KORUPSI , ANCAMAN MENGERIKAN
BAGI APARATUR PEMERINTAHAN
OLEH : H. SANTHOS WACHJOE PRIJAMBODO,
SH.MH[1]
PENDAHULUAN
Perubahan paradigma dalam upaya pemberantasan tindak
pidana korupsi yang semakin gencar dilakukan membuat masayarakat semakin sadar
akan bahayanya tindak pidana korupsi. Meski demikian, upaya penegakan hukum dan
penindakan atas tindak pidana korupsi yang dilakukan saat ini belum menjamin
bahwa tindak pidana korupsi akan semakin terkikis atau bahkan hilang dari bumi
Indonesia.
Gencarnya upaya pemberantasan korupsi membawa dampak yang
signifikan bagi aparatur pemerintahan dalam melaksanakan tugas kedinasannya,
khususnya yang berkaitan dengan pengggunaan anggaran negara baik yang berumber
dari APBN maupun APBD. Sebagaimana kita ketahui bahwa pada tahun anggaran 2015,
serapan anggaran negara baik dalam APBN maupun APBD masih pada kisaran 25 % -
30 %, meskipun tahun anggaran sudah melweati pertengahan tahun, hal ini membawa
dampak berkurangnya volume pembangunan di Indoensia yang secara tidak langsung
akan menyebabkan berukurangnya tingkat kesejahteraan masyarakat.
Rendahnya penyerapan anggaran negara ini tidak terlepas
dari adanya ketidakberanian dari aparatur pemerintahan dalam mengalokasian dan
menggunakan anggaran negara. Para aparatur pemerintahan tersebut terjebak dalam
paradigma penegakan hukum di bidang pemberantasan korupsi, yang menyebabkan
aparatur pemerintahan lebih memilih mengundurkan diri daripada harus
menggunakan anggaran negara.
Ketakutan aparatur pemerintahan di dalam menggunakan
anggaran negara tersebut bukan hanya menyebabkan rendahnya volume pembangunan
negara namun juga berimbas pada menurunnya tingkat kesejahteraan masyarakat
karena tanpa ada pembangunan maka perekonomian akan berbiaya tinggi dan memakan
waktu yang lama dalam setiap kegiatan perekonomian. Hal ini menyebabkan
masyarakat menjadi kesulitan di dalam memenuhi hajad hidupnya sehingga tidak
akan tercipta adanya efisiensi dalam ekonomi kerakyatan.
ANCAMAN YANG MENGERIKAN
Saat ini, setiap aparatur pemerintahnya yang mendapat
tugas sebagai Pejabat Pengguna Anggaran (PPA) akan berhitung lebih cermat dalam
setiap kebijakannya yang akan menggunakan anggaran negara, demikian pula setiap
aparatur pemerintah yang ditunjuka sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK),
lebih banyak yang memilih mengundurkan diri daripada harus melaksnakan tugasnya
dalam penggunaan anggaran negara namun berujung pada hotel prodeo karena diduga
melakukan tindak pidana korupsi, sehingga saat ini, korupsi sudah menjadi
ancaman yang mengerikan bagi aparatur pemerintahan.
Sejatinya, apabila setiap aparatur pemerintah sudah
melaksanakan tugasnya sebagaimana digariskan di dalam TUPOKSI nya
masing-masing, maka tentunya tidak perlu takut dengan ancaman pemidanaan akibat
diduga melakukan tindak pidana korupsi. Selain itu, setiap aparatu pemerintahan
yang memiliki kewenangan untuk membuat kebijakan, terbuka lebar untuk melakukan
diskresi kebijakan sepanjang kebijakan yang diambil tersebut adalah demi
kepentingan masyarakat dan bukan untuk kuntungan pribadi maupun golongannya.
Perlu dipikirkan pula keberadaan pasal 3 UU Nomor 31
Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang dianggap sebagai senjata mematikan
bagi setiap aparatur pemerintahan dalam mengambil kebijakan yang berkaitan
dengan penggunaan anggaran negara. Kiranya perlu penilaian ter;lebih dahulu
terhadap setiap kebijakan aparatur pemerintahan dalam penggunaan anggaran
negara, dimana peran Pengadilan Tata Usaha Negara dapat berperan aktif untuk
menilai apakah kebijakan penggunaan anggaran negara dari aparatur negara, baik
itu sebagai PPA maupun PPK dapat merugikan negara, sehingga ketika suatu
kebijakan paratur negara di dalam penggunaan negara memang mengindikasikan
adanya kerugian negara sebagaimana tercantum dalam putusan Pengadilan Tata
Usaha Negara (PTUN), maka putusan PTUN tersebut dapat ditindaklanjuti aparat
penegak hukum, baik itu KPK, Kejaksaan maupun Kepolisian untuk melakukan
tindakan PRO JUSTITIA, demi menyelamatkan keuangan negara.
Apabila langkah-langkah yang melibatkan PTUN benar-benar
dijalankan, maka tidak ada lagi ketakutan bagi aparatur negara di dalam
mengambil kebijakan penggunaan anggaran
negara, sehingga tidak menghambat laju pembangunan nasional dan akibat
lanjutannya adalah pemerintah dapat menjalankan fungsinya di dalam melayani
masyarakat di dalam upaya memenuhi hajad hidupnya.
Pada tarafberikutnya dengan berjalannya pembangunan, maka
kesejahteraan masyarakat meningkat dan tidak ada lagi proyek pembangunan yang
berhenti atau mangkrak karena adanya dugaan tindak pidana korupsi. Walahualam.
[1]
Hakim Yustisial pada Mahkamah
Agung RI, Kandidat Doktor pada Program Doktoral Ilmu Hukum (PDIH) Fakultas
Hukum Universitas Islam Sultan Agung (UNISSULA), Semarang ;
Tidak ada komentar:
Posting Komentar