Dalam
rangka menyambut Hari Anak Nasional yang jatuh pada tanggal 23 Juli 2023, pernahkah
dalam diri kita bertanya sudahkah kita memberikan hak anak kepada anak-anak
kita? Sebuah pertanyaan mendasar yang yang sering kita lupakan.
Setiap
anak adalah anugrah bagi setiap keluarga, sebuah anugrah bagi setip orang tua, juga merupakan anugrah terbesar bagi sebuah
negara. Bertambahnya warga negara tentunya akan menambah jumlah sumber daya
manusia pada suatu negara dan hal tersebut harus dijadikan sumber kekuatan
pembangunan negara yaitu dengan menjadikan sumber daya manusia yang berkualitas.
Untuk
menjadikan sumber daya manusia yang berkualitas tentu berawal dari keluarga
sebagai tangan pertama yang melakukan pendidikan terhadap seorang anak. Tanpa
adanya peran serta dari keluarga akan sangat mustahil menjadikan seorang anak
menjadi bagian dari sumber daya manusia yang berkualitas, sehingga peranan
keluarga menjadi sangat vital.
Peranan
keluarga, khususnya bagi setiap orang tua menjadi titik poin utama pendidikan
seorang anak. Namun, yang lebih penting adalah perhatian orang tua terhadap
tumbuh kembang anak yang harus menjadi perhatian utama.
Seorang
anak bukan hanya memerlukan dipenuhinya kebutuhan secara fisik namun yang lebih
penting adalah dipenuhinya kebutuhan secara rohani. Meskipun seorang anak telah
mendapatkan atau dipenuhinya kebutuhan secara materiil yaitu kebutuhan
mendapatkan pendidikan yang layak (bersekolah) namun juga seorang anak perlu
didampingi selama bersekolah, didampingi artinya orang tua memberikan bimbingan
ketika anaknya mengalami kesulitan dalam menerima pelajaran sekolah, caranya? Bisa
secara langsung namun juga bisa dengan memanggil guru pembimbing atau guru les
bagi anak-anaknya. Cukupkah hanya itu?
Tentu
tidak, kebutuhan seorang anak juga banyak yang harus dicukui oleh setiap orang
tua. Seorang anak membutuhkan keberadaan orang tua dalam setiap langkah
hidupnya, setiap anak membutuhkan nasihat dari orang tuanya, dalam keadaan
apapun bahkan ketika sang anak berbuat salah sekalipun. Peran orang tua harus
bisa memberikan ketenangan kepada anak-anaknya dan bukan bahkan mencela
perbuatan anak-anaknya.
Disadari
atau tidak, orang tua sering melakukan bullying
terhadap anak-anaknya, mesikipun dengan alasan demi kebaikan anaknya namun
hal demikian justru membuat anak tidak percaya diri atau bahkan menjadi minder.
Contoh nyata yaitu ketika orang tua membandingkan diantara anak-anaknya,
misalnya, dengan perkataan “Lihat kakakmu yang pintar matematika” atau
perkataan-perkataan sejenis. Semakin sering dilakukan maka akan membuat sang
anak menjadi semakin tidak percaya diri dan akan membuat hubungan orang tua dan
anak semakin menjauh atau semakin renggang.
Rasa
sayang orang tua harus menjadi dasar pemenuhan hak dasar anak dan setiap orang
tua pasti akan mendahulukan kepentingan anaknya dibandingkan kepentingan
dirinya sendiri. Dalam kondisi apapun, setiap orang tua akan selalu memberikan
kasih sayang sepenuhnya kepada anak-anaknya, namun sayangnya demi alasan kasih
sayang kepada anak, orang tua justru bisa mencelakakan anak.
Hal
ini bisa terjadi saat orang tua membiarkan anaknya bermain gagdet atau telepon pintar tanpa pengawasan. Apabila hal tersebut
dilakukan bisa membuat sang anak melakukan atau membuka situs-situs yang justru
dilarang dibuka, mengingat keberadaan situs-situs terlarang sangat banyak di
situs online dan sangat mudah
ditemukan serta dibuka. (BERSAMBUNG).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar