Kamis, 09 Juli 2020

Ketika Pidana Pada Tindak Pidana Ringan (TIPIRING) diterapkan Tanpa Sidang

Sebagaimana kita pahami bersama bahwa selama masa pandemi Covid-19 kita menjadi terbatas pergerakannya. Tidak lagi bebas pergi kemana kita suka. Tidak bebas lagi kita berkumpul dengan teman dan handai taulan. Tidak bebas lagi kita saling berkunjung sebagaimana telah menjadi budaya kita selama ini. Hal ini terpaksa kita lakukan demi menjaga kesehatan dan keselamatan kita bersama.
Semua memang harus dilakukan dengan penuh kesadaran tanpa harus ada keterpaksaan. Namun, meski demikian ada juga masyarakat yang masih lalai dalam bertindak. Meski sudah diberikan peringatan, namun ada warga masyarakat yang tetap membandel, tidak mematuhi ketentuan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah, dalam hal ini termasuk Pemerintah Daerah masing-masing Provinsi.
Ada sedikit hal yang menjadi ganjalan bagi para Aparat Penegak Hukum, yaitu ketika ada wilayah yang menerapkan hukuman bagi para pelanggar ketidakdisiplinan selama masa pandemi Covid-19 ini. Apa hal tersebut?
1. Penetapan hukuman itu hanya di dasarkan pada Penetapan Kepala Daerah (cek https://regional.kompas.com/read/2020/05/16/17290121/tidak-pakai-masker-denda-rp-250000 atau https://megapolitan.kompas.com/read/2020/05/11/19402611/pergub-baru-anies-warga-didenda-maksimal-rp-250000-jika-tak-pakai-masker), dalam tata urutan perundang-undangan, seharusnya dibuat dalam bentuk Peraturan Daerah (PERDA) karena mempunyai sifat memaksa dan memberi sanksi kepada pelanggarnya dan bukan dalam bentuk Peraturan Kepala Daerah yang seharusnya hanya bersifat internal berlaku kepada jajarannya dan bukan kepada masyarakat umum;
2. Hukuman dijatuhkan tanpa adanya persidangan, terlepas dari keadaan darurat pandemi, seharusnya Pemerintah Daerah (Pemda) berkoordinasi dengan pihak Pengadilan Negeri, Kepolisian dan Kejaksaan Negeri setempat untuk bisa melakukan persidangan di tempat, yang harinya bisa ditentukan setelah pelanggar tertangkap tangan. Bila seorang pelanggar tertangkap tangan maka sambil menunggu jadwal persidangan, Petugas lapangan dapat menyita kartu identitas pelanggar tersebut eperti KTP atau SIM atau juga kartu identitas lain yang dibawa. Bagi yang mengendarai kendaraan dan tidak membawa kartu identitas, dapat disita kendaraannya. Hal ini sebagai alat pemaksa untuk para pelanggar menghadiri persidangan;
3. Uang denda yang dibayarkan bersifat TUNAI, hal ini rawan terjadi penyelewengan mengingat saat ini seluruh proses penegakan hukum yang bersifat finansial, sudah dilakukan secara daring (online) dan tidak pernah lagi ada pembayaran yang dilakukan secara tunai;
4. Tidak ada hukuman alternatif bagi yang tidak mampu membayar dan tidak mampu melakukan kerja sosial, misalkan terhadap para lansia;
5. Tidak adanya laporan pemidanaan bagi para pelanggar kepada instansi terkait, yaitu Departemen Hukum dan HAM, dalam hal ini adalah Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS). Hal ini berkaitan dengan data bagi pelanggar yang mengulangi perbuatannya, yang tentunya harus dihukum lebih berat.
Setidaknya ada 5 (lima) hal yang kirany bisa menjadi perhatian bagi kita semua, mengingat penegakan hukum merupakan tugas dari para Aparat Penegak Hukum bukan bukan merupakan kewenangan Pemerintah Daerah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

DIMANA TANAH DIPIJAK, DISANA NASI DIMAKAN

                Sebuah prinsip yang selalu saya pegang saat saya masih sering merantau dan sebagai informasi saja, saya sudah berantau d...