qwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmrtyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmrtyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmrtyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmrtyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmrtyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmrtyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmrtyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnm
|
BERFILSAFATLAH DEMI MEMPERPANJANG UMURMU
DISUSUN OLEH : H. SANTHOS WACHJOE P, SH.MH
HAKIM YUSTISIAL PADA MAHKAMAH AGUNG RI
|
BERFILSAFATLAH DEMI
MEMPERPANJANG UMURMU
OLEH
: H. SANTHOS WACHJOE P, SH.MH[1]
A. PENDAHULUAN
Kehidupan
manusia tidak aan terlepas dari pertanyaan-pertanyaan, bahkan sejak seorang
manusia mulai bisa berbicara dengan manusia lain. Hal ini tidaklah
mengherankan, mengingat, semua kebutuhan manusia dihasilkan dari
pertanyaan-pertanyaan yang timbul dalam kehidupan sehari-hari.
Pertanyaan-pertanyaan
yang timbul dalam kehidupan sehari-hari, menyebabkan manusia akan selalu
belajar, sebagaimana telah diperintahkan dalam ayat pertama Surat Al-'Alaq :
اقْرَأْ
بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ
yang artinya
: "Bacalah dengan (menyebut) nama Rabb-mu Yang menciptakan," –
(QS.96:1).
Perintah untuk belajar kepada setiap manusia, bukan
tanpa alasan, mengingat manusia dituntut untuk dapat bertahan hidup dan untuk bertahan
hidup manusia harus memikirkannya, bagaimana cara mendapatkan makanan, cara
mendapatkan tempat tinggal, cara meneruskan keturunan dan lain sebagainya. Cara
berpikir demikian yang akan menciptakan sebuah kebudayaan pada suatu
masyarakat. Kebudayaan sebuah masyarakat bisa sama atau bahkan berbeda sama
sekali dengan kebudayaan masyarakat yang lain. Hal ini dapat dipengaruhi oleh
berbedanya tempat tinggal, ada yang tinggal di pegunungan, ada yang tinggal di
dataran rendah atau ada yang tinggal di pinggir laut. Dapat pula dipengaruhi
cuaca, misalkan masyarakat yang tinggal di daerah bersuhu dingin tentu sangat
berbeda dengan cara hidup masyarakat yang tinggal di daerah bersuhu panas. Oleh
karenanya, keadaan dan keberadaan suatu masyarakat akan sangat menentukan cara
berpikir masyarakat tersebut.
B. Pengertian Filsafat
Dalam
pengertian sederhana, filsafat adalah semua hal yang berhubungan dengan
pertanyaan dan rasa ingin tahu.[2] Namun dari segi bahasa,
Kata falsafah atau filsafat dalam bahasa
Indonesia merupakan kata
serapan dari bahasa
Arab
فلسفة, yang juga diambil dari bahasa
Yunani; Φιλοσοφία philosophia, dalam bahasa ini, kata
ini merupakan kata majemuk, dan berasal dari kata-kata (philia =
persahabatan, cinta dsb.) dan (sophia = "kebijaksanaan"), sehingga
arti harafiahnya adalah seorang “pencinta kebijaksanaan”.[3]
Dari
arti pencinta kebijaksanaan, menunjukkan bahwa seorang yang senang berfilsafat
adalah seseorang yang senang dengan kebijaksanaan, sehingga orang tersebut akan
mengedepankan pola berpikir terlebih dahulu dibandingkan dengan mengedepankan
tindakan. Sehingga dengan demikian orang yang senang berfilsafat akan bertindak
secara hati-hati terlebih ketika ia dihadapkan pada suatu permasalahan.
Hal
ini disebabkan karena dilsafat hadir karena rasa keingintahuan, rasa ingin
mendapatkan jawaban atas suatu permasalahan dan rasa ketidakpuasan atas suatu
peristiwa. Sesuai dengan yang diungkapkan oleh Neil Tumbull yang menyebutkan rasa ingin tahulah yang mengendalikan
sebagaian besar pikiran kita sehari-hari.[4]
Filsafat
timbul karena ketidaktahuan akan sesuatu, sehingga manusia akan selalu mencari
dan terus mencari untuk mendapatkan jawaban yang diingankannya. Rasa ingin tahu
itulah yang menjadi motivasi bagi setiap orang yang ingin terus berkembang.
C. Timbulnya Filsafat
Pada
kehidupan masyarakat di masa lampau, manusia hanya berpikir bagaimana cara
bertahan hidup, sehingga kemudian manusia berusaha untuk hidup yang aman dan
terhindar dari hewan buas, maka manusia purba tingga di dalam gua-gua atau di
atas pohon. Hal tersebut dilakukan demi mendapatkan kehidupan yang aman dan
nyaman. Semakin berkembangnya pemikiran manusia, maka manusia berpikir untuk
membuat rumah tempat tinggal, demikian terus berlanjut pada pemikiran-pemikiran
berikutnya.
Adanya
suatu pemikian timbul karena berawal dari kebingungan untuk menjawab suatu
permasalahan. Berfikir filsafat timbul karena
adanya sesuatu hal yang dipikirkan atau pertanyakan terhadap sesuatu
hal atau objek, bahkan bisa saja karena adanya keheran terhadap objek di
sekeliling kita.[5] Bingung akan sesuatu menyebabkan manusia akan
selalu mencari jawaban untuk mengatasi kebingungan tersebut. Sebab apabila rasa
bingung tersebut dibiarkan, maka akan menyebabkan kebingungan yang lebih besar
lagi dan bisa merugikan manusia.
Atas dasar rasa bingung tersebut, manusia akan
berusaha mengatasi keadaan yang sukar yang dihadapinya, mengingat manusia
diberikan bekal oleh Allah SWT berupa akal pikiran yang harus digunakan sebagai
sarana menyiasati problema hidup dan kehidupan. Manusia diberikan kebebasan
yang seluas-luasnya untuk memikirkan, menciptakan dan menggunakan sesuatu
berdasarkan akal pikirannya sehingga sesuatu tersebut bisa bermanfaat bagi
kehidupannya.
Keberadaan manusia di dunia juga tidak terlepas
dari kebingungan, apabila kita menengok ke belakang, dalam ajaran beberapa
agama besar di dunia, bagaimana Adam dan Hawa diturunkan di dunia dalam keadaan
terpisah jarak yang jauh, dalam keadaan tanpa pakaian sebagaimana yang
dikenakan selama berada di surga, hal-hal tersebut menimbulkan kebingungan dan
menyebabkan timbulnya pemikiran bagaimana Adam bisa berkumpul lagi dengan Hawa
dan bagaimana harus berpakaian sehingga bisa terhindar dari udara dingin
ataupun gigitan binatang. Meskipun kuasa Illahiah tetap berperan dalam
perjalanan Adam dan Hawa akan tetapi Adam dan Hawapun dalam berinteraksi dengan
alam sekitarnya juga mulai menggunakan akal pikirannya untuk dapat bertahan
hidup.
Dalam perkembangannya, pemikiran manusia tidak
hanya berkaitan dengan sandang, pangan dan papan (pakaian, makanan dan tempat
tinggal), tetapi juga pemikiran untuk bisa menaklukan dunia. Bagi seorang
filsuf (seseorang yang memiliki pemikiran filsafat), ada enam persoalan yang selalu menjadi bahan perhatian para filsuf dan memerlukan jawaban secara radikal, dimana
tiap-tiapnya menjadi salah satu cabang dari filsafat yaitu : [6]
a.
Tentang
”Ada” :
Persoalan tentang ”äda” (
being ) menghasilkan cabang filsafat metafisika; dimana sebagai salah satu
cabang filsafat metafisika sendiri mencakup persoalan ontologis, kosmologi (
perkembangan alam semesta ) dan antropologis ( perkembangan sosial budaya
manusia ). Ketiga hal tersebut memiliki
titik sentral kajian tersendiri.
b.
Tentang
”Pengetahuan” ( knowledge )
Persoalan tentang pengetahuan
( knowledge ) menghasilkan cabang filsafat epistemologi ( filsafat pengetahuan
). Istilah epistemologi sendiri berasal dari kata
episteme dan logos. Episteme berarti pengetahuan dan logos berarti teori. Jadi,
epistemologi merupakan salah satu cabang filsafat yang mengkaji secara mendalam
dan radikal tentang asal mula pengetahuan, struktur, metode dan validitas
pengetahuan.
Persoalan tentang metode (
method ) menghasilkan cabang filsafat metologi atau kajian / telaah dan penyusunan
secara sistematik dari beberapa proses dan azas-azas logis dan percobaan yang
sistematis yang menuntun suatu penelitian dan kajian ilmiah; atau sebagai
penyusun ilmu-ilmu vak.
d.
Tentang
”Penyimpulan”
Logika ( logis ) yaitu ilmu
pengetahuan dan kecakapan untuk berpikir tepat dan benar. Dimana berpikir
adalah kegiatan pikiran atau akal budi manusia. Logika sendiri dapat dibagi
menjadi 2, yaitu logika ilmiah dan logika kodratiah. Logika bisa menjadi suatu
upaya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti : Adakah metode yang dapat
digunakan untuk meneliti kekeliruan pendapat? Apakah yang dimaksud pendapat
yang benar? Apa yang membedakan antara alasan yang benar dengan alasan yang
salah? Filsafat logika ini merupakan cabang yang timbul dari persoalan tentang penyimpulan.
e.
Tentang
”Moralitas” ( morality )
Moralitas menghasilkan cabang
filsafat etika ( ethics ). Etika sebagai salah satu cabang filsafat menghendaki
adanya ukuran yang bersifat universal.
f.
Tentang
”Keindahan”
Estetika adalah salah satu cabang
filsafat yang lahir dari persoalan tentang keindahan. Merupakan kajian
kefilsafatan mengenai keindahan dan ketidakindahan. Lebih jauhnya lagi,
mengenai sesuatu yang indah terutama dalam masalah seni dan rasa serta
norma-norma nilai dalam seni.
Dari
keenam hal yang menjadi perhatian dari seorang filsuf tersebut, membuktikan
bahwa pemikiran manusia sebenarnya bersifat dinamis dan tidak statis. Terdapat
keinginan dari setiap manusia untuk daoat meningkatkan kualitas hidupnya, sebab
dengan meningkatnya kualitas hidup manusia, maka kesejahteraan manusia tersebut
juga akan meningkat, menjadi lebih baik.
Filsafat,
terutama filsafat barat muncul di Yunani semenjak kira-kira abad ke 7 S.M..
Filsafat muncul ketika orang-orang mulai memikirkan, dan berdiskusi akan
keadaan alam, dunia, dan lingkungan di sekitar mereka, dan tidak menggantungkan
diri kepada agama
untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini.[7]Dalam
perkembangannya, usaha manusia untuk memberi kemandirian
kepada akal sebagaimana yang telah dirintis oleh para pemikir renaisans, masih
berlanjut terus sampai abad ke-17. Abad ke-17 adalah era dimulainya
pemikiran-pemikiran kefilsafatan dalam artian yang sebenarnya.[8]
Dalam sebuah
diskusi bedah filsafat, disebutkan bahwa dalam menghadapi realitas, manusia akan
banyak dihadapkan dengan kekecewaan. Harapan manusia mengenai dunia akan
berguguran. Seharusnya kekecewaan ini menimbulkan ketegasan mengenai pentingnya
negasi pada cara pandang kita terhadap dunia saat ini. Dalam konteks filsafat
negasi, status
quo menghendaki kita
memikirkan dunia sebagai sesuatu yang telah ada dalam naturalitasnya. Di sisi
lain, kita menghadapi juga situasi dimana orang-orang merasakan nihilisme,
yakni kondisi ketika orang-orang dipaksa berpikir bahwa mereka tidak punya
pilihan. Jika tidak melakukan yang dilakukan arus, maka dia akan mati. Hal ini
menjadi kultur dalam masyarakat saat ini.[9]
Pemikiran
filsafat akan terus berkembang seiring dengan keinginan manusia yang tidak akan
pernah terpuaskan akan segala sesuatu yang telah ditemukan, dibuat atau
digunakannya. Meski demikian, sebenarnya hanya ada 3 (tiga) persoalan yang ingin dipecahkan oleh filsafat
ialah :[10]
1) Apakah sebenarnya hakikat
hidup itu? Pertanyaan ini dipelajari oleh Metafisika ;
2) Apakah yang dapat saya
ketahui? Permasalahan ini dikupas oleh Epistemologi ;
3) Apakah manusia itu? Masalah
ini dibahas olen Atropologi Filsafat.
D. Berfilsafat Demi
Memperpanjang Umur
Penegasan
bahwa salah satu upaya penting yang dilakukan oleh manusia untuk memperpanjang
umur adalah dengan berfilsafat atau yang sekarang lebih sering disebut dengan
berpikir. Hasil pemikirian manusia yang akan sangat berguna bagi bertahannya
umat manusia tetapi hasil pemikiran manusia juga dapat mempercepat punahnya peradaban
manusia di atas bumi.
Ketika
seeorang berfilsafat demi memperpanjang umurnya, maka orang tersebut akan
berusaha memikirkan cara-cara yang dapat digunakan supaya manusia dapat
memperpanjang umurnya. Penemuan-penemuan tekhnologi baru terbarukan baik yang
ditemukan atau yang akan ditemukan, tentu akan berguna bagi peradaban manusia.
Disamping
hal-hal yang dipikirkan oleh filsuf ketika berfilsafat, maka sebenarnya setiap
manusia dapat berfilsafat bagi dirinya sendiri, dengan melakukan beberapa cara
:
1) Selalu
bersyukur atas segala sesuatu yang dimilikinya ;
2) Selalu
berbagi kepada sesama sebagai tanda syukur atas semua yang dimilikinya ;
3) Selalu
berpikiran positif ;
4) Saling
mengingatkan di dalam kebaikan ;
5) Saling
tolong menolong dalam berbuat kebaikan ;
Berfilsafat
tidak hanya terbatas memikirkan sesuatu yang bersifat abstrak akan tetapi juga
berpikir untuk melakukan sesuatu yang bersifat nyata yang dapat dilakukan
karena esensi sebenarnya dari filsafat adalah senang akan kebijaksanaan.
Sehingga seseorang yang selalu berpikir positif tentu saja menunjukkan bahwa
orang tersebut senang akan kebijaksanaan, sebab pikiran positif menimbulkan
kebijaksanaan yang apabila digunakan akan memberikan kebaikan.
Hal
tersebut dikarenakan filsafat tidak pernah akan menerima secara buta
berbagai pemikiran, keyakinan, egoisme keilmuan, atau pandangan-pandangan
kepribadian yang bersifat individual semata, justru, filsafat berusaha menguji,
mengkritisi, dan berusaha mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara baru dan
menjawabnya secara baru pula, berdasarkan aktualitas dan tuntutan dinamika
perkembangan yang dihadapi dan filsafat, karena itu, tidak akan pernah
menjadikan dirinya sebagai kebenaran ideologis yang serba-sempurna dan serba-oke,
yang membelenggui manusia, dan filsafat tetap adalah sebuah program pencerahan
dalam rangka otonomi, emansipasi, dan perkembangan manusia.[11]
Keengganan
seseorang untuk berfilsafat, menyebabkan tumpulnya cara berpikir seseorang,
mengingat dengan befilsafat akan melatih pola pikir dan kepekaan seseorang terhadap
kebutuhan hidupnya dan juga terhadap keadaan masyarakat di sekitarnya. Dengan
berfilsafat, seseorang akan berfikir, apa yang akan dilakukannya pada hari
esok, apa yang akan dimakan untuk diri dan keluarganya, apakah ada tetangganya
yang masih membutuhkan bantuan dan berbagai macam pertanyaan lainnya. Dengan
berinteraksi dengan orang lain baik keluarga maupun masyarakat sekitar, akan
menumbuhkan empati pada diri seseorang dan mengurangi rasa sombong atas apa
yang dimilikinya. Rasa empati tersebut
yang akan menumbuhkan rasa kesetiakawanan dan solidaritas yang dapat berguna
dalam memenuhi kebutuhan hidup masing-masing individunya.
Ketika
rasa empati tersebut hilang, maka akan timbul kehampaan dalam kehidupan
seseorang karena dirinya merasa sebagai orang yang paling dibutuhkan oleh orang
lain dan tidak peduli terhadap kebutuhan orang lain. Apabila rasa sombong
tersebut dibiarkan maka akan menyebabkan kehancuran bagi orang tersebut, karena
orang yang sombong akan meremehkan orang lain.
Esensi
dari kesombongan adalah munculnya rasa berbangga diri yang berlebihan yang
menyebabkan seseorang merasa dirinya
jauh lebih baik dari orang lain dan dirinya selalu benar atas pendapat terhadap
segala sesuatu. Kesombongan juga menyebabkan seseorang merendahkan orang lain
dan menganggap orang lain tidak mengerti apapun terhadap sesuatu hal yang
sebenarnya sudah dikehaui secara umum.
Keberadaan
orang-orang yang merasa derajat dirinya lebih tinggi dari orang lain dapat
mengakibatkan kebuntuan cara berpikir orang tersebut dan berhentinya perubahan,
hal ini mengingat bahwa orang tersebut merasa tidak membutuhkan sesuatu yang
baru dan menganggap segala yang dimilikinya sudah cukup. Hal ini berakibat
mandegnya adanya inovasi-inovasi baru yang terbarukan bahkan yang lebih buruk adalah
orang yang memiliki sifat sombong akan merasa dirinya menjadi tuhan atau
pencipta dari segala sesuatu dan semua orang harus mengabdi kepadanya.
Oleh
karenanya, manusia dituntut untuk selalu berfilsafat untuk memikirkan
keberadaan dirinya yang tidak akan terlepas dari keberadaan orang lain
sekaligus tidak pernah terlepas dari keberadaan Tuhan Yang Maha Esa, yang
menciptakan segala yang ada di dunia ini. Berfilsafat membuat seseorang akan
menyadari bahwa dirinya bagaikan butiran debu dalam alam kosmos yang sedemikian
luas yang masih banyak belum terjangkau oleh daya pikir manusia.
Berfilsafat
juga menghasilkan orang-orang yang selalu berserah diri kepada penciptanya
karena orang yang bersilsafat akan selalu memikirkan adanya dirinya yang
merupakan sesuatu yang muncul tidak dengan sendrinya akan tetapi menyadari
bahwa ada yang menciptakannya. Kesadaran tersebut akan menciptakan suatu
keseimbangan kosmik dalam alam semesta dan menghindarkan seseorang untuk
berbuat kerusakan di atas bumi, sehingga dengan demikian, alam akan selalu
terjaga dari kehancuran.
Selain
itu berfilsafat akan memanjangkan umur, mengingat dengan berfilsafat akan
menghasilkan pemikiran-pemikiran baru yang akan selalu diingat oleh orang lain
dari masa ke masa. Pemikiran-pemikiran yang baru dan terbarukan yang bermanfaat
adalah pemikiran-pemikiran yang mempunyai kegunaan bagi kehidupan manusia
sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan manusia, sehingga para pemikir
tersebut akan selalu dikenang dan dibicarakan sepanjang masa. Hasil pemikiran
tersebut yang dapat dikatakan sebagai berfilsafat akan memperpanjang umur,
karena hasil pemikirandan pemikirnya akan selalu diingat sepanjang sejarah
kehidupan manusia.
Secara
jasmaniah, umur ditentukan oleh kodrat Illahi, yang tidak mungkin diketahui oleh
makhluk ciptaan-Nya, akan tetapi secara pemikiran, tergantung pada
masing-masing individu karena pada dasarnya setiap manusia diciptakan dengan
dibekali oleh akal pikiran yang harus selalu digunakan demi kelanjutan
kehidupan manusia. Pemikiran-pemikiran yang bersifat membangun dan bermanfaat
akan selalu diingat dan dikenang oleh setiap orang.
Secara
filosofis, berfikir filsafat akan memperpanjang umur bukan berarti bahwa umur
manusia akan menjadi panjang secara jasmaniah akan tetapi pemikiran-pemikiran
yang dihasilkannya yang akan memperpanjang umur seseorang. Hal ini karena
pemikiran-pemikiran yang bersifat membangun akan dapat digunakan dalam
kehidupan sehari-hari. Dari pemikiran-pemikiran tersebut, orang-orang akan
selalu mengingat pemikirnya, sehingga dengan demikian secara pemikiran,
sehingga secara otomatis akan memperpanjang umur pemikirnya. Jejak pemikiran
tersebut, salah satunya dapat berbentuk penulisan-penulisan dalam berbagai
bentuknya. Hasil karya pemikiran seseorang dalam bentuk tulisan tentu akan dakan
dapat dikenang sepanjang masa karena sifat pemikiran yang dituangkan dalam bentuk
tulisan tidak akan pernah lekang oleh waktu. Suatu pemikiran yang telah ada dalam
bentuk tulisan dapat menjadi dasar pemikiran yang baru, demikian seterusnya sehingga
manusia dituntut untuk selalu berfikir, yang tidak lain adalah bentuk dari berfilsafat.
E. Kesimpulan
Dari
pemaparan tersebut di atas, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1) Manusia
sebagai ciptaan Tuhan Yang Maha Esa telah dibekali dengan akal pikiran yang
harus digunakan dalam menjalani kehidupannya ;
2) Manusia
tidak akan pernah tahu berapa panjang umurnya, akan tetapi dengan berfilsafat
dengan menggunakan akan pikirannya akan memperpanjang umurnya karena hasil
pemikirannya akan selalu dibicarakan dan digunakan dalam kehidupan sehari-hari
;
3) Sebaiknya
setiap orang dapat meninggalkan jejak kehidupannya dengan pemikirannya yang
dapat dikenang sepanjang masa ;
4) Hasil
pemikiran manusia dalam bentuk tulisan bersifat lebih abadi dibandingkan yang tidak
dituangkan dalam bentuk tulisan ;
F. Sumber Bacaan
1. Neil
Tumbull, Bengkel Ilmu Filsafat, Penerbit Erlangga, 2015, h. 6 ;
2. https://id.wikipedia.org/wiki/Filsafat,
diunduh tanggal 16 Agustus 2016 ;
3. http://tartocute.blogspot.co.id/2012/08/filsafat-pemikiran-filsafati-dan-produk.html,
diunduh tanggal 16 Agustus 2016 ;
4. http://stiebanten.blogspot.co.id/2011/06/permasalahan-filsafat.html,
diunduh tanggal 16 Agustus 2016 ;
5. https://id.wikipedia.org/wiki/Filsafat,
diunduh tanggal 16 Agustus 2016 ;
6. http://ansarbinbarani.blogspot.co.id/2015/12/filsafat-modern-dan-pembentukannya.html,
dunduh tanggal 16 Agustus 2016 :
7. http://fisip.unair.ac.id/berita/read/186/Diskusi-dan-Bedah-Buku-Filsafat-Negasi-Jangan-Terima-Dunia-Apa-Adanya,
diunduh tanggal 16 Agustus 2016 ;
8. http://tartocute.blogspot.co.id/2012/08/filsafat-pemikiran-filsafati-dan-produk.html,
diunduh tanggal 16 Agustus 2016 ;
9. http://kuliah.unpatti.ac.id/mod/page/view.php?id=9,
diunduh tanggal 16 Agustus 2016 ;
[1] Hakim Yustisial pada Mahkamah
Agung RI, Mahasiswa Program Doktoral pada Program Doktoral Ilmu Hukum (PDIH)
Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung, Semarang ;
[2]
Neil Tumbull, Bengkel Ilmu
Filsafat, Penerbit Erlangga, 2015, h. 6 ;
[4] Neil Tumbull, ibid ;
[5]
http://tartocute.blogspot.co.id/2012/08/filsafat-pemikiran-filsafati-dan-produk.html,
diunduh tanggal 16 Agustus 2016 ;
[6]
http://stiebanten.blogspot.co.id/2011/06/permasalahan-filsafat.html,
diunduh tanggal 16 Agustus 2016 ;
[8]
http://ansarbinbarani.blogspot.co.id/2015/12/filsafat-modern-dan-pembentukannya.html,
dunduh tanggal 16 Agustus 2016 :
[9]http://fisip.unair.ac.id/berita/read/186/Diskusi-dan-Bedah-Buku-Filsafat-Negasi-Jangan-Terima-Dunia-Apa-Adanya,
diunduh tanggal 16 Agustus 2016 ;
[10]http://tartocute.blogspot.co.id/2012/08/filsafat-pemikiran-filsafati-dan-produk.html,
diunduh tanggal 16 Agustus 2016 ;
Tidak ada komentar:
Posting Komentar