dan pelayanan berkualitas dalam arti lain bahwa Zona Intergritas/ Wilayah Bebas Korupsi merupakan miniatur dari Reformasi Birokrasi di tingkat Perangkat Daerah.[19]

Reformasi Birokrasi yang dicanangkan oleh Pemerintah merupakan usaha untuk memperbaiki birokrasi yang selama ini dikenal merupakan birokrasi yang mempersulit semua urursan yang diinginkan oleh masyarakat. Ketika masyarakat membutuhkan pelayanan yang cepat, tepat dan berbiaya ringan, namun justru birokrasi di Indonesia lebih memilih untuk memperlama dan mempersulit pelayanan yang diberikan.

Birokrasi yang ruwet juga dialami oleh Mahkamah Agung dalam semua tingkatan peradilan. Masyarakat pencari keadilan sering dihadapkan terhadap keadaan yang membebani para pencari keadilan tersebut. Sering terdengar bahwa ketika para pencari keadilan berhadapan dengan aparatur negara di badan peradilan, dipersulit, baik dengan dengan berbagai alasan seperti meminta uang sehingga putusan bisa sesuai dengan permintaan para pencari keadilan, juga dengan alasan, putusan belum siap dan berbagai alasan lainnya.

Oleh sebab itu, maka Mahkamah Agung mempunyai kepentingan untuk mengatur perilaku aparaturnya. Berkenaan dengan hal tersebut, Mahkamah Agung menyatakan bahwa Mahkamah Agung harus pula melakukan Reformasi Birokrasi, baik di dalam lingkungan Mahkamah Agung namun juga terhadap lingkungan yang bersentuhan dengan Mahkamah Agung maupun badan peradilan yang berada di bawahnya.

Saat ini sangat dibutuhkan perbaikan perilaku aparatur penegak hukum khususnya di lingkungan Mahkamah Agung. Sebagai benteng terakhir dari keadilan, Mahkamah Agung mmepunyai kewajiban untuk menjaga hukum tetap ditegakkan dan ditaati oleh masyarakat. Meskipun langit akan runtuh, keadilan tetap harus ditegakkan.

E.  Peranan Mahkamah Agung dalam pemberdayaan aparatur badan peradilan di Indonesia

Mahkamah Agung mempunyai peran yang sangat penting di dalam penegakan hukum di Indonesia. Sebagai badan peradilan tertinggi dan membawahi badan-badan peradilan yang ada di bawahnya, Mahkamah Agung harus melakukan pengawasan terhadap badan-badan peradilan yang ada di bawahnya. Dengan jumlah badan peradilan dari tingkat pertama hingga tingkat bading dalam 4 (empat) lingkungan peradilan, yang berjumlah lebih dari 500 (lima ratus) unit badan peradilan dengan hakim dan pegawai yang berjumlah puluhan ribu orang, tentu menjadi maslah tersendiri bagi Mahkamah Agung di dalam melakukan pengawasan.

Disamping melakukan pengawasan, Mahkamah Agung juga mempunyai kewajiban untuk memberdayakan aparaturnya. Memberdayakan dalam hal ini berarti memberikan bekal yang cukup bagi para aparaturnya sehingga bisa melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya. Pemberian bekal tersebut bisa dilakukan dengan memberikan pelatihan-pelatihan maupun membuat surat yang berisi petunjuk teknis dalam melaksanakan tugas kedinasan.

Ketika pemerintah melakukan Reformasi Birokrasi, maka Mahkamah Agung yang juga merupakan salah satu unsur dari Trias Politika yang terdiri dari Aparatur Sipil Negara (ASN) yang terdiri dari Asn yang berada di Kantor Pusat Mahkamah Agung di Jakarta maupun ASN yang berada di badan peradilan yang ada dibawahnya.

Mahkamah Agung juga menerapkan Zona Integrasi (ZI) di dalam memberikan pelayanan bagi para pencari keadilan. Menindaklanjuti Surat Sekretaris Mahkamah Agung RI kepada Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi birokrasi nomor 1081 /SEK/OT.01.1/7/2020 tanggal 13 juli 2020 perihal pengajuan unit kerja Berpredikat menuju WBK/WBBM dilingkungan Mahkamah Agung RI, yang ditujukan kepada YTH Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama , Para Ketua Pengadilan Tk Banding pada 4 (empat) lingkungan peradilan yang diusulkan  berpredikat wilayah WBK/WBBM, Para Ketua Pengadilan Tk Pertama pada 4 (empat) lingkungan peradilan yang diusulkan  berpredikat wilayah WBK/WBBM, Maka dengan ini Mahkamah Agung mengeluarkan Surat dari Sekretaris Mahkamah Agung Nomor 1552 tanggal 27 Agustu 2020 tentang Langkah Strategis Zona Integritas (ZI), Wilayah Bebas Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBBM).[20] Surat dari Sekretaris Mahkamah Agung tersebut didasarkan kepada Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 2 Tahun 2014.

Surat Edaran Mahkamah Agung tersebut ditindaklanjuti dengan Surat Sekretaris Mahkamah Agung Nomor : 1552/SET/OT.01/8/2020 tanggal 27 Agustus 2020,[21] yang pelaksanaan di setiap Satuan Kerja (Satker) tetap diawasi dan di-supervisi oleh Mahkamah Agung.

F.  KESIMPULAN

Dari uraian singkat tersebut di atas, kiranya dapat kita ambil kesimpulan sebagai berikut :

1)     Perlunya perubahan paradigma bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau yang sekarang disebut dengan Aparatur Sipil Negara (ASN) dari paradigma dilayani menjadi dilayani sudah harus dilakukan mengingat saat ini sudah jaman keterbukaan yaitu terbukanya seluruh informasi publik , yang dapat diakses oleh masyarakat;

2)     Terbukanya informasi yang bersifat publik menjadikan perilaku ASN menjadi perhatian masyarakat, segala perilaku yang baik dan buruk akan menjadi konsumsi publik dengan segala akibatnya;

3)     Saat ini juga sudah era penerapan tekhnologi informasi yang membuat semua informasi disajikan secara digital dan dapat diakses oleh semua orang, tidak hanya di wilayah Indonesia tetapi juga di seluruh dunia, sehingga dibutuhkan insan-insan ASN, khususnya di Mahakah Agung, yang memiliki kemampuan di bidang tekhnologi informasi;

4)     Yang terpenting dari semuanya adalah adanya perilaku yang malas bekerja tapi ingin penghasilan yang besar dan tidak mau melayani masyarakatnya yang sudah menjadi tugasnya menjadi perilaku yang ikhlas bekerja dan melayani masyarakat sesuai dengan tugas pookok dan fungsinya, berperilaku jujur dan tidak koruptif, yang tentu Negara tidak akan tinggal diam dalam menilai perilaku ASN tersebut dan memberi balasan dengan gaji dan pendapatan yang sesuai;

G. PENUTUP

Demikian makalah singkat ini kami sajikan, semoga bisa menjadi bahan renungan kita bersama, khususnya di Mahkamah Agung, di dalam memberikan pelayanan yang optimal kepada masayarakat, khususnya kepada para pencari keadilan.  Semoga dengan tulisan ini dapat menjadi dasar pijakan perubahan ASN di Indonesia, setidaknya di lingkungan Mahkamah Agung Republik Indonesia.

H. WEBSITES :

1.    https://id.wikipedia.org/wiki/Pegawai_negeri_sipil, diunduh pada tanggal 27 Februari 2023;

2.    https://kbbi.web.id/abdi, diunduh pada tanggal 27 Februari 2023;

3.    https://id.wikipedia.org/wiki/Pegawai_negeri_sipil, diunduh pada tanggal 27 Februari 2023;

4.    https://www.dpr.go.id/dokjdih/document/uu/444.pdf, diunduh pada tanggal 27 Februari 2023;

5.    http://bkpp.kaboki.go.id/2017/03/30/perbedaan-asn-pns-dan-pppk/, diunduh pada tanggal 27 Februari 2023;

6.    https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5733107/kedudukan-dan-peran-pns-dalam-nkri-apa-saja, diunduh pada tanggal 27 Februari 2023;

7.    https://perumahan.pu.go.id/news/apa-itu-zona-integritas, diunduh pada tanggal 27 Februari 2023;

8.    https://inspektorat.pacitankab.go.id/zona-integritas/, diunduh pada tanggal 27 Februari 2023;

9.    https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/38580/uu-no-5-tahun-2014, diunduh pada tanggal 9 Maret 2023;

10. https://ppsdmaparatur.esdm.go.id/berita/memahami-berakhlak-lebih-dalam, diunduh pada tanggal 9 Maret 2023;

11. https://www.mahkamahagung.go.id/media/7831, diunduh pada tanggal 9 Maret 2023;

 



[1] Hakim pada Pengadilan Negeri Cilacap, Jawa Tengah;

[2] https://id.wiktionary.org/wiki/abdi_masyarakat, diunduh pada tanggal 16 November 2020;

 

[3] https://kbbi.web.id/abdi, diunduh pada tanggal 27 Februari 2023;

[4]

[5] https://id.wikipedia.org/wiki/Pegawai_negeri_sipil, diunduh pada tanggal 27 Februari 2023;

[6] https://www.dpr.go.id/dokjdih/document/uu/444.pdf, diunduh pada tanggal 27 Februari 2023;

[8] https://lan.go.id/?p=9996, diunduh pada tanggal 27 Februari 2023;

[12] Ibid;

[13] Ibid;

[15] https://perumahan.pu.go.id/news/apa-itu-zona-integritas, diunduh pada tanggal 27 Februari 2023;

[16] Ibid;

[18] Ibid;

[19] https://inspektorat.pacitankab.go.id/zona-integritas/, diunduh pada tanggal 27 Februri 2023;

[21] https://www.mahkamahagung.go.id/media/7831, diunduh pada tanggal 9 Maret 2023;

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

DIMANA TANAH DIPIJAK, DISANA NASI DIMAKAN

                Sebuah prinsip yang selalu saya pegang saat saya masih sering merantau dan sebagai informasi saja, saya sudah berantau d...