Di dalam hukum perdata Indonesia, telah memberikan ruang yang seluas-seluasnya bagi setiap orang untuk membuat perjanjian (dalam istilah lain disebut dengan perikatan atau pesetujuan). Hal ini sebagaimana diatur dalam pasal 1329 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)yang menyebutkan, "Setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan-perikatan, jika ia oleh undang-undang tidak dinyatakan tidak cakap." Lalu pertanyaannya adalah siapakah yang dianggap tidak cakap? Untuk menjawab pertanyaan ini, maka kita harus membaca kembali ketentuan pasal 1330 KUH Perdata yang menyebutkan, "Tidak cakap untuk membuat persetujuan-persetujuan adalah :
1. Orang-orang yang belum dewasa;
2. Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan;
3. Orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat persetujuan-persetujuan tertentu."
Pasal 1330 ini kemudian dipertegas lagi dalam ketentuan pasal 1331 yang menyatakan,
(1) "Karena itu orang-orang yang di dalam pasal yang lalu dinyatakan tak cakap, boleh menuntut pembatalan perikatan-perikatan yang mereka telah perbuat, dalam hal-hal dimana kekuasaan itu tidak dikecualikan oleh undang-undang."
(2) "Orang-orang yang cakap untuk mengikatkan diri tak sekali-kali diperkenankan mengemukakan ketidakcakapan orang-orang yang belum dewasa, orang-orang yang dibawah pengampuan dan perempuan-perempuan yang bersuami denga siapa mereka telah membuat suatu persetujuan."
Atas ketentuan pasal 1330 tersebut, mari kita bahas secara singkat. Dalam pasal tersebut ada 3 (tiga) kategori orang-orang yang dianggap tidak cakap untuk membuat perikatan/perjanjian/persetujuan, yaitu :
1) Orang yang belum dewasa, ukuran dewasa dalam hal keperdataan adalah 18 (delapan belas) tahun tahun, sebagaimana syarat diperbolehkannya seorang laki-laki untuk menikah, sebagaimana diatur dalam pasal 29 KUH Perdata. Meski demikian, saat ini terdapat perbedaan pandangan untuk dapat menyebut seseorang dewasa sebagaimana tercantum dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Akan tetapi karena perikatan masuk dalam ranah hukum perdata maka ukuran yang digunakan untuk menilai seseorang telah dewasa adalah usia 18 (delapan belas) tahun;
2) Orang-orang yang ditaruh dibawah pengampuan, yang dimaksud adalah orang yang sudah dewasa namun tidak mampu bertindak secara dewasa baik karena perilakunya maupun kesehatannya, misalkan seorang pemabuk, penjudi, orang yang hilang ingatan atau orang yang pemboros serta masih banyak contoh lainnya. Orang-orang yang demikian dianggap tidak cakap untuk membuat perikatan;
3) Orang-orang perempuan, yang dimaksud disini adalah perempuan atau wanita yang sudah menikah, yang harus mendapat ijin dari suaminya untuk dapat bertindak dalam hukum, khususnya membuat perikatan. Hal ini tentunya mengalami perkembangan pada saat ini, yaitu banyak perempuan yang berkarir dan mempunyai pekerjaan, sehingga apabila membuat perikatan atas nama kantor atau pekerjaannya tentunya tidak membutuhkan ijin dari suaminya.
Demikian ulasan singkat mengenai seseorang yang dianggapo cakap dalam membuat perjanjian, hal ini karena berkaitan dengan salah satu syaratnya sahnya perjanjian, sebagaimana diatur dalam pasal 1320 KUH Perdata. Semoga bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar