FILSAFAT ILMU,
SEBAGAI SALAH SATU CAR BERPIKIR MANUSIA
OLEH :
SANTHOS
WACHJOE P, SH
(HAKIM PADA PN
TEGAL)
BAB I.
PENDAHULUAN
Sudah menjadi kodrat dari manusia yang
memiliki rasa ingin tahu, menyebabkan manusia selalu berpikir dalam rangka
mempertahankan kehidupannya. Dari masa ke masa, rasa keingintahuan manusia
semakin bertambah sebagaimana bertambahnya pula kebutuhan hidup dari manusia
itu sendiri, sehingga kemudian muncul keinginan untuk belajar. Bahkan Allah SWT
dalam Al-Qur’an Nur Karimpun memerintahkan manusia untuk selalu membaca
(belajar), sebagaimana diterangkan dalam Surat Al-Alaq, ayat pertama, yang
artinya :[1]
“Bacalah dengan (menyebut) nama
Tuhanmu yang menciptakan”
Pengertian
keingintahuan akan sesuatu menyebabkan seseorang akan belajar akan sesuatu.
Belajar tersebut tidak hanya dari segi formal yaitu mempelajari yang ada dalam
buku-buku pelajaran dan sebagianya tetapi juga belajar akan gejala alam yang
terjadi di sekitar kita. Hal tersebut dikarenakan alam semesta ini diciptakan
oleh Allah, Tuhan Semesta Alam adalah untuk kepentingan kehidupan manusia,
sehingga sudah menjadi kewajiban bagi seluruh manusia untuk mempelajarinya dan
memelihara seluruh ciptaan Allah tersebut.
BAB
II. PENGERTIAN FILFAFAT
Dari rasa keingintahuan tersebut
dan dari proses belajar tersebut, akhirnya muncul pengetahuan manusia yang
bernama FILSAFAT. Dalam pengertian sederhana, FILSAFAT adalah :[2]
“
Semua hal yang berhubungan dengan pertanyaan dan rasa ingin tahu. “
Dari
pengertian sederhana tersebut, maka dapat dililihat bahwa kata FILSAFAT diambil
dari 2 (dua) kata Yunani kuno yaitu “PHILO”
yang berarti mencintai dan “SHOPIA” yang berarti kebijaksanaan,
sehingga FILSAFAT dalat diartikan sebagai “Meraih
rasa cinta akan kebijaksanaan”.[3]
Manusia di dunia barat telah
mengenal FILSAFAT selama kurang lebih 1000 (seribu) tahun. Bagi para filsuf,
pertanyaan filosofis adalah pertanyaan yang berada di luar jangkauan teknokrat,
pertanyaan ini tidak mementingkann cara mendapatkan informasi, tetapi sesuatu
yang lain, yaitu sesuatu yang bisa kita sebut sebagai “KEBIJAKSANAAN”. Sehingga
para filsuf adalah “PECINTA KEBIJAKSANAAN”.[4]
Hal tersebut diatas menyebabkan
FILSAFAT menjadi INDUK dari segala ilmu. Prof. DR. Wahyono, SH.MS menyatakan
bahwa “Filsafat menjadi induk dari segala
ilmu mencakup berbagai cabang pengetahuan, apa yang kita ketahui (metaafisika),
apa yang seharusnya kitaa kerjakan (etika), sampai dimana harapan kita (agama),
apa dan siapa manusia (antropologi), apa yang sedang kita fikirkan (logika) dan
apa yang nyaman, indah di dalam kehidupan bersama (estetika), serta bagaimana
mengenal kenyataan yang ada (kenleer).[5]
Kata falsafah merupakan arabisasi yang berarti pencarian yang
dilakukan oleh para filosof. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata filsafat
menunjukkan pengertian yang dimaksud, yaitu pengetahuan dan penyelidikan dengan
akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab asal dan hukumnya. Manusia
filosofis adalah manusia yang memiliki kesadaran diri dan akal sebagaimana ia
juga memiliki jiwa yang independen dan bersifat spiritual.[6]
Beberapa sarjana memiliki pandangan yang berbeda mengenai
FILSAFAT, akan tetapi bermuara pada satu pokok tujuan yaitu MENCINTAI
KEBIJAKSANAAN. Pendapat beberapa sarjana tersebut antara lain adalah :[7]
·
Robert
Ackerman “philosophy of science in
one aspect as a critique of current scientific opinions by comparison to proven
past views, but such aphilosophy of science is clearly not a discipline
autonomous of actual scientific paractice”. (Filsafat ilmu dalam
suatu segi adalah suatu tinjauan kritis tentang pendapat-pendapat ilmiah dewasa
ini dengan perbandingan terhadap kriteria-kriteria yang dikembangkan dari
pendapat-pendapat demikian itu, tetapi filsafat ilmu jelas bukan suatu
kemandirian cabang ilmu dari praktek ilmiah secara actual ;
·
Lewis
White Beck “Philosophy of science
questions and evaluates the methods of scientific thinking and tries to
determine the value and significance of scientific enterprise as a whole. (Filsafat
ilmu membahas dan mengevaluasi metode-metode pemikiran ilmiah serta mencoba
menemukan dan pentingnya upaya ilmiah sebagai suatu keseluruhan) ;
·
A.
Cornelius Benjamin “That philosopic
disipline which is the systematic study of the nature of science, especially of
its methods, its concepts and presuppositions, and its place in the general
scheme of intellectual discipines. (Cabang pengetahuan filsafati
yang merupakan telaah sistematis mengenai ilmu, khususnya metode-metodenya,
konsep-konsepnya dan praanggapan-praanggapan, serta letaknya dalam kerangka
umum cabang-cabang pengetahuan
intelektual) ;
·
Michael
V. Berry “The study of the inner
logic if scientific theories, and the relations between experiment and theory,
i.e. of scientific methods”. (Penelaahan tentang logika interen
dari teori-teori ilmiah dan hubungan-hubungan antara percobaan dan teori, yakni
tentang metode ilmiah) ;
·
May
Brodbeck “Philosophy of science is
the ethically and philosophically neutral analysis, description, and
clarifications of science.” (Analisis yang netral secara etis dan
filsafati, pelukisan dan penjelasan mengenai landasan – landasan ilmu ;
·
Peter
Caws “Philosophy of science is a
part of philosophy, which attempts to do for science what philosophy in general
does for the whole of human experience. Philosophy does two sorts of thing: on
the other hand, it constructs theories about man and the universe, and offers
them as grounds for belief and action; on the other, it examines critically
everything that may be offered as a ground for belief or action, including its
own theories, with a view to the elimination of inconsistency and error.
(Filsafat ilmu merupakan suatu bagian filsafat, yang mencoba berbuat bagi ilmu
apa yang filsafat seumumnya melakukan pada seluruh pengalaman manusia. Filsafat
melakukan dua macam hal : di satu pihak, ini membangun teori-teori tentang
manusia dan alam semesta, dan menyajikannya sebagai landasan-landasan bagi
keyakinan dan tindakan; di lain pihak, filsafat memeriksa secara kritis segala
hal yang dapat disajikan sebagai suatu landasan bagi keyakinan atau tindakan,
termasuk teori-teorinya sendiri, dengan harapan pada penghapusan ketakajegan
dan kesalahan ;
·
Stephen
R. Toulmin “As a discipline, the
philosophy of science attempts, first, to elucidate the elements involved in
the process of scientific inquiry observational procedures, patens of argument,
methods of representation and calculation, metaphysical presuppositions, and so
on and then to veluate the grounds of their validity from the points of view of
formal logic, practical methodology and metaphysics”. (Sebagai
suatu cabang ilmu, filsafat ilmu mencoba pertama-tama menjelaskan unsur-unsur
yang terlibat dalam proses penyelidikan ilmiah prosedur-prosedur pengamatan,
pola-pola perbinacangan, metode-metode penggantian dan perhitungan,
pra-anggapan-pra-anggapan metafisis, dan seterusnya dan selanjutnya menilai
landasan-landasan bagi kesalahannya dari sudut-sudut tinjauan logika formal,
metodologi praktis, dan metafisika).
Berfilsafat mengandung arti pula “Memikirkan dan merenungkan kea rah pencarian asal mula (causa prima)
suatu fenomena atau obyek.”[8]
Adapun beberapa pengertian pokok tentang filsafat menurut kalangan
filosof adalah :[9]
1. Upaya spekulatif untuk menyajikan suatu
pandangan sistematik serta lengkap tentang seluruh realitas.
2. Upaya untuk melukiskan hakikat realitas
akhir dan dasar secara nyata.
3. Upaya untuk menentukan batas-batas dan
jangkauan pengetahuan sumber daya, hakikatnya, keabsahannya, dan nilainya.
4. Penyelidikan kritis atas
pengandaian-pengandaian dan pernyataan-pernyataan yang diajukan oleh berbagai bidang
pengetahuan.
5. Disiplin ilmu yang berupaya untuk membantu
Anda melihat apa yang Anda katakan dan untuk menyatakan apa yang Anda lihat.
Plato (427–348 SM) menyatakan filsafat ialah pengetahuan yang bersifat
untuk mencapai kebenaran yang asli. Sedangkan Aristoteles (382–322 SM) mendefenisikan
filsafat ialah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran yang terkandung di
dalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan
estetika. Sedangkan filosof lainnya Cicero
(106–043 SM) menyatakan filsafat ialah ibu dari semua ilmu pengetahuan lainnya.
Filsafat ialah ilmu pengetahuan terluhur dan keinginan untuk mendapatkannya.
Menurut Descartes (1596–1650), filsafat ialah kumpulan segala pengetahuan
di mana Tuhan, alam dan manusia menjadi pokok penyelidikannya. Sedangkan
Immanuel Kant (1724–1804) berpendapat filsafat ialah ilmu pengetahuan yang
menjadi pokok dan pangkal segala pengetahuan yang tercakup di dalamnya 4
persoalan :
a. Apakah
yang dapat kita ketahui?
Jawabannya termasuk dalam bidang metafisika.
b. Apakah yang
seharusnya kita kerjakan?
Jawabannya termasuk dalam bidang etika.
c. Sampai di
manakah harapan kita?
Jawabannya termasuk pada bidang agama.
d. Apakah
yang dinamakan manusia itu?
Jawabannya termasuk pada bidang antropologi.
BAB III. PEMBAGIAN CABANG FILSAFAT
Secara histories, FILSAFAT dipandang sebaga the mother os sciences atau induk dari
segala ilmu, sebagaimana dinyatakan oleh DESCRATES, “Bahwa prinsip-prinsip dasar ilmu diambil dari FILSAFAT. Filsafat alam
mendorong ilmu-ilmu kealaman, filsafat sosial melahirkan ilmu-ilmu sosial.”[10]
HAMERSMA, membicarakan sepuluh cabang
FILSAFAT, yang masih dapat dikembalikan lagi kepada 4 (empat) bidang induk,
sebagai berikut :[11]
1.
Epistimologi, yaitu Suatu studi tentaang asal usul, hakikat
dan jangkauan pengetahuan ;
2.
Logika, yaitu menyelidiki aturan-aturan yang harus diperhatikan supaya
cara berpikir kita sehat. Sehingga LOGIKA adalah studi tentang prinsip-prinsip
yang dipakai untuk membedakan antara argument yang masuk akal dan argument yang
tidak masuk akal, serta tentang berbagai bentuk argumentasi.
Logika berasal dari bahasa latin yakni Logos yang berarti perkataan
atau sabda. Dalam bahasa arab di sebut Mantiq. Logika adalah sarana untuk
berpikir sistematis, valid dan dapat dipertanggungjawabkan. Karena itu, berpikir
logis adalah berpikir sesuai dengan aturan-aturan berpikir, seperti setengah
tidak boleh lebih besar daripada satu. Logis dalam bahasa sehari-hari kita
sebut masuk akal. Kata Logika dipergunakan pertama kali oleh Zeno dari Citium. Kaum
Sofis, Socrates, dan Plato dianggap sebagai perintis lahirnya logika. Logika
lahir sebagai ilmu atas jasa Aristoteles, Theoprostus dan kaum Stoa. (Russell,
dalam Mundiri 2006). Aristoteles meninggalkan enam buah buku yang oleh
murid-muridnya disebut Organon. Buku itu terdiri dari Categoriae
(mengenai pengertian-pengertian) De Interpretatiae (keputusan-keputusan),
Analitica Priora (Silogisme), Analitica Porteriora (pembuktian), Topika
(berdebat) dan De Sophisticis Elenchis (kesalahan-kesalahan berpikir).
Theoprostus kemudian mengembangkan Logika Aristoteles dan kaum Stoa yang
mengajukan bentuk-bentuk berpikir yang sistematis (Angel, dalam Mundiri 2006).[12]
3.
Kritik Ilmu-Ilmu, menyelidiki titik pangkal, metode, obyek dari
ilmu-ilmu (filsafat ilmu. Sehingga KRITIK ILMU-ILMU adalh suatu studi tentang
metode, asumsi dan batas-batas ilmu pengetahuan.
4.
Ontologi, merupakan pengetahuan tentang “semua pengada sejauh mereka ada”.
Sehingga ONTOLOGI adalah suatu studi yang membahwa apa yang ingin kita ketahui
seberapa jauh kita ingin ketahui, atau dnegan perkataan lain, suatu pengkajian
mengenai teori tentang “ada”.
5.
Teologi Metafisik, adalah suatu studi tentang hakikat, ragam dan
obyek kepercayaan agama.
6.
Antropologi, membicarakan tentang manusia (filsafat
manusia) dengan segala aspeknya, mengutamakan metode filosofis dalam
penyelidikannya.
7.
Kosmologi, membicarakan tentang tindakan manusia tentang prinsip-prinsip
dan konsep-konsep yang mendasari penilaian tentang perilaku manusia.
8.
Estetika, mencoba menyelidiki mengapa sesuatu dialami sebagai indah, yaitu
suatu studi tentang prinsip-prinsip yang mendasari penilaian kita atas berbagai
bentuk seni.
Filsafat ilmu merupakan salah satu cabang dari filsafat. Oleh
karena itu, fungsi filsafat ilmu kiranya tidak bisa dilepaskan dari fungsi
filsafat secara keseluruhan, yakni :
·
Sebagai
alat mencari kebenaran dari segala fenomena yang ada.
·
Mempertahankan,
menunjang dan melawan atau berdiri netral terhadap pandangan filsafat lainnya.
·
Memberikan
pengertian tentang cara hidup, pandangan hidup dan pandangan dunia.
·
Memberikan
ajaran tentang moral dan etika yang berguna dalam kehidupan
·
Menjadi
sumber inspirasi dan pedoman untuk kehidupan dalam berbagai aspek kehidupan itu
sendiri, seperti ekonomi, politik, hukum dan sebagainya. Disarikan dari Agraha
Suhandi (1989).[13]
Ismaun (2001:1) mengungkapkan beberapa corak ragam filsafat
ilmu, diantaranya:
·
Filsafat
ilmu-ilmu sosial yang berkembang dalam tiga ragam, yaitu : (1) meta ideologi,
(2) meta fisik dan (3) metodologi disiplin ilmu.
·
Filsafat
teknologi yang bergeser dari C-E (conditions-Ends) menjadi means. Teknologi
bukan lagi dilihat sebagai ends, melainkan sebagai kepanjangan ide manusia.
·
Filsafat
seni/estetika mutakhir menempatkan produk seni atau keindahan sebagai salah
satu tri-partit, yakni kebudayaan, produk domain kognitif dan produk alasan
praktis.
Produk domain kognitif murni tampil memenuhi kriteria: nyata,
benar, dan logis. Bila etik dimasukkan, maka perlu ditambah koheren dengan
moral. Produk alasan praktis tampil memenuhi kriteria oprasional, efisien dan
produktif. Bila etik dimasukkan perlu ditambah human.manusiawi, tidak
mengeksploitasi orang lain, atau lebih diekstensikan lagi menjadi tidak merusak
lingkungan.[14]
BAB IV. FILSAFAT DAN ILMU
Disadari atau tidak, sebenarnya tidak
seluruh masalah kehidupan dapat dijawab dengan tuntas dan memuaskan oleh ilmu.
Filsafat memberikan penjelasan atau jawaban mendasar atas masalah tersebut.
Pengkritisan secara radikal terhadap
ilmu itulah yang merupakan tugas dan bidang kajian filsafat ilmu, sehingga
FILSAFAT ILMU dapat dipandang sebagai upaya menjembatani jurang pemisah antara
FILSAFAT dengan ILMU.[15]
Banyak sekali ilmu-ilmu sosial sudah mempergunakan matematika sebagai
sosiometri, psychometri, econometri, dan seterusnya. Hampir dapat
dikatakan bahwa fungsi matematika sama luasnya dengan fungsi bahasa yang
berhubungan dengan pengetahuan dan ilmu pengetahuan. Untuk dapat melakukan
kegiatan berpikir ilmiah dengan baik, maka diperlukan sarana berupa bahasa,
logika, matematika dan statistika. Penalaran ilmiah menyadarkan kita kepada
proses logika deduktif dan logika induktif. Matematika mempunyai peranan
penting dalam berpikir deduktif, sedangkan statistika mempunyai peran penting
dalam berpikir induktif.[16]
Matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna
dari serangkaian pernyataan yang ingin kita sampaikan. Lambang-lambang matematika
bersifat “artifisial” yang baru mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan
kepadanya. Tanpa itu maka matematika hanya merupakan kumpulan rumus-rumus yang
mati.
BAB V. FILSAFAT ILMU SEBAGAI SARANA BERPIPIR
MANUSIA
Kehidupan manusia tidak akan lepas
dari perkembangan ilmu dan teknologi. Oleh karena tidak semua persoalan dapat
dijawab oleh ilmu, maka menjadi tugas filsafat untuk menjawab persoalan yang
tidak dapat dijawab oleh ilmu.
FILSAFAT berupaya mencari jawaban yang
bersifat spekulatif atas hal-hal yang tidak terjawab oleh ilmu. Filsafat juga
mempertanyakan ilmu sekaligus menjadikan ilmu sebagai obyek kajiannya.[17]
Ada
beberapa karakteristik ilmu sebagaimana tersebut di bawah ini, yaitu :[18]
1. Ilmu mempercayai rasio sebagai alat untuk
mendapatkan pengetahuan yang benar ;
2. Ilmu memiliki alur jalan fikiran yang logis
dan konsisten dengan pengetahuan yang telah ada ;
3. Ilmu diuji secara empiric sebagai criteria
kebenaran obyektif ;
4. Ilmu bermekanisme terbuka terhadap koreksi ;
Dari ilmu itulah akan didapatkan kebenaran ilmiah, sehingga
perlu pemahaman tentang apa itu kebenaran baik dilihat dari jalurnya maupun
macamnya. Bila dilihat dari gradasi berpikir (jalurnya), maka dapat dikelompokkan
ke dalam 4 (empat) gradasi berpikir, yaitu :[19]
1.
Kebenaran biasa, yaitu kebenaran yang sifatnya adalah common
sense atau akal sehat dan mengacu pada pengalaman individual, tidak tertata dan
sporadic sehingga cenderung sangat subyektif ;
2.
Kebenaran Ilmu, yaitu kebenaran yang sifatnya positif karena
mengacu pada fakta empiric dan memungkinkan semua orang untuk mengujinya dengan
metode tertentu dengan hasil yang sama atau paling tidak relative sama ;
3.
Kebenaran Filsafat, yaitu kebenaran yang bersifat spekulatif,
mengingat sangat sulit / tidak mungkin dibuktikan secara empirik ;
4.
Kebenaran Agama, yaitu kebenaran yang didasarkan kepada
informasi yang datangnya dari Tuhan melalui utusanNya ;
Penggabungan antara FILSAFAT dengan ILMU itulah yang menimbulkan
berbagai macam ilmu yang dapat diterapkan dalam kehidupan manusia.
Ketergantungan manusia akan ILMU, membuat manusia membutuhkan ketergantungan
akan FILSAFAT, untuk dapat menyelesaikan persoalan-persoalan yang tidak bisa
diselesaikan oleh ILMU.
Pada mulanya kata filsafat berarti segala ilmu pengetahuan yang dimiliki
manusia. Mereka membagi filsafat kepada dua bagian yakni, filsafat teoretis dan
filsafat praktis.[20]
Filsafat
teoretis mencakup:
(1) ilmu pengetahuan alam, seperti: fisika,
biologi, ilmu pertambangan, dan astronomi ;
(2) ilmu eksakta dan matematika;
(3) ilmu tentang ketuhanan dan metafisika.
Filsafat praktis mencakup :
(1) norma-norma (akhlak) ;
(2) urusan rumah tangga ;
(3) sosial dan politik.
Dari pembagian FILSAFAT tersebut, maka timbullah berbagai macam
ILMU PENGETAHUAN, yang sangat dibutuhkan manusia di dalam kehidupannya,
sehingga dengan demikian antara ILMU PENGETAHUAN dengan MASYARAKAT terjalin
hubungan yang erat, dimana ILMU PENGETAHUAN dikembangkan semata-mata demi
kepentingan atau kemajuan masyarakat dan masyarakatpun banyak memberi “input”
kepada ilmu.[21]
Lebih lanjut, Beerling menyatakan bahwa “Pengetahuan ilmiah adalah pengetahuan yang mempunyai dasar pembenaran.
Segenap pengaturan cara kerja ilmiah diarahkan untuk memperoleh pengetahuan.
Penyelidikan ilmiah tidak akan membatasi hanya pada satu bahan keterangan,
melainkan meletakkan hubungan antara sejumlah bahan keterangan dan berusaha
agar hubungan tersebut dapat merupakan suatu kebulatan.”[22]
Dengan penguasaan atas langkah-langkah penemuan ilmu
pengetahuan, baik secara deduktif maupun induktif, peran pikiran (logika)
sangat menonjol, sebagaimana digambarkan oleh EWANS, “knowledge is made up of the fact of the subject and the students
ability to use those facts to think and solve the problems (pengetahuan
terbentuk dari fakta dan dari kemampuan para pelajar/mahasiswa dalam
mempergunakan fakta tersebut untuk berpikir dan menyelesaikan persoalan)”.[23]
Sehingga dengan demikian, dengan bantuan dari FILSAFAT ILMU,
manusia dapat menemukan dan membuat ILMU-ILMU PENGETAHUAN yang baru yang dapat
diterapkan dalam kehidupannya dan untuk mempertahankan kehidupannya. Tanpa
adanya FILSAFAT ILMU, maka mustahil manusia akan dapat menemukan dan membuat
ILMU PENGETAHUAN yang baru yang bermanfaat bagi dirinya dan kehidupan
masyarakat.
BAB VI. KESIMPULAN
Dari uraian-uraian tersebut diatas,
maka dapat kita ambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Kehidupan manusia selalu dinamis dan selalu
berkembang ;
2. Untuk memenuhi kebutuhannya, manusia
membutuhkan ILMU PENGETAHUAN, dan untuk menemukan dan mendapatkan ILMU
PENGETAHUAN baru, maka harus dengan bantuan FILSAFAT ILMU ;
3. Hubungan antara ILMU PENGETAHUAN dengan
Manusia sangat erat dimana ILMU PENGETAHUAN dikembangkan semata-mata untuk
kepentingan manusia dan manusia selalu memberi “input”
[1] Al-Qur’an Nur Karim ;
[2] Neil Turnbull, Bengkel Ilmu FILSAFAT,
Penerbit Erlangga, Jakarta,
Tahun 2005, hlm.6.
[3] Ibid, hlm.6.
[4] Ibid,hlm.14.
[5] Prof.DR.Wahyono,SH.MS, FILSAFAT ILMU,
Universitas Pancasaksi – Magister Hukum 2012-2013,hlm.1.
[6]http://usupress.usu.ac.id/files/Filsafat%20Ilmu%20dan%20Metode%20Riset_Normal_bab%201.pdf
[8] DR.Yayat Hidayat Amir, Materi Kuliah
FILSAFAT ILMU, hlm.1.
[9]http://usupress.usu.ac.id/files/Filsafat%20Ilmu%20dan%20Metode%20Riset_Normal_bab%201.pdf
[10] Ibid,hlm.2.
[11] Ibid,hlm.2-3.
[12]http://usupress.usu.ac.id/files/Filsafat%20Ilmu%20dan%20Metode%20Riset_Normal_bab%201.pdf
[13] http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/13/filsafat-ilmu/
[14] http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/13/filsafat-ilmu/,
ibid.
[15] DR. Yayat Hidayat, Ibid, hlm.5.
[16]http://usupress.usu.ac.id/files/Filsafat%20Ilmu%20dan%20Metode%20Riset_Normal_bab%201.pdf,
loc.cit.
[17] DR. Yayat Hidayat, op.cit,hlm.6.
[18] Ibid,hlm.13.
[19] Ibid,hlm.33.
[20]http://usupress.usu.ac.id/files/Filsafat%20Ilmu%20dan%20Metode%20Riset_Normal_bab%201.pdf,loc.cit.
[21] Prof.DR.Wahyono,SH.MS, FILSAFAT ILMU,
Universitas Pancasaksi – Magister Hukum 2012-2013,loc.cit.hlm.53.
[22] Ibid,hlm.53.
[23] Ibid,hlm.56.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar