Minggu, 01 Oktober 2023

Tanah Mempunyai Fungsi Sosial (Bagian 2)

 


 

Membicarakan mengenai fungsi sosial dari tanah, maka pertanyaan adalah apakah Pemerintah sebagai pemegang amanat rakyat dalam mewujudkan keadilan bagi rakyat bisa dengan seenaknya mengambil tanah yang dikuasai masyarakat yang memiliki alas hak yang sah, seperti Serifikat Hak Milik (SHM)? Jawabannya tentu tidak. Pemerintah tetap harus menghargai kepemilikan tanah oleh masyarakat dengan cara memberikan penggantian kepada warga masyarakat yang tanahnya akan diambil oleh Pemerintah yang akan digunakan untuk membangun sarana umum atau fasilitas sosial.

bagaimana bentuk penggantian tersebut? Penggantian tersebut bisa dalam bentuk uang atau bentuk lainnya seperti pengganti lahan yang disebut dengan relokasi atau bentuk lainnya seperti setelah memberikan penggantian dalam bentuk uang, Pemerintah dapat juga memberikan hak kepada masyarakat yang tanahnya digunakan untuk kepentingan sosial, untuk bisa beraktifiktas di lahan yang sudah dibangun tersebut.

Kepentingan umum sebagai fungsi sosial tidak terbatas pada pembangunan lahan pemakaman atau pembangunan jalan, tetapi juga bisa dalam bentuk pembangunan pabrik yang memproduksi kebutuhan masyarakat. Apabila lahan yang dibangun tersebut benar dibangunkan gedung pabrik, maka bisa juga Pemerintah memberikan prioritas kepada masyarakat yang lahannyaa digunakan untuk bekerja pada pabrik yang dibangun tersebut dengan berbagai posisi kerja sesuai dengan kemampuan masing-masing anggota masyarakat tersebut.

Apabila penggantian tersebut dalam bentuk pemberian uang, maka saat ini sudah tidak dikenal istilah GANTI RUGI namun sudah menjadi GANTI UNTUNG, yaitu dengan memberikan penggantian sesuai dengan harga pasaran suatu lahan, termasuk bangunan yang berdiri di atasnya dan bukan lagi harga didasarkan pada perhitungan sepihak dari Pemerintah saja namun juga penetapan harga tersebut juga melibatkan masyarakat yang tanahnya akan digunakan.

Bagamana apabila tanah yang akan digunakan merupakan hutan? Pada dasarnya hutan dikuasai oleh Pemerintah yang harus digunakan untuk kesejahteraan masyarakat. Apabila pada hutan tersebut terletak alas hak berdasarkan Hukum Adat, maka setidaknya masyarakat di sekitar hutan tersebut mengajukan permohonan secara tertulis kepada Badan Pertanahan Nasional untuk dibuatkan Penetapan suatu kawasan hutan sebagai hutan yang mempunyai alas hak berdasarkan Hukum Adat. Hal ini disebabkan Hukum Adat memang diakui keberadaannya dalam sistem hukum nasional Indonesia, akan tetapi seringkali belum ada kesadaran dari masyarakat yang mengakui Hukum Adat sebagai hukum yang mengatur kehidupan sosialnya yang menyatakan hak tersebut, yang harus dlakukan dengan mengajukan permohonan sebagaimana disebutkan di atas.

Yang banyak terjadi adalah ketika Pemerintah akan menggunakan sebuah kawasan hutan sebagai sarana untuk membangun atau menggunakannya dengan tujuan demi kesejahteraan masyarakat, kemudian muncul penolakan dari masyarakat di sekitar kawasan hutan tersebut namun penolakan tersebut tanpa didasari oleh alasan yan dapat dipertanggungjawabkan. Meskipun Hukum Adat merupakan hukum yang tidak tertulis namundemi keteraturan pengaturan terhadap kepemilikan Hukum Adat atas sesuatu benda berwujud, tetap harus didasarkan pada suatu penetapan sebagai bukti tertulis. Hal i ini juga untuk mengantisipasi apabila nantinya harus bersengketa di pengadilan, maka bukti yang digunakan adalah bukti tertulis sebagai alat bukti yang dapat dipertimbangkan oleh Hakim dalam menjatuhkan putusan.

Tulisan ini hanya sekedar memberikan sedikit pemaahaman kepada kita semua, bahwa sebidang tanah tetap mempunyai fungsi sosial, namun dalam penerapan dalam kehidupan sehari-hari tetap ada aturan main yang harus dipahami dan dilakasanakan. (SELESAI).  

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

DIMANA TANAH DIPIJAK, DISANA NASI DIMAKAN

                Sebuah prinsip yang selalu saya pegang saat saya masih sering merantau dan sebagai informasi saja, saya sudah berantau d...