3
PERTANYAAN MENGENAI POLITIK HUKUM
1.
Politik
Hukum suatu pemerintahan menentukan isi hukum, jelaskan perbedaan isi hukum
pada pemerintahan yang demokratis dengan pemerintahan yang sentralistis (tidak
demokratis) ?
JAWABAN
:
Sebelum menjawab perbedaan isi
hukum pada pemerintahan yang demokratis dengan pemerintahan yang sentralistis,
maka perlu mengetahui terlebih dahulu pengertian dari POLITIK UMUM.
Utrech mengatakan bahwa “Politik Hukum berusaha membuat
kaidah-kaidah yang akan menentukan bagaimana seharusnya manusia bertindak.
Politik Hukum menyelidiki perubahan-perubahan apa yang harus diadakan dalam
hukum yang sekarang berlaku supaya sesuai dengan kenyataan sosial. Politik
Hukum meneruskan perkembangan hukum dengan berusaha menlenyapkan
sebanyak-banyaknya ketegangan antara posivitas dan realitas sosial. Dan Politik
Hukum membuat suatu ius constituendum (hukum yang akan berlaku) dan berusaha
agar ius constituendum itu pada hari kemudian berlaku sebagai ius constitum”.
Dari definisi tersebut dapat
ditarik suatu kesimpulan bahwa Politik Hukum selalu ditentukan oleh sifat negra
dan system politik yang dianut.
Dalam Negara Demokratis,
karakteristik produk hukumnya bersifat :
a.
Populist,
yaitu produk hukumnya sama dengan kenyataan sosial atau melenyapkan sebanyak-banyaknya
ketegangan antara positivisme dan realitas sosial. Prof.DR. H. Abdul Latif,
SH.MH mengutip pendapat Prof. Mahfud MD, mengatakan bahwa “produk hukum yang populis adalah produk hukum yang mencerminkan rasa
keadilan dan memenuhi harapan masyarakat. Dalam proses pembuatannya memberikan
peranan besar dan pastisipasi penuh kepada kelompok-kelompok sosial atau
individu ddi dalam masyarakat, hasilnya bersifat responsif.[1]
;
b.
Progressive,
yaitu produk hukum yang dihasilkan selalu mengikuti perkembangan jaman. Mahfud
MD mengatakan bahwa hukum yang responsif bersifat aspiratif, yaitu memuat
materi-materi yang secara umum sesuai dengan aspirasi atau kehendak masyarakat
yang dilayaninya.[2]
c.
Limited
Interpretation, yaitu produk hukum yang dihasilkan tidak diinterpretasikan oleh
peraturan yang lebih rendah, yang dapat dilihat dari jumlah pasal yang open
interpretation. Mahfud MD lebih lanjut mengatakan bahwa “produk hukum yang dihasilkan memberikan sedikit peluang bagi
pemerintah untuk membuat penafsiran sendiri melalui berbagai peraturan
pelaksanaan dan peluang yang sempit itupun berlaku untuk hal-hal yang
betul-betul teknis.”[3]
Dalam Negara yang Sentralistik,
karakteristik produk hukumnya bersifat :
1.
Elitist,
yaitu produk produk hukum yang dihasilkan lebih didominasi oleh lembaga Negara
terutama oleh pemegang kekuasaan eksekutif ;[4]
2.
Conservative,
yaitu produk hukum yang dihasilkan memuat materi yang lebih merefleksikan visi
sosial dan politik pemegang kekuasaan atau memuat materi yang lebih didominasi
oleh merupakan alat untk mewujudkan kehendak dan kepentingan pemerintah.[5]
3.
Open to
Interpretation, yaitu produk hukum yang dihasilkan memuat materi singkat dan
pokok-pokoknya saja untuk kemudian memberi peluang yang luas bagi pemerintah
untuk mengatur berdasarkan visi dan kekuatan politiknya.[6]
2.
Bagaimana
cara membaca politik hukum suatu Undang-Undang ?
JAWABAN
:
Cara membaca politik hukum suatu
Undang-Undang adalah bisa dilihat dari :
1.
Program
Kabinet, yaitu Realisasi dari janji-janji pemerintah selama kampanye, yang akan
direalisasikan dalam setiap Undang-Undang yang dibuatnya. Secara kultur,
partisipasi politik sebagai sumber daya hukum ditentukan oleh kaitan diantara
etik, moral dan norma dengan tingkah laku politik di satu pihak dan oleh
penguasaan akan tata atau prosedur politik yang disebut juga dengan teknologi
politik pada pihak lain, Teknologi politik berkaitan dengan pengetahuan,
pemahaman dan ketrampilan para pelaku politik tentang tata cara politik
tersebut yang dapat bersifat formal yaitu yang sudah diatur dalam hukum positif
;[7]
2.
