Renungan Akhir Pekan (16042015)
INTROSPEKSI DIRI
Sejatinya seorang Hakim mengemban tugas mulia, banyak disebut sebagai Wakil Tuhan di muka bumi, untuk menegakkan keadilan. Tugas yang sangat berat ditinjau dari segala segi, terutama di Indonesia, mengigat di Indonesia masih terlalu banyak peraturan perundang-undangan yang merupakan peninggalanPemerintah Kolonial Belanda yang sampai saat ini belum juga ada penggantinya.
Meski demikian, keadaan yang ada tidak harus membuat Hakim berpasrah diri dengan argumen peraturan yang ada adalah peninggalan masa lampau, akan tetapi Hakim juga harus selalu mengikut perkembangan kehidupan masyarakat di sekitarnya sehingga bisa merefleksikan keadilan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat dalam bentuk putusan-putusannya.
Seorang Hakim yang berikap acuh tak acuh terhadap keadaan masyarakat di sekitarnya, tentunya bisa menjauhkan Hakim tersebut dari pergaulan masyarakat dan tentunya akan sulit bagi Hakim tersebut untuk mengetahui dan menyerap perkembangan keadilan yang ada dalam masyarakat.
Oleh sebab itu dalam Undang-Undangpun disebutkan bahwa yang utama dari sebuah putusan Hakim adalah putusan tersebut didasarkan atas hati nurani Hakim tersebut, karena sesungguhnya hati nurani tidak akan pernah berkata tidak jujur, sehingga putusan yang didasarkan pada hati nuranilah yang kiranya dapat mendekatkan kepada nilai keadilan yang ada dalam masyarakat.
Begitu berperannyaa hati nurani dalam setiap putusan mengharuskan seorang Hakim memiliki sikap yang selalu melakukan instrospeksi diri, dalam arti bahwa nilailah diri kita sendiri sebelum kita menilai orang lain dalam setiap putusan kita.
Sekiranya setiap Hakim selalu melakukan introspeksi diri, maka akan timbul keyakinan dalam masyarakat bahwa Hakim benar-benar sosok yang merupakan pengejawantahan dari Tuhan Yang Maha Kuasa di dalam menjatuhkan putusan karena setiap putusan Hakim sejatinya dipertanggunjawabkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, sebab keadilan dari Tuhan lah yang merupakan keadilan yang sejati.
INTROSPEKSI DIRI
Sejatinya seorang Hakim mengemban tugas mulia, banyak disebut sebagai Wakil Tuhan di muka bumi, untuk menegakkan keadilan. Tugas yang sangat berat ditinjau dari segala segi, terutama di Indonesia, mengigat di Indonesia masih terlalu banyak peraturan perundang-undangan yang merupakan peninggalanPemerintah Kolonial Belanda yang sampai saat ini belum juga ada penggantinya.
Meski demikian, keadaan yang ada tidak harus membuat Hakim berpasrah diri dengan argumen peraturan yang ada adalah peninggalan masa lampau, akan tetapi Hakim juga harus selalu mengikut perkembangan kehidupan masyarakat di sekitarnya sehingga bisa merefleksikan keadilan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat dalam bentuk putusan-putusannya.
Seorang Hakim yang berikap acuh tak acuh terhadap keadaan masyarakat di sekitarnya, tentunya bisa menjauhkan Hakim tersebut dari pergaulan masyarakat dan tentunya akan sulit bagi Hakim tersebut untuk mengetahui dan menyerap perkembangan keadilan yang ada dalam masyarakat.
Oleh sebab itu dalam Undang-Undangpun disebutkan bahwa yang utama dari sebuah putusan Hakim adalah putusan tersebut didasarkan atas hati nurani Hakim tersebut, karena sesungguhnya hati nurani tidak akan pernah berkata tidak jujur, sehingga putusan yang didasarkan pada hati nuranilah yang kiranya dapat mendekatkan kepada nilai keadilan yang ada dalam masyarakat.
Begitu berperannyaa hati nurani dalam setiap putusan mengharuskan seorang Hakim memiliki sikap yang selalu melakukan instrospeksi diri, dalam arti bahwa nilailah diri kita sendiri sebelum kita menilai orang lain dalam setiap putusan kita.
Sekiranya setiap Hakim selalu melakukan introspeksi diri, maka akan timbul keyakinan dalam masyarakat bahwa Hakim benar-benar sosok yang merupakan pengejawantahan dari Tuhan Yang Maha Kuasa di dalam menjatuhkan putusan karena setiap putusan Hakim sejatinya dipertanggunjawabkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, sebab keadilan dari Tuhan lah yang merupakan keadilan yang sejati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar