|
DARK JUSTICE DAN PENERAPAN UNDER COVER INVESTIGATION DALAM MENGUNGKAP
FAKTA (SEBUAH PEMIKIRAN)
DISUSUN OLEH : H. SANTHOS WACHJOE P, SH.MH
Hakim Yustisial pada Mahkamah Agung RI
|
DARK JUSTICE DAN PENERAPAN UNDER
COVER INVESTIGATION DALAM MENGUNGKAP FAKTA (SEBUAH PEMIKIRAN)
OLEH
: H. SANTHOS WACHJOE P, SH.MH[1]
A. PENDAHULUAN
Keberagaman tata kehidupan masyarakat
tentunya membawa dampak bahwa seseorang tidak akan bisa hidup tanpa adanya
orang lain, sehingga akhirnya menimbulkan interaksi sosial yang akan membawa
dampak perubahan bagi masyarakat itu sendiri. Interaksi diantara anggota
masyarakat, akan melahirkan apa yang disebut dengan NORMA, yang bertujuan untuk
mengatur kehidupan masyarakat.
Norma, sebagaimana Arief Sidarta,[2] menyatakan bahwa
“Perkataan NORM berasal dari bahasa Latin NORMA, menunjukkan suatu ketertiban,
preskripsi atau perintah. Tetapi hal memerintah adalah bukan satu-satunya
fungsi dari sebuah norma karena memberikan kewenangan, mengizinkan dan
pederogasian adalah juga fungsi dari norma”. Arief Sidarta selanjutnya
mengatakan bahwa “Norma dapat mempunyai sifat individual atau sifat umum. Ia
mempunyai suatu sifat individual bila apa yang diwajibkan adalah sepenggal
tingkahlaku tertentu yang didefinisikan (dibatasi) secara individual dari orang
tertentu yang ditetapkan oleh seseorang, missal keputusan hakim, dan Norma
mempunyai sifat umum, jika apa yang
dirumuskan batas-batasnya secara individual melainkan seperangkat tingkah laku
yang batas-batasnya dirumuskan secara umum, seperti perintah ayah kepada
anaknya”.[3]
Ketika sebuah Norma dibentuk dan berfungsi
sebagai sarana pengatur tata kehidupan masyarakat, semakin lama keberadaan
Norma tersebut dirasakan kurang dapat memfasilitasi interaksi diantara anggota
masyarakat, sehingga kemudian Norma-Norma yang hidup di dalam masyarakat dibuat
sebagai sebuah peraturan tertulis yang tetap berfungsi sebagai pengatur tata
kehidupan masyarakat dan memiliki sanksi terhadap siapapun dari anggota
masyarakat tersebut yang melanggarnya. Dalam konteks yang lebih luas, yaitu
dalam bentuk Negara, tentu sangat membutuhkan adanya aturan hukum tertulis
sebagai bukti eksistensinya Negara di dalam mengatur tata kehidupan bernegara
dan bermasyarakat.
Dengan dibentuknya suatu peraturan
perundang-undangan, mengharuskan setiap anggota masyarakat untuk tunduk dan
mematuhinya, tanpa pengecualian, baik dilihat dari pangkat maupun golongannya,
setiap orang harus tunduk dan taat pada peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Sehingga dengan demikian akan berlaku adegium “equality before the
law” atau persamaan di muka hukum dan hukum akan menjadi panutan dalam
kehidupan bermasyarakat.
Pelanggaran hukum atas peraturan
perundang-undangan tentunya akan mendapatkan sanksi dan untuk membuktikan
pelanggaran tersebut, dibutuhkan proses PRO JUSTISIA (penegakan hukum) secara
terpadu, dimulai dari penyelidikan, penyidikan, penuntutan, persidangan,
putusan hakim dan eksekusi di Lembaga Pemasyarakatan. Semuanya merupakan satu
kesatuan yang tidak terpisahkan dan masing-masing memiliki tugas dan fungsi
yang sama pentingnya. Sebab aparatur penegak hukum adalah sebagai representasi
dari hadirnya negara di dalam penegakan hukum. Mahfud MD mengatakan bahwa,
“Negara yang tidak dapat menegakkan hukum akan hancur di mana pun dan di masa
apapun.”[4]
Dalam praktek, terkadang sangat sulit untuk
membuktikan suatu pelanggaran berupa tindak pidana sehingga aparat penegaak
hukum harus memutar otak untuk membuktikan tindak pidana yang dilakukan oleh
seseorang. Hal ini penting sebab setiap pelanggaran hukum, utamanya dalam
bentuk tindak pidana, akan menimbulkan ketidakadilan di dalam masyarakat.