Konsideran
Undang-Undang yang dihasilkan, yaitu Tujuan dari dibuatnya suatu Undang-Undang
yang merupakan politik hukum yang tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang
Dasar ;
3.
Penjelasan
Umum Undang-Undang yang dihasilkan, yaitu Menjelaskan konsideran lebih jelas
yang lebih detail ;
3.
Jelaskan
6 politik hukum pemerintah Reformasi.
JAWABAN
6 Politik Hukum Pemerintah
Reformasi :
1. Demokratisasi, yaitu sebagaimana diuraikan
oleh Prof. Mahfud MD, yang mengatakan bahwa “Jika
kita ingin membangun hukum yang responsif maka syarat pertama dan utama yang
harus dipenuhi lebih dahulu adalah demokratisasi dalam kehidupan hukum, sebab
tidaklah mungkin kita membangun hukum yang responsif tanpa lebih dahulu
membangun system politik hukum yang demokratis, sebab hukum responsif tidak
mungkin lahir di dalam system politik yang otoriter.”[8]
Jadi Demokratisasi merupakan syarat mutlak dari pemerintahan Reformasi ;
2. Keterbukaan, yaitu dengan adanya keterbukaan
maka setiap warga Negara dapat menyalurkan aspirasinya dalam setiap pembuatan
peraturan perundang-undangan sekaligus dapat melakukan pengawasan terhadap
pelaksanaan peraturan perundang-undangan tersebut ;
3. Peningkatan Perlindungan Hak Asasi Manusia,
yaitu pengakuan terhadap hak-hak dasar manusia, yaitu hak untuk hidup, hak
untuk bekerja dan beraktivitas serta haak untuk beroraganisasi politik ;
4. Pemberantasan KKN, selama lebih dari 30 (tiga
puluh) tahun, Korupsi, Kolusi dan Nepotisme telah menjadi penyakit yang
mengakar kuat dalam pemerintahan Indonesia. Hal ini kemudian diupayakan untuk
diberantas, salah satunya dengan dibentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK), namun dipihak lain juga dituntut peran serta masyrakat untuk mengawasi
jalannya pemerintahan yang bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme ;
5. Amandemen Undang-Undang Dasar 1945, selama
kurun waktu 1998 sampai dengan sekarang, bangsa kita telah melakukan 4 (empat)
kali amandemen Undang-Undang Dasar 1945, yang kesemuanya bertujuan untuk
mengikuti dinamika perkembangan kehidupan masyarakat dan untuk lebih meningkatkan
wibawa hukum di mata masyarakat ;
6. Otonomi Daerah, yaitu ada 3 hal menurut Ryas
Rasyid, yang dijadikan visi bagi UU No. 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah,
yaitu :[9]
1. Membebaskan pemerintah pusat dari beban
mengurus soal-soal domestic dan menyerahkannya kepada pemerintah lokal agar pemerintah lokal secara bertahap mampu
memberdayakan dirinya untuk mengurus urusan domestiknya ;
2. Pemerintah pusat bisa bekonsentraasi dalam
masalah makro nasional ;
3. Daerah bisa lebih berdaya dan krearif ;
[1] Prof.DR.H.Abdul Latif, SH.MH dan H. Hasbi
Ali, SH.MS, POLITIK HUKUM, Penerbit Sinar Grafika Jakarta, Tahun 2011, hlm.29.
[2] Moh.Mahfud MD, POLITIK HUKUM INDONESIA,
Penerbit Rajawali Pers Jakarta, Tahun 2011, hlm. 32.
[3] Ibid, hlm.32.
[4] Ibid, hlm.32.
[5] Moh. Mahfud MD, op.cit.hlm.32.
[6] Ibid,
hlm. 32.
[7] Prof.DR.H.Abdul Latif, SH.MH dan H. Hasbi
Ali, SH.MS, loc.cit. hlm. 180.
[8] Mahfud
MD, Ibid, hlm.380.
[9] Prof.DR.H.Abdul Latif, SH.MH dan H. Hasbi
Ali, SH.MS, op.cit.hlm. 101.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar