Sebagai makhluk sosial, sosok Hakim tentunya juga tentunya mempunyai keluarga dan kerabat. Tidak dipungkiri pula ketika seorang Hakim naik jabatan menjadi Hakim Tinggi pada Pengadilan Tinggi ada kelaurganya yang mengikuti jejaknya sebagai Hakim, baik itu anaknya atau saudaranya. Bisa juga terjadi ada keluarga dari Hakim tersebut yang mejadi pihak-pihak yang bersengketa di pengadilan, baik secara pidana maupun perdata. Yahya Harahap menyebut istilah ini dengan HUBUNGAN TERTENTU, yaitu Hakim Ketua ataupun Hakim Anggota TANPA KECUALI wajib mengundurkan diri dari pemeriksaan perkara apabila antara diri mereka dengan terdakwa atau salah satu terdakwa atau para pihak dalam perkara perdata dari perkara yang sedang diperiksa terdapat HUBUNGAN TERTENTU. Hal ini dalam perkara pidana diatur di dalam pasal 157 dan pasal 220 KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana).
Adapun alasan pengunduran diri :
1. Adanya hubungan keluarga sedarah atau semenda, yaitu apabila Hakim mempunyai hubungan sedarah atau semenda sampai dengan derajat ketiga (kakek atau cucu) maupun hubungan suami istri sekalipun sudah bercerai dengan Hakim Ketua sidang atau dengan salah seorang Hakim Anggota. Hal ini diatur dalam pasal 157 ayat (1) KUHAP. Demikian juga apabila antara Terdakwa atau Penasihat Hukum terdapat hubungan keluarga sedarah, semenda sampai derajat ketiga maupun hubungan perkawinan sekalipun sudah cerai dengan Hakim yang memeriksa, maka Hakim tersebut wajib mengundurkan diri.
2. Hakim yang bersangkutan mempunyai kepentingan baik langsung maupun tidak langsung dalam perkara yang sedang diperiksa. Hal ini diatur dalam pasal 220 ayat (1) KUHAP. Yang dimaksud dengan KEPENTINGAN dalam perkara ang sedang diadili, undang-undang tidak memberikan penjelasan, namun secara umum dapat dijelaskan apabila, barang bukti yang digunakan adalah milik dari Hakim tersebut, misalnya seseorang mencuri kendaraan seorang Hakim, maka Hakim yang kehilangan kendaraan tersebut wajib mengundurkan diri.
Kemudian, siapa yang berhak mengajukan pengunduran diri seorang Hakim tersebut? Di dalam praktek, sering dijumpai seorang Hakim menolak berkas perkara baru yang menjadi tugasnya untuk mengadili, sebab ketika Hakim tersebut membaca berkas perkara tersebut, Hakim itu merasa ada hubungan tertentu dalam perkara yang akan diadilinya tersebut. Atau bisa juga ketika sidang dibuka pertama kali, Terdakwa ataupun Kuasa Hukum Terdakwa mengajukan keberatan kepada Majelis Hakim yang menyidangkannya, karena ternyata Terdakwa atau Penasihat Hukum Terdakwa adalah memiliki hubungan sedarah atau semenda dengan salah seorang Hakim yang menyidangkannya.
Apabila terjadi ada Hakim yang wajib mengundurkan diri atas suatu perkara yang akan disidangkannya, maka kemudian menjadi tugas dari Ketua Pengadilan untuk membuat Penentapan Penunjukan Majelis Hakim yang baru. Hal ini dilakukan demi terciptanya proses persidangan yang FAIR. Demikian penjelasan singkat tentang kewajiban mengundurkan diri bagi seorang Hakim dalam mengadili suatu perkara. Semoga bermanfaat.
1. Adanya hubungan keluarga sedarah atau semenda, yaitu apabila Hakim mempunyai hubungan sedarah atau semenda sampai dengan derajat ketiga (kakek atau cucu) maupun hubungan suami istri sekalipun sudah bercerai dengan Hakim Ketua sidang atau dengan salah seorang Hakim Anggota. Hal ini diatur dalam pasal 157 ayat (1) KUHAP. Demikian juga apabila antara Terdakwa atau Penasihat Hukum terdapat hubungan keluarga sedarah, semenda sampai derajat ketiga maupun hubungan perkawinan sekalipun sudah cerai dengan Hakim yang memeriksa, maka Hakim tersebut wajib mengundurkan diri.
2. Hakim yang bersangkutan mempunyai kepentingan baik langsung maupun tidak langsung dalam perkara yang sedang diperiksa. Hal ini diatur dalam pasal 220 ayat (1) KUHAP. Yang dimaksud dengan KEPENTINGAN dalam perkara ang sedang diadili, undang-undang tidak memberikan penjelasan, namun secara umum dapat dijelaskan apabila, barang bukti yang digunakan adalah milik dari Hakim tersebut, misalnya seseorang mencuri kendaraan seorang Hakim, maka Hakim yang kehilangan kendaraan tersebut wajib mengundurkan diri.
Kemudian, siapa yang berhak mengajukan pengunduran diri seorang Hakim tersebut? Di dalam praktek, sering dijumpai seorang Hakim menolak berkas perkara baru yang menjadi tugasnya untuk mengadili, sebab ketika Hakim tersebut membaca berkas perkara tersebut, Hakim itu merasa ada hubungan tertentu dalam perkara yang akan diadilinya tersebut. Atau bisa juga ketika sidang dibuka pertama kali, Terdakwa ataupun Kuasa Hukum Terdakwa mengajukan keberatan kepada Majelis Hakim yang menyidangkannya, karena ternyata Terdakwa atau Penasihat Hukum Terdakwa adalah memiliki hubungan sedarah atau semenda dengan salah seorang Hakim yang menyidangkannya.
Apabila terjadi ada Hakim yang wajib mengundurkan diri atas suatu perkara yang akan disidangkannya, maka kemudian menjadi tugas dari Ketua Pengadilan untuk membuat Penentapan Penunjukan Majelis Hakim yang baru. Hal ini dilakukan demi terciptanya proses persidangan yang FAIR. Demikian penjelasan singkat tentang kewajiban mengundurkan diri bagi seorang Hakim dalam mengadili suatu perkara. Semoga bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar