Peraturan Mahkamah Agung RI (PERMA) Nomor 2 Tahun 2012 dapat di download di sini :
https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/209445/perma-no-2-tahun-2012
Peraturan Mahkamah Agung RI (PERMA) Nomor 2 Tahun 2012 dapat di download di sini :
https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/209445/perma-no-2-tahun-2012
KEJAHATAN TERHADAP KETERTIBAN UMUM (Bagian 2)
Selanjutnya
kita akan membahas ketentuan berikutnya berkaitan dengan Kejahatan Terhadap
Ketertiban Umum, yaitu Pasal 154 huruf a KUH Pidana, yang menyebutkan sebagai
berikut, “Barangsiapa menodai Bendera Kebangsaan Republik Indonesia dan Lambang
Negara Republik Indonesia, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 4
(empat) tahun atau denda setinggi-tingginya Rp 3.000,00 (tiga ribu rupiah).”
Ketentuan pasal
154 huruf a KUH Pidana ini secara
singkat dapat dijelaskan sebagai berikut :
1)
Pasal ini
ditambahkan dengan Lembaran Negara No. 127 Tahun 1958, hal ini dikarenakan
dalam KUH Pidana belum ada ketentuan seperti ini maka adanya Peraturan
Pemerintah mengenai Bendera Kebangsaan, Lambang Negara Indonesia dan Bendera
Kebangsaan Asing, perlu diadakan ketentuan termaksud. Bahwa betul di dalam KUH
Pidana Tentara terdapat pasal 136 ayat (2) yang berbunyi : “Barangsiapa
menghina dan sebagainya Lambang Negara, Bendera Kebangsaan Indonesia dan
sebagainya,” akan tetapi berdasarkan Pasal 52 KUH Pidana Tentara tersebut hanya
berlaku terhadap orang-orang militer dan orang-orang yang tunduk kepada
Peradilan Militer;
2)
Arti kata menodai ialah perbuatan yang dilakukan
dengan sengaja untuk menghina;
3)
Dengan adanya
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara
serta Lagu Kebangsaan, maka kedudukan dari ketentuan Pasal 154 huruf a KUH
Pidana ini hanya sebagai pelengkap dari Undang-Undang tersebut;
4)
Berkaitan dengan
besaran denda sebagaimana tercantum di dalam KUH Pidana, oleh karena pidana
denda tersebut dibuat di tahun 1918 atau di saat masa kolonial Belanda, maka
Mahkamah Agung RI telah mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor : 2
Tahun 2012, maka berdasarkan ketentuan Pasal 3 dan 4 PERMA Nomor 2 Tahun 2012,
maka denda yang tercantum akajn dikalikan dengan 1000, sehingga apabila dalam
ketentuan Pasal 154 huruf a KUH Pidana ini mencantumkan denda sebesar Rp
3.000,00 (tiga ribu rupiah) maka dengan PERMA Nomor 2 Tahun 2012 denda tersebut
berubah menjadi Rp 3.000,00 (tiga ribu rupiah) dikalikan 1000 sehingga menjadi
Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah); (BERSAMBUNG).
Bentuk Surat Dakwaan (2)
Bentuk Surat Dakwaan
Dalam hukum pidana dikenal yang namannya surat dakwaan atau kalau di hukum
perdata dikenal sebagai surat gugatan. Surat dakwaan ini yang merupakan awal
dilakukannya proses penuntutan, dibuat oleh Penuntut Umum yang akan menjadi
dasar dilakukannya pemeriksaan di persidangan.
M. Yahya Harahap mengatakan bahwa yang dimasud dengan surat dakwaan adalah surat atau akta yang memuat tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa yang disimpulkan dan ditarik dari hasil pemeriksaan penyidikan dan merupakan dasar serta landasan bagi hakim dalam pemeriksaan di muka sidang pengadilan. Sedangkan Andi Hamzah mengatakan bahwa yang dimaksud dengan surat dakwaan adalah dasar penting hukum acara pidana, karena berdasarkan hal yang dimuat dalam surat itu, hakim akan memeriksa perkara itu.
Selanjutnya mengenai surat dakwaan, diatur terperinci di dalam pasal 145 KUHAP yang menyebutkan:
(1) Penuntut
Umum melimpahkan perkara ke pengadilan negeri dengan permintaan agar segera
mengadili perkara tersebut disertai dengan surat dakwaan;
(2) Penuntut
Umum membuat surat dakwaan yang diberi tanggal dan ditandatangani serta berisi:
:
a. Nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin,
kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan tersangka;
b. Uraian
secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwaakan dengan
menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan;
(3) Surat
dakwaan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf
b, batal demi hukum;
(4) Turunan
surat pelimpahan perkara beserta surat dakwaan disampaikan kepada tersangka
atau kuasanya atau penasihat hukumnya dan penyidik, pada saat yang bersamaan
dengan penyampaian surat pelimpahan perkara tersebut ke pengadilan negeri;
Mengenai bentuk surat
dakwaan, dalam teori hukum acara pidana, dikenal beberapa bentuk surat dakwaan,
antara lain adalah:
1) Dakwaan
Tunggal, yaitu surat dakwaan yang disusun dengan hanya mencantumkan 1 (satu)
pasal dari KUH Pidana yang akan didakwakan kepada Terdakwa. Misalnya, Penuntut
Umum hanya mencantumkan pasal 362 KUH Pidana dalam surat dakwaannya.
Pembuktiannya langsung pada pasal yang didakwakan;
2) Dakwaan
Subsidairitas, yaitu surat dakwaan yang dibuat oleh Penuntut Umum dengan
mencantumkan pasal yang didakwakan yang disusun secara subsidairitas atau
disusun dari mulai dakwaan primair dilanjutkan dengan dakwaan subsidair
dilanjutkan dengan dakwaan lebih subsidair dilanjutkan dengan dakwaan lebih
lebih subsidair dilanjutkan dengan dakwaan lebih lebih lebih subsidair dan
seterusnya. Biasanya tersusun hanya sampai pada tingkat lebih subsidair.
Misalnya adalah dakwaan primair pasal 340 KUH Pidana, dakwaan subsidair pasal
338 KUH Pidana dakwaan lebih subsidair pasal 351 ayat (3) KUH Pidana. Demikian
juga untuk tindak pidana korupsi atau tindak pidana lain yang tidak diatur di
dalam KUH Pidana. Pembuktiannya dilakukan dengan membutikan dakwaan primair,
jika tidak terbukti maka akan dibuktikan dakwaan subsidair, demikian
seterusnya;
3) Dakwaan
Alternatif, yaitu surat dakwaan yang disusun oleh Penuntut Umum dengan
mencantumkan dakwaan pertama/kesatu diikui dengan kata ATAU dakwaan kedua dan
seterusnya. Misalnya adalah dakwaan kesatu/pertama adalah pasal 330 KUH Pidana
(pasal tentang perjudian) ATAU dakwaan kedua pasal 330 (bis) KUH Pidana (juga pasal
tentang perjudian). Pembuktiannya langsung pada pasal yang kiranya sesuai
dengan fakta yang terbukti selama persidangan;
4) Dakwaan
Kumulatif, ada 2 (dua) bentuk dakwaan kumulatif, yaitu:
a) Surat dakwaan yang disusun dengan menggunakan kata DAN, misalnya dakwaan
pertama/kesatu pasal 362 KUH Pidana DAN dakwaan kedua pasal 170 ayat (1) KUH
Pidana, atau;
b) Surat dakwaan yang mengkumulatifkan antara dakwaan subsidairitas dengan
dakwaan dakwaan alternatif, misalnya dakwaan primair pasal 340 KUH Pidana, dakwaan
subsidair pasal 351 ayat (3) KUH Pidana ATAU pasal 170 ayat (1) KUH Pidana.
Pembuktiannya dilakukan dengan cara melihat fakta hukum yang terbukti selama
persidangan, yaitu apabila faktanya adalah pada dakwaan subsidairitas, maka
dibuktikan dulu dakwaan primair yang apabila tidak terbukti akan dibuktikan
dakwaan subsidair, atau apabila fakta hukum yang terbukti adalah dakwaan
alternatif, maka akan langsung dibuktikan dakwaan alternatif.
Demikian penjelasan singkat mengenai metode penyusunan surat dakwaan agar bisa
menjadi pengetahuan kita bersama saat kita mendapat berita mengenai persidangan
suatu kasus tindak pidana.Mengenai pertimbangan majelis hakim terhadap surat
dakwaan dari Penuntut Umum akan kami bahas pada bagian yang lain. Terima kasih.
Selamat datang Admin Baru
BHiM di Youtube
Sebenarnya ada keinginan untuk membuka BHiM di Youtube, namun mengingat keterbatasan waktu dan personal, masih belum dapat dilakukan. Mohon doanya mudah-mudahan tahun depan bisa terealiasasi.
Hukum Acara Pidana
Persidangan Perkara FS
Perkara FS
Sebuah prinsip yang selalu saya pegang saat saya masih sering merantau dan sebagai informasi saja, saya sudah berantau d...