FILSAFAT
ILMU, SEBAGAI SALAH SATU CARA BERPIKIR MANUSIA
OLEH
:
BAB I. PENDAHULUAN
Sudah menjadi kodrat dari manusia yang
memiliki rasa ingin tahu, menyebabkan manusia selalu berpikir dalam rangka
mempertahankan kehidupannya. Dari masa ke masa, rasa keingintahuan manusia
semakin bertambah sebagaimana bertambahnya pula kebutuhan hidup dari manusia
itu sendiri, sehingga kemudian muncul keinginan untuk belajar. Bahkan Allah SWT
dalam Al-Qur’an Nur Karimpun memerintahkan manusia untuk selalu membaca
(belajar), sebagaimana diterangkan dalam Surat Al-Alaq, ayat pertama, yang
artinya :[2]
“Bacalah dengan
(menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan”
Pengertian
keingintahuan akan sesuatu menyebabkan seseorang akan belajar akan sesuatu.
Belajar tersebut tidak hanya dari segi formal yaitu mempelajari yang ada dalam
buku-buku pelajaran dan sebagianya tetapi juga belajar akan gejala alam yang
terjadi di sekitar kita. Hal tersebut dikarenakan alam semesta ini diciptakan
oleh Allah, Tuhan Semesta Alam adalah untuk kepentingan kehidupan manusia,
sehingga sudah menjadi kewajiban bagi seluruh manusia untuk mempelajarinya dan
memelihara seluruh ciptaan Allah tersebut.
BAB
II. PENGERTIAN FILFAFAT
Dari rasa
keingintahuan tersebut dan dari proses belajar tersebut, akhirnya muncul
pengetahuan manusia yang bernama FILSAFAT. Dalam pengertian sederhana, FILSAFAT
adalah :[3]
“ Semua hal yang berhubungan dengan pertanyaan dan rasa ingin
tahu. “
Dari
pengertian sederhana tersebut, maka dapat dililihat bahwa kata FILSAFAT diambil
dari 2 (dua) kata Yunani kuno yaitu “PHILO”
yang berarti mencintai dan “SHOPIA” yang berarti kebijaksanaan,
sehingga FILSAFAT dalat diartikan sebagai “Meraih
rasa cinta akan kebijaksanaan”.[4]
Manusia di dunia barat
telah mengenal FILSAFAT selama kurang lebih 1000 (seribu) tahun. Bagi para
filsuf, pertanyaan filosofis adalah pertanyaan yang berada di luar jangkauan
teknokrat, pertanyaan ini tidak mementingkann cara mendapatkan informasi,
tetapi sesuatu yang lain, yaitu sesuatu yang bisa kita sebut sebagai
“KEBIJAKSANAAN”. Sehingga para filsuf adalah “PECINTA KEBIJAKSANAAN”.[5]
Hal tersebut diatas
menyebabkan FILSAFAT menjadi INDUK dari segala ilmu. Prof. DR. Wahyono, SH.MS
menyatakan bahwa “Filsafat menjadi induk
dari segala ilmu mencakup berbagai cabang pengetahuan, apa yang kita ketahui
(metaafisika), apa yang seharusnya kitaa kerjakan (etika), sampai dimana
harapan kita (agama), apa dan siapa manusia (antropologi), apa yang sedang kita
fikirkan (logika) dan apa yang nyaman, indah di dalam kehidupan bersama
(estetika), serta bagaimana mengenal kenyataan yang ada (kenleer).[6]
Kata falsafah merupakan arabisasi yang
berarti pencarian yang dilakukan oleh para filosof. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, kata filsafat menunjukkan pengertian yang dimaksud, yaitu
pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada,
sebab asal dan hukumnya. Manusia filosofis adalah manusia yang memiliki
kesadaran diri dan akal sebagaimana ia juga memiliki jiwa yang independen dan bersifat
spiritual.[7]
Beberapa sarjana memiliki pandangan yang
berbeda mengenai FILSAFAT, akan tetapi bermuara pada