Senin, 13 April 2015

HAKIM JUGA MANUSIA

Renungan Awal Pekan (13042015)
    HAKIM JUGA MANUSIA
Menjadi Hakim adalah suatu pilihan hati dan tentunya akan menjadi kebangsaan apabila tugas-tugasnya dilaksanakan penuh dengan amahan dan tanggung jawab. Tidak dapat dipungkiri bahwa kedudukan Hakim adalah sangat mulia, karena kata Hakim sendiri berasal dari kata Al-Hakim yang berarti Maha Adil, yang tidak lain merupakan pengejawantahan dari salah satu sifat Allah SWT, sehingga tentunya seorang Hakim dituntut untuk selalu memberikan keadilan kepada setiap pencari keadilan.
Bila di tinjau dari segi bahasa, Hakim mempunyai dua arti, yaitu :
Pertama : Pembuat Hukum, yang menetapkan, memunculkan sumber Hukum dan Kedua : Yang menemukan, menjelaskan, memperkenalkan, dan menyingkapkan.
Dari pengertian tersebut di atas maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa menjadi seorang Hakim harus menjadi seseorang yang bisa berfungsi sebagai pembuat hukum dan menetapkan hukum serta bisa menjalaskan, memperkenalkan dan menyingkapkan, dalam hal ini adalah menafsirkan pengertian yang ada dalam suatu undang-undang sebagai suatu produk hukum yang dituangkan dalam setiap putusannya.
Meski demikian, harus disadari pula bahwa seorang Hakim juga adalah seorang manusia yang tidak luput dari kekhilafan dan kesalahan, baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja.Walaupun bukan menjadi suatu alasan pembenar apabila seorang Hakim menjatuhkan putusan yang tidak sesuai dengan rasa keadilan dalam masyarakat, namun setidaknya memberikan suatu pemahaman bahwa menjadi Hakim  haruslah tetap melakukan instrospeksi diri dan menjaga diri dari hal-hal yang dilarang dilakukan.
Buku Pedoman Perilaku Hakimpun  telah mengatur 10 (sepuluh) perilaku Hakim yang harus dijalankan dengan sebaik-baiknya, sehingga dapat diibaratkan bahwa menjadi Hakim bagaikan sebuah kereta api yang harus berjalan di atas rel yang ada, yang apabila kereta api tersebut berjalan di luar rel yang ada dapat mengakibatkan kerugian bagi penumpangnya.
Namun, sebagai manusia, Hakim juga tidak terlepas dari masalah kemanusiaan. Seorang Hakim juga memiliki emosi, yang apabila tidak diredam ataupun dikelola dengan baik, justru akan merugikan diri sendiri.
Meskipun Hakim disebut juga sebagai WAKIL TUHAN, tetapi seorang Hakim juga masih membutuhkan makan, tempat berteduh dan membutuhkan keluarga, sehingga kadang kala kebutuhan manusiawi tersebut dilakukan melebihi dari tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya.
Perlunya seorang Hakim mengatur diri sendiri dengan selalu menjalankan tugas sebagaimana mestinya tetapi juga tidak melupakan kebutuhan hidup diri dan keluarganya. Oleh karena itu kiranya akan lebih baik apabila sebelum melaksanakan tugas, seorang Hakim agar selalu mendekatkan diri kepada Yang Maha Kuasa, karena kiranya Yang Maha Kuasa tersebut yang memiliki keadilan yang sebenarnya dan kiranya kita dapat diberikan perlindungan dan petunjuk di dalam setiap putusan yang yang buat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

DIMANA TANAH DIPIJAK, DISANA NASI DIMAKAN

                Sebuah prinsip yang selalu saya pegang saat saya masih sering merantau dan sebagai informasi saja, saya sudah berantau d...