Selasa, 18 Juli 2023

Sudahkah kita memberikan hak anak?


 

            Dalam rangka menyambut Hari Anak Nasional yang jatuh pada tanggal 23 Juli 2023, pernahkah dalam diri kita bertanya sudahkah kita memberikan hak anak kepada anak-anak kita? Sebuah pertanyaan mendasar yang yang sering kita lupakan.

            Setiap anak adalah anugrah bagi setiap keluarga, sebuah anugrah bagi setip orang tua, juga  merupakan anugrah terbesar bagi sebuah negara. Bertambahnya warga negara tentunya akan menambah jumlah sumber daya manusia pada suatu negara dan hal tersebut harus dijadikan sumber kekuatan pembangunan negara yaitu dengan menjadikan sumber daya manusia yang berkualitas.

            Untuk menjadikan sumber daya manusia yang berkualitas tentu berawal dari keluarga sebagai tangan pertama yang melakukan pendidikan terhadap seorang anak. Tanpa adanya peran serta dari keluarga akan sangat mustahil menjadikan seorang anak menjadi bagian dari sumber daya manusia yang berkualitas, sehingga peranan keluarga menjadi sangat vital.

            Peranan keluarga, khususnya bagi setiap orang tua menjadi titik poin utama pendidikan seorang anak. Namun, yang lebih penting adalah perhatian orang tua terhadap tumbuh kembang anak yang harus menjadi perhatian utama.

            Seorang anak bukan hanya memerlukan dipenuhinya kebutuhan secara fisik namun yang lebih penting adalah dipenuhinya kebutuhan secara rohani. Meskipun seorang anak telah mendapatkan atau dipenuhinya kebutuhan secara materiil yaitu kebutuhan mendapatkan pendidikan yang layak (bersekolah) namun juga seorang anak perlu didampingi selama bersekolah, didampingi artinya orang tua memberikan bimbingan ketika anaknya mengalami kesulitan dalam menerima pelajaran sekolah, caranya? Bisa secara langsung namun juga bisa dengan memanggil guru pembimbing atau guru les bagi anak-anaknya. Cukupkah hanya itu?

            Tentu tidak, kebutuhan seorang anak juga banyak yang harus dicukui oleh setiap orang tua. Seorang anak membutuhkan keberadaan orang tua dalam setiap langkah hidupnya, setiap anak membutuhkan nasihat dari orang tuanya, dalam keadaan apapun bahkan ketika sang anak berbuat salah sekalipun. Peran orang tua harus bisa memberikan ketenangan kepada anak-anaknya dan bukan bahkan mencela perbuatan anak-anaknya.

            Disadari atau tidak, orang tua sering melakukan bullying terhadap anak-anaknya, mesikipun dengan alasan demi kebaikan anaknya namun hal demikian justru membuat anak tidak percaya diri atau bahkan menjadi minder. Contoh nyata yaitu ketika orang tua membandingkan diantara anak-anaknya, misalnya, dengan perkataan “Lihat kakakmu yang pintar matematika” atau perkataan-perkataan sejenis. Semakin sering dilakukan maka akan membuat sang anak menjadi semakin tidak percaya diri dan akan membuat hubungan orang tua dan anak semakin menjauh atau semakin renggang.

            Rasa sayang orang tua harus menjadi dasar pemenuhan hak dasar anak dan setiap orang tua pasti akan mendahulukan kepentingan anaknya dibandingkan kepentingan dirinya sendiri. Dalam kondisi apapun, setiap orang tua akan selalu memberikan kasih sayang sepenuhnya kepada anak-anaknya, namun sayangnya demi alasan kasih sayang kepada anak, orang tua justru bisa mencelakakan anak.

            Hal ini bisa terjadi saat orang tua membiarkan anaknya bermain gagdet atau telepon pintar tanpa pengawasan. Apabila hal tersebut dilakukan bisa membuat sang anak melakukan atau membuka situs-situs yang justru dilarang dibuka, mengingat keberadaan situs-situs terlarang sangat banyak di situs online dan sangat mudah ditemukan serta dibuka. (BERSAMBUNG).

            

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

DIMANA TANAH DIPIJAK, DISANA NASI DIMAKAN

                Sebuah prinsip yang selalu saya pegang saat saya masih sering merantau dan sebagai informasi saja, saya sudah berantau d...