Ketidakadilan adalah ketika kita dipersalahkan
akibat kesalahan orang lain sedangkan kita tidak memiliki kaitan sedikit pun di
dalamnya.[5] Ketidakadilan juga dapat diartikan sebagai
"Ketidakadilan adalah milik manusia.Kita hanya merasa tak adil saat
harapan tak terpenuhi."[6] Ketidakadilan menyebabkan tersisihnya sebagian rasa
keadilan dalam masyarakat, oleh karenanya diperlukan upaya yang sungguh-sungguh
untuk mengembalikan rasa keadilan seutuhnya kepada masyarakat.
B. DARK JUSTICE, SEBUAH
FENOMENA BARU
H.M. Ali Mansyur dalam bukunya Aneka
Persoalan Hukum (Masalah Perjanjian, Konsumen dan Pembaharuaan Hukum),
menyatakan bahwa “Dalam suatu Negara Hukum, supremasi HUKUM seharusnya
memperoleh tempat yang semestinya, fungsi Hukum dalam arti materiil yang
berusaha memberikan perlindungan kepada masyarakat dengan memperlaakukan
tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan dan memberikan kedudukan Hukum bagi setiap orang.”[7]
Hukum adalah suatu sistem yang terpenting
dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan. Hukum akan
menjadi berarti apabila perilaku manusia dipengaruhi oleh hukum dan apabila
masyarakat menggunakan hukum menuruti perilakunya. Hukum itu
sendiri terbagi menjadi beberapa bidang, yaitu hukum pidana atau hukum publik,
hukum perdata atau hukum pribadi, dan hukum acara, hukum tata Negara, hukum
administrasi Negara atau hukum tata usaha Negara, hukum internasional, hukum
adat, hukum Islam, hukum agraria, hukum bisnis, dan hukum lingkungan. Dari hukum-hukum
tersebut masing-masing mempunyai tujuan yang sama, yaitu bertujuan menjamin
adanya kepastian hukum dalam masyarakat dan hukum itu harus pula berdasar pada
keadilan, yaitu asas-asas keadilan dari masyarakat.[8]
Proses Penegakan Hukum pada hakekatnya adalah
suatu proses untuk menjalankan suatu produk hukum berupa perundang-undangan,
baik itu Undang-Undang maupun peraturan perudangan di bawahnya. Suatu
Undang-Undang tidak akan dapat dijalankan dengan baik apabila Aparat Penegak
Hukumnya adalah aparat yang tidak memahami esensi dari Undang-Undang yang
dijalankannya. Sehingga hal tersebut, membuat perlunya Aparat Penegak Hukum
yang benar-benar mumpuni dalam menjalankan tugas-tugasnya.
Penegakan
hukum merupakan pusat dari seluruh “aktivitas kehidupan” hukum yang dimulai
dari perencanaan hukum, pembentukan hukum, penegakan hukum dan evaluasi hukum.
Penegakan hukum pada hakikatnya merupakan interaksi antara berbagai perilaku
manusia yang mewakili kepentingan-kepentingan yang berbeda dalam bingkai aturan
yang telah disepakati bersama. Oleh karena itu, penegakan hukum tidak dapat
semata-mata dianggap sebagai proses menerapkan hukum sebagaimana pendapat kaum
legalistik.[9]
Penegakan Hukum itu harus konsisten supaya
masyarakat memahami, mana HUKUM dan mana yang BUKAN HUKUM. Sebagai bagian dari
proses sosial, penegakan kepastian hukum itu bertumpu pada 2 (dua) komponen
utama, yaitu :[10]
1. Hukum
itu harus bisa memberikan kepastian dalam orientasi kepada masyarakat. Dalam
hal ini dikenal asas kepastian orientasi yaitu Certitudo atau Orientierungssicherheit,
yaitu orang memahami, perilaku yang bagaimana yang diharapkan oleh orang
lain daripadanya dan respon yang bagaimana yang dapat diharapkannya dari orang
lain baagi perilakunya itu ;
2. Kepastian
dalam penerapan hukum oleh penegak hukum, Jangan sampai terjadi bahwa sekali
ini suatu ketentuan hukum dilaksanakan, tetapi lain kali ketentuan yang sama
tidak dilaksanakan. Terdapat suatu asas yaitu Securitas atau Realisierungssherheit
adalah asas kepastian realitas hukum
yang memungkinkan orang untuk mengandalkan pada perhitungan, bahwa norma-norma
yang berlaku memang dihormati dan dilaksanakan, keputusan-keputusan pengadilan
sungguh-sungguh dilaksanakan dan perjanjian-perjanjian ditaati.
Dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009
tentang Kekuasaan Kehakiman telah menyebutkan di dalam Pasal 1 angka 1 yaitu “Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan negara
yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan
keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia”
dan Pasal 1 angka 2 yang menyatakan “Mahkamah Agung adalah pelaku kekuasaan kehakiman
sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945”.
Tugas
yustisial yaitu tugas mengadili menjadi salah satu bagian dari proses penegakan
hukum secara terpadu adalah menjadi tugas dari Hakim, baik di tingkat
Pengadilan tingkat pertama, Pengadilan tingkat banding dan di Mahkamah Agung,
akan tetapi seringkali tugas yustisial ini tidak dipahami dengan baik oleh
Hakim, sehingga seroang Hakim harus memahami tugas-tugasnya, yaitu :[11]
1) Mengkonstatir
yaitu yang dituangkan dalam Berita Acara Persidangan dan dalam duduknya perkara
pada putusan hakim. Mengkonstatir ini dilakukan dengan terlebih dahulu melihat
pokok perkara dan kemudian mengakui atau membenarkan atas peristiwa yang
diajukan, tetapi sebelumnya telah diadakan pembuktian terlebih dahulu ;
2) Mengkualifisir
yaitu yang dituangkan dalam pertimbangan hukum dalam surat putusan. Ini
merupakan suatu penilaian terhadap peristiwa atas bukti-bukti, fakta-fakta
peristiwa atau fakta hukum dan menemukan hukumnya ;
3) Mengkonstituir
yaitu yang dituangkan dalam surat putusan. Tahap tiga ini merupakan penetapan
hukum atau merupakan pemberian konstitusi terhadap perkara.
Yang
terpenting dari sikap wajib dimilki oleh seorang Hakim adalah Hakim sebagai benteng terakhir dari keadilan
seharusnya bersikap sebagai sosok yang berdiri di tengah di antara para pihak
pencari keadilan dan tidak bersikap memihak serta dapat menjatuhkan putusan
yang berdasarkan fakta yang terbukti di persidangan. Hakim yang bersikap netral
tentunya akan memberikan rasa rasa tenang bagi para pencari keadilan sebab para
pencari keadilan dapatlah menyandarkan dirinya akan kebutuhan adanya keadilan
pada diri seorang Hakim.[12]
Tidak berjalannya proses penegakan hukum,
terutama di tingkat penyidikan, penuntutan, persidangan dan eksekusi putusan
hakim dapat menjadi celah terjadinya pengadilan jalanan yang bertindak atas
terjadinya suatu tindak pidana. Pengadilan jalanan inilah yang penulis lebih
senang menyebutnya dengan istilah DARK JUSTICE, yang bisa diartikan sebagai
pelaksanaan peradilan atas suatu tindak pidana dengan menyimpangi proses
penegakan hukum sebagaimana telah
ditentukan di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
Pengadilan jalanan ini seringkali bersifat
anarkis dan brutal akan tetapi dianggap sebagai caa yang tepat untuk
menyelesaikan suatu pelanggaran hukum (tindak pidana) yang tidak tuntas
diselesaikan oleh aparat penegak hukum. Salah satu contoh yang cukup fenomenal
dari adanya DARK JUSTICE ini adalah kejadian dibakarnya begal sepeda motor di
berbagai wilayah Indonesia.
Seperti berita di salah satu media online
yang memberitakan begal yang dibakar warga di Pondok Aren, Tangerang Selatan
ternyata sempat diinterogasi warga. Setelah itu, warga yang marah langsung
melakukan tindakan anarkis dengan membakarnya hidup-hidup.[13] Sudah tidak terhitung berapa banyak kejadian
serupa terjadi di Indonesia yang setidaknya menimbulkan suatu pertanyaan,
apakah begitu lemahnya proses penegakan hukum di Indonesia ?
Setiap warga negara memiliki kedudukan yang
sama di muka hukum, sehingga berhak mendapatkan perlakuan yang sama di muka
hukum sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945
yang menyebutkan “Segala warga negara
bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung
hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya” konsekuensi dari
persamaan di muka hukum adalah adanya perlakuan yang sama terhadap setiap orang
atas jeminan perlindungan dan kepastian hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 20 D ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun
1945, yang menyebutkan “Setiap orang
berhak atas pengakuan, jaminan perlindungan, dan kepastian hukum yang
adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.” Maksud dari ayat diatas adalah setiap warga
negara berhak mendapat pengakuan dan perlindungan dari negara, serta setiap
warga negara berhak untuk mendapat perlakuan di hadapan hukum yang adil dan
sama untuk semua warga negara tanpa ada perbedaan sedikitpun karena ketidakadilan
perlakuan yang sama di hadapan hukum merupakan jaminan HAM yang paling sering
dilanggar oleh negara.[14]
Praktek pengadilan jalanan (Dark Justice)
semakin menjamur tidak lain dari gagalnya sistem hukum menjalankan tugasnya
menegakkan hukum dan keadilan di Indonesia. Menyusutnya rasa percaya masyarakat
terhadap kinerja aparat penegak hukum, semakin menyuburkan tumbuh kembangnya
praktek pengadilan jalanan. Masyarakat lebih percaya kepada keadilan jalanan di
dalam mengeksekusi pelaku tindak pidana, yaitu dengan tidak menyerahkan pelaku
tindak pidana kepada pihak berwenang (kepolisian) akan tetapi lebih memilih
mengadilinya sendiri dengan cara yang cenderung bersifat penyiksaan fisik yang
dapat berakibat hilangnya nyawa pelaku tindak pidana. Hal ini menyebabkan
semakin tersingkirnya peran proses penegakan hukum, yang dimulai dari
penyidikan, penuntutan, persidangan, pelaksanaan putusan pengadilan.
Dalam tataran praktek, dikenal istilah Main Hakim Sendiri atau eigenrichting adalah
istilah bagi tindakan untuk menghukum suatu pihak tanpa melewati proses yang
sesuai hukum. Main Hakim Sendiri merupakan
jenis konflik kekerasan yang cukup dominan di Indonesia. Bentuknya bisa
penganiayaan, perusakan harta benda, dan sebagainya.[15]
Praktek main hakim sendiri tersebut merupakan salah satu manivestasi dari
adanya perilaku dark justice atau pengadilan
jalanan sebagai bentuk ketidakpercayaan masyarakat terhadap proses penegakan
hukum yang dianggap tidak memberikan efek jera bagi pelaku tindak pidana.
Hakim, sebagai benteng terakhir keadilan, haruslah dapat memberikan jawaban terhadap
fenomena terjadinya perilaku pengadilan jalanan (dark justice).
C. UNDER COVER INVESTIGATION,
SALAH SATU TEKNIK PEMBUKTIAN
Dalam
beberapa hal, Hakim bahkan sebenarnya bisa mencari pembuktian terhadap suatu
kasus dengan melakukan under cover
interview atau masuk di dalam lingkungan pengadilan jalanan (dark justice)
dan memposisikan dirinya sebagai korban maupun sebagai pelaku, untuk mencari
kebenaran atas pembuktian dari suatu perkara.
Under cover
interview yang merupakan bagian dari under cover investigation, barangkali merupakan
hal baru dalam proses persidangan di Indonesia dan hal ini juga sangat riskan
apabila dilakukan, mengingat diperlukan keberanian dari seorang Hakim untuk
melakukan penyamaran dalam melakukan interview., yang seringkali dapat
diibaratkan bagaikan masuk ke dalam kandang macan, mengingat obyek yang hendak
kita interview adalah kalangan dari para pihak yang berperkara di pengadilan
yang sangat mungkin akan mengenali wajah dari Hakim yang menyidangkan perkara
tersebut.
Investigasi
dapat diartikan sebagai upaya penelitian,
penyelidikan, pengusutan, pencarian, pemeriksaan dan pengumpulan data,
informasi, dan temuan lainnya untuk mengetahui/membuktikan kebenaran atau
bahkan kesalahan sebuah fakta yang kemudian menyajikan kesimpulan atas
rangkaian temuan dan susunan kejadian.[16]
Dalam ilmu
investigasi dikenal apa yang dimaksud dengan under cover investigation, yaitu
suatu metode invertigasi yang dilakukan dengan melakukan penyamaran sehingga
pihak yang dinterogasi tidak mengenali orang yang melakukan investigasi bahkan
tidak menyadari bahwa dirinya sedang diinvestigasi. Ilmu tentang under cover
investigation ini hendaknya dikuasai pula oleh para Hakim di Indonesia,
mengingat bahwa dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009
Tentang Kekuasaan Kehakiman menyebutkan, Hakim
dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum
dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Khusus frasa MENGGALI,
kiranya dapat diterapkan dengan menerapkan under
cover investigation, untuk dapat mengetahui nilai-nilai keadilan dalam
sebuah masyarakat, apa yang diinginkan oleh masyarakat terhadap terjadiny duatu
tindak pidana dan bagaimana masyarakat dapat berperan serta dalam pencegahan
tindak pidana.
Dalam
melakukan under cover interview, diperlukan keberanian ekstra sebab akan
berhubungan dengan pihak-pihak yang seringkali tidak menyenangi dirinya
diinterview atau pihak-pihak yang selalu ingin menghindar dari keterlibatan
dalam setiap proses penegakan hukum atau bahkan akan bertemu pihak-pihak yang
pernah dikecewakan oleh kinerja badan peradilan. Diperlukan keahlian khusus
dalam melakukan penyamaran (under cover) yaitu dapat melindungi identitas
dirinya sebagai seorang Hakim. Dalam kehidupan sehari-hari, sebenarnya Hakim
dapat melakukan kegiatan MENGGALI nilai-nilai keadilan dalam masyarakat
sekaligus melakukan under cover
investigation yang dilakukan dalam rangka memahami dan menghayati
nilai-nilai yang hidup dalam sebuah masyarakat. Banyak hal yang dapat dilakukan
seorang Hakim dalam melakukan under cover
investigation, misalnya seorang Hakim sering mengikuti kegiatan keagamaan
seperti pengajian di lingkungan rumah dinas atau mesjid terdekat, mengikuti
kegiatan kerja bakti, arisan ataupun kegiatan-kegiatan kemasyarakatan lainnya.
Selama kegiatan tersebut, seorang Hakim dapat menyerap dan menggali nilai-nilai
keadilan dalam masyarakat sekitarnya. Akan tetapi under cover investigation dapat dilakukan secara ekstem yaitu ketika
suatu perkara disidangkan, Hakim yang menyidangkannya selama persidangan
melakukan investigasi secara diam-diam dengan mendatangi masyarakat yang
mengetahui atau mengerti mengenai perkara yang disidangkan, hal ini cukup
beresiko akan tetapi seringkali akan didapatkan fakta yang tidak tercantum di
dalam berkas maupun pembuktian di persidangan. Meskipun fakta yang didapatkan
tidak secara langsung dapat digunakan sebagai pembuktian perkara yang
disidangkan akan tetapi dapat dijadikan sebagai suatu pembanding atas
pembuktian di persidangan.
Meskipun
investigasi bukan merupakan tugas pokok dari seorang Hakim, akan tetapi tidak
ada salahnya seorang Hakim juga memahami
dasar-dasar investigasi dan Mahkamah Agung Republik Indonesia sebagai induk
dari seluruh Hakim di Indonesia, dapat menjembatani dalam pemberian materi
investigasi di setiap pelatihan bagi Hakim-Hakim Indonesia. Karena pada
dasarnya di dalam persidangan, seorang Hakim, baik langsung maupun tidak
langsung, akan menerapkan sistem investigasi di dalam melakukan pembuktian atas
suatu perkara. Pemahaman akan dasar-dasar investigasi tersebut tentunya akan
mempekuat intuisi seorang Hakim dalam menyidangkan suatu perkara.
D. DARK JUSTICE DAN UNDER COVER
INVESTIGATION, SALING MELENGKAPI
Perilaku pengadilan jalanan (dark justice)
sejatinya dapat berjalan seiring dengan investigasi terselubung (under cover
investigation), sebab ketika seorang Hakim terjun
langsung di lapangan dan menemui praktek pengadilan jalanan, secara tidak
langsung Hakim tersebut dapat melakukan investigasi secara terselubung, yaitu
melihat, mempelajari dan memahami nilai-nilai keadilan yang hidup dalam suatu
masyarakat. Seringkali pengungkapan sebuah fakta hanya bisa dilakukan dengan cara
terselubung, dengan melibatkan diri kita dalam lingkaran orang-orang yang mengetahui
ataupun mengalami suatu peristiwa yang berkaitan dengan berkaitan dengan perkara
yang sedang ditangani. Pengungkapan fakta secara terselubung seringkali menghasilkan
fakta yang sebenarnya mengingat kecenderungan setiap orang akan berbicara lebih
terbuka ketika tidak dalam suatu tekanan dibandingkan ketika harus berbicara di
muka persidangan. Dari pengetahuan tersebut, kiranya dapat diterapkan oleh
Hakim yang bersangkutan ketika menyidangkan suatu perkara dan daripadanya dapat
diharapkan adanya putusan yang setidaknya mendekati nilai-nilai keadilan yang
hidup dalam masyarakat.
Meskipun praktek pengadilan jalanan (dark
justice) yang seringkali terjadi dalam ranah hukum pidana, sangat dilarang dalam
sistem hukum Indonesia, akan tetapi praktek tersebut tetap terjadi dan sangat
sulit untuk menghilangkannya, selama
sistem peradilan Indonesia belum memberikan rasa keadilan bagi masyarakat.
Disinilah letak peranan Hakim di dalam menggali dan mengikuti dan memahami
nilai-nilai keadilan dalam masyarakat, salah satu caranya adalah dengan
menerapkan under cover investigation.
Hakim seharusnya juga menempatkan dirinya sebagai investigator, sehingga dalam praktek persidangan Hakim bisa
mendapatkan fakta persidangan selain yang sudah tercantum di dalam berkas
perkara maupun dalam pembuktian atas perkara yang disidangkan. Diharapkan
dengan memposisikan seorang Hakim sebagai invstigator, putusan yang dihasilkan
lebih mendekati rasa keadilan yang ada dalam masyarakat.
E.
KESIMPULAN
Dari
uraian-uraian tersebut di atas, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1.
Tekhnik under cover investigation perlu diperkenalkan
sebagai salah satu cara menemukan fakta atas perkara yang disidangkan ;
2.
Meskipun Hakim bukan seorang penyidik, akan tetapi
kemampuan investigasi harus dimiliki oleh para Hakim ;
3.
Mahkamah Agung RI kiranya dapat memberikan pelatihan
mengenai investigasi kepada Hakim-Hakim Indonesia ;
F.
PENUTUP
Tulisan
singkat ini barangkali tidak mencukupi di dalam untuk menjabarkan secara
lengkap mengenai tekhnik under cover investigation dalam rangka menghadapi
perilaku pengadilan jalanan yang makin marak di Indonesia. Meski demikian,
seorang Hakim juga harus memahami mengenai tekhnik-tekhnik investigasi di dalam
pelaksanaan tugasnya.
G.
DAFTAR
BACAAN
1. Arief
Sidarta, Hukum Dan Logika, 1992, Penerbit Alumni, Bandung;
2. H.M.
Ali Mansyur, Aneka Persoalan Hukum (Masalah Perjanjian, Konsumen dan
Pembaharuaan Hukum , Penerbit Unisula bekerjasama dengan Penerbit Teras, Tahun 2010
;
3. Budiono
Kusumohamidjojo, Filsafat Hukum (Problematik Ketertiban Yang Adil), Penerbit
CV. Mandar Maju – Bandung.
H. LINK INTERNET
1. http://www.hidayatullah.com/berita/nasional/read/2010/11/18/45594/mahfud-md-bencana-ketidakadilan-adalah-ancaman-negara.html,
diunduh tanggal 25 Nopember 2015
3. http://gitajayanti.tumblr.com/post/61719849918/ketidakadilan-adalah-milik-manusiakita-hanya,
diunduh, tanggal 25 Nopember 2015 ;
5. http://santhoshakim.blogspot.co.id/2015/11/audio-alteram-paterm.html,
diunduh tanggal 24 Nopember 2015 ;
6. http://metro.sindonews.com/read/968988/31/begal-dibakar-sempat-diinterogasi-warga-ini-pengakuannya-1424858138,
diunduh tanggal 15 Desember 2015 ;
7.
http://www.kompasiana.com/sutowi/perlakuan-yang-sama-dihadapan-hukum_54f98255a33311a9718b47a7,
diunduh tanggal 15 Desember 2015 ;
8. http://laliumah.blogspot.co.id/2013/02/tugas-fungsi-dan-tanggung-jawab-hakim.html,
diunduh tanggal 18112015 ;
9. http://achmadnosiutama.blogspot.co.id/2015/07/v-behaviorurldefaultvmlo_27.html,
diunduh tanggal 29 Desember 2015 ;
10. http://guntingandunia.blogspot.co.id/2011/12/pengertian-investigasi_31.html,
diunduh tanggal 29 Desember 2015 ;
[1] Hakim Yustisial pada Mahkamah
Agung RI, Mahasiswa Program Doktoral pada Program Doktoral Ilmu Hukum (PDIH)
Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung, Semarang ;
[2] Arief Sidarta, Hukum Dan Logika,
1992, Penerbit Alumni, Bandung, h. 1-2.
[3] Ibid, hal 19-20.
[4]http://www.hidayatullah.com/berita/nasional/read/2010/11/18/45594/mahfud-md-bencana-ketidakadilan-adalah-ancaman-negara.html, diunduh tanggal 25 Nopember 2015 ;
[6]
http://gitajayanti.tumblr.com/post/61719849918/ketidakadilan-adalah-milik-manusiakita-hanya,
diunduh, tanggal 25 Nopember 2015 ;
[7] M. Ali Mansyur, Aneka Persoalan
Hukum (Masalah Perjanjian, Konsumen dan
Pembaharuaan Hukum , Penerbit Unisula bekerjasama dengan Penerbit Teras, Tahun
2010, hlm.148.
[8] http://eprints.ums.ac.id/346/1/2._ZUDAN.pdf.
[9]
Ibid, http://eprints.ums.ac.id/346/1/2._ZUDAN.pdf.
[10]
Budioono Kusumohamidjojo, Filsafat Hukum (Problematik Ketertiban Yang Adil),
Penerbit CV. Mandar Maju – Bandung ,
hlm.172-173.
[11]
http://laliumah.blogspot.co.id/2013/02/tugas-fungsi-dan-tanggung-jawab-hakim.html,
diunduh tanggal 18112015 ;
[12]http://santhoshakim.blogspot.co.id/2015/11/audio-alteram-paterm.html, diunduh tanggal 24 Nopember
2015 ;
[13]http://metro.sindonews.com/read/968988/31/begal-dibakar-sempat-diinterogasi-warga-ini-pengakuannya-1424858138, diunduh tanggal 15 Desember
2015 ;
[14]http://www.kompasiana.com/sutowi/perlakuan-yang-sama-dihadapan-hukum_54f98255a33311a9718b47a7, diunduh tanggal 15 Desember
2015 ;
[15]http://achmadnosiutama.blogspot.co.id/2015/07/v-behaviorurldefaultvmlo_27.html,
diunduh tanggal 29 Desember 2015 ;
[16] http://guntingandunia.blogspot.co.id/2011/12/pengertian-investigasi_31.html,
diunduh tanggal 29 Desember 2015 ;
Tidak ada komentar:
Posting Komentar