Renungan Akhir Pekan (04062015) :
KONDISI PSYKHIS & DAMPAK SOSIAL
Tugas seorang Hakim sudah sangat jelas yaitu memeriksa dan mengadili suatu perkara baik perkara pidana maupun perdata. Dalam ranah perkara pidana, sebelum menjatuhkan putusan, tentunya Hakim harus secara cermat dan tepat mempertimbangkan tindak pidana yang dilakukan oleh Terdakwa, termasuk diantaranya adalah apakah tindak pidana yang dilakukan oleh Terdakwa dilakukan dengan sengaja untuk suatu tujuan ataukah ada keadaan yang memaksa Terdakwa harus melakukan tindak pidana tersebut sehingga apabila Terdakwa terbukti dengan sengaja melakukan tindak pidana, akan dapat ditentukan jenis pemidanaan yang tepat bagi Terdakwa.
Oleh karenanya kiranya tepat pendapat dari Nanda Agung Dewantara, SH dalam bukunya "Masalah Kebebasan Hakim Dalam Menangani Suatu Perkara Pidana" yang menyebutkan, "Oleh karena seorang Hakim dalam memilih dan menentukan bentuk pidana untuk seorang pelaku tindak pidana tertentu harus dapat melihat keadaan psykhis dan sosial dari pelaku tindak pidana dan kalau memungkinkan dapat meramalkan (predicted) bahwa dengan jenis pidana tertentu itu, sekeluarnya pelaku tindak pidana dari proses pemidanaan di Lembaga Pemasyarakatan (kalau ia harus berada di Lembaga Pemasyarakatan) ada perubahan sikap dan dapat menjadi anggota masyarakat yang lebiih baik dan berguna daripada sebelumnya."
Di dalam Memorie van Toetlichting dari W.v.S Belanda tahun 1886 juga menyebutkan, "Dalam menentukan tinggi rendahnya pidana, Hakim untuk tiap kejadian harus memperhatikan keadaan obyektif dan subyektif dari tindak pidana yang dilakukan, harus memperhatikan perbuatan dan pembuatnya....dst". Sehingga dari uraian ini telah jelas tergambar bahwa penyusunan sebuah PUTUSAN haruslah berdasarkan pertimbangan yang cermat dan bijaksana. Meskipun akhirnya harus diakui bahwa dalam sistim hukum yang kita anut, memungkinkan timbulnya suatu DISPARITAS PUTUSAN terhadap perkara yang sejenis, akan tetapi disparitas putusan ini haruslah disikapi dengan bijaksana karena Hakim tentunya telah mempertimbangkan secara cermat atas suatu tindak pidana yang dilakukan oleh Terdakwa dan telah pula mempertimbangkan bahwa pidana yang dijatuhkan akan membawa efek jera bagi pelaku tindak pidana dan dapat mencegah orang lain melakukan tindak pidana, sehingga, suatu putusan haruslah mempertimbangkan keadaan psykhis dari seorang Terdakwa dan juga harus mempertimbangkan dampak sosial dari putusan tersebut, yaitu putusan tersebut harus dapat membuat jera pelaku tindak pidana dan mencegah orang lain melakukan tindak pidana. Sekiranya hal tersebut dapat dipenuhi, maka tentunya Hakim yang menjatuhkan putusan dapat dianggap sebagai Hakim yang profesional di dalam melaksanakan tugas-tugas kedinasannya.
KONDISI PSYKHIS & DAMPAK SOSIAL
Tugas seorang Hakim sudah sangat jelas yaitu memeriksa dan mengadili suatu perkara baik perkara pidana maupun perdata. Dalam ranah perkara pidana, sebelum menjatuhkan putusan, tentunya Hakim harus secara cermat dan tepat mempertimbangkan tindak pidana yang dilakukan oleh Terdakwa, termasuk diantaranya adalah apakah tindak pidana yang dilakukan oleh Terdakwa dilakukan dengan sengaja untuk suatu tujuan ataukah ada keadaan yang memaksa Terdakwa harus melakukan tindak pidana tersebut sehingga apabila Terdakwa terbukti dengan sengaja melakukan tindak pidana, akan dapat ditentukan jenis pemidanaan yang tepat bagi Terdakwa.
Oleh karenanya kiranya tepat pendapat dari Nanda Agung Dewantara, SH dalam bukunya "Masalah Kebebasan Hakim Dalam Menangani Suatu Perkara Pidana" yang menyebutkan, "Oleh karena seorang Hakim dalam memilih dan menentukan bentuk pidana untuk seorang pelaku tindak pidana tertentu harus dapat melihat keadaan psykhis dan sosial dari pelaku tindak pidana dan kalau memungkinkan dapat meramalkan (predicted) bahwa dengan jenis pidana tertentu itu, sekeluarnya pelaku tindak pidana dari proses pemidanaan di Lembaga Pemasyarakatan (kalau ia harus berada di Lembaga Pemasyarakatan) ada perubahan sikap dan dapat menjadi anggota masyarakat yang lebiih baik dan berguna daripada sebelumnya."
Di dalam Memorie van Toetlichting dari W.v.S Belanda tahun 1886 juga menyebutkan, "Dalam menentukan tinggi rendahnya pidana, Hakim untuk tiap kejadian harus memperhatikan keadaan obyektif dan subyektif dari tindak pidana yang dilakukan, harus memperhatikan perbuatan dan pembuatnya....dst". Sehingga dari uraian ini telah jelas tergambar bahwa penyusunan sebuah PUTUSAN haruslah berdasarkan pertimbangan yang cermat dan bijaksana. Meskipun akhirnya harus diakui bahwa dalam sistim hukum yang kita anut, memungkinkan timbulnya suatu DISPARITAS PUTUSAN terhadap perkara yang sejenis, akan tetapi disparitas putusan ini haruslah disikapi dengan bijaksana karena Hakim tentunya telah mempertimbangkan secara cermat atas suatu tindak pidana yang dilakukan oleh Terdakwa dan telah pula mempertimbangkan bahwa pidana yang dijatuhkan akan membawa efek jera bagi pelaku tindak pidana dan dapat mencegah orang lain melakukan tindak pidana, sehingga, suatu putusan haruslah mempertimbangkan keadaan psykhis dari seorang Terdakwa dan juga harus mempertimbangkan dampak sosial dari putusan tersebut, yaitu putusan tersebut harus dapat membuat jera pelaku tindak pidana dan mencegah orang lain melakukan tindak pidana. Sekiranya hal tersebut dapat dipenuhi, maka tentunya Hakim yang menjatuhkan putusan dapat dianggap sebagai Hakim yang profesional di dalam melaksanakan tugas-tugas kedinasannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar