Sekilas Mengenai Pembentukan Undang-Undang (Bagian 2)
Melanjutkan pembahasan mengenai pembentukan
undang-undang, maka usulan baik dari
Pemerintah maupun dari DPR/DPRD akan dibahas bersama-sama. Dan apabila memang harus dibentuk suatu
undang-undang atau dalam bentuk peraturan daerah untuk menampung aspirasi
tersebut, hal pertama yang harus dilakukan dibuat naskah akademik.
Yang dimaksud dengan naskah akademik adalah
usulan rancangan undang-undang atau peraturan daerah yang berisikan latar
belakang atau alasan baik secara yuridis, sosiologis dan filosofis, kenapa
harus dibentuk undang-undang atau peraturan daerah, dasar yuridis yang
berisikan pendapat dari para ahli hukum dan juga aturan perundang-undangan yang
bisa dijadikan dasar bagi pembentukan undang-undang atau peraturan daerah. Pembuatan
naskah daerah tersebut harus dibuat selengkap mungkin sebab akan menjadi dasar
pembahasan suatu Rancangan Undang-Undang (RUU) atau Rancangan Peraturan Daerah
(Raperda).
Setelah ada naskah akademik, maka menjadi
tugas dari Pemerintah maupun DPR/DPRD untuk menyerap aspirasi masyarakat yang
didasarkan pada naskah akademik tersebut. Hal ini diperlukan sebab ada
kemungkinan ada usulan dari masayarakat yang bisa dijadikan pelengkap dari
naskah akademik tersebut. Hal ini dikarenakan naskah akademik merupakan dasar
pijakan yang bersifat akademis sedangkan usulan dari masyarakat merupakan hal
yang bersifat terapan yang sering dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.
Pembahasan RUU atau Raperda yang didasarkan
pada naskah akademik tersebut akan dilakukan oleh masing-masing Komisi di
DPR/DPRD yang berkaitan dengan RUU/Raperda tersebut. Dan, dari Komisi kemudian
dilanjutkan pembahasannya oleh masing-masing Fraksi. Hal ini yang menyebabkan
pembahasan suatu RUU/Raperda menjadi terkesan bertele-tele dan memakan waktu
yang cukup lama. Hal ini disebabkan dari rapat Fraksi akan dibawa ke rapat
Pleno atau rapat yang melibatkan seluruh Fraksi dan Komisi di DPR/DPRD.
Dalam praktek, seringkali RUU/Raperda yang
bersifat menguntungkan secara finansial bagi anggota DPR/DPRD akan cepat
pembahasannya, sedangkan RUU/Raperda yang tidak menguntungkan secara finansial,
akan sangat lama pembahasannya.
Apabila dalam rapat pleno, RUU/Raperda
tersebut disetujui oleh DPR/DPRD, maka RUU/Raperda tersebut akan diserahkan
kembali kepada Pemerintah untuk diundangkan dalam Lembaran Negara. Dari Lembaran
Negara tersebut, maka suatu RUU/Raperda akan menjadi Undang-Undang / Perda yang
bisa diterapkan kepada masyarakat.
Dari uraian singkat ini, perlu diingat bahwa
meskipun jalurnya pendek untuk membentuk suatu Undang-Undang, namun dalam
prakteknya pembentukan UU/Perda tersebut sangat panjang dan membutuhkan waktu
yang sangat lama. Banyak kepentingan yang bermain ketika suatu RUU/Raperda
dibahas untuk bisa menjadi UU/Perda. Menjadi tugas kita bersama sebagai warga
negara untuk mengawal apabila terdapat RUU/Raperda yang akan dibahas menjadi
UU/Perda karena dengan kita mengawal pembahasan tersebut, kita bisa menjaga
sebuah RUU/Raperda yang sedang dibahas tidak dibelokkan hanya karena didasarkan
suatu kepentingan yang berfiat pribadi dan bukan kepentingan yang bertujuan
untuk kemakmuran masyarakat. (TAMAT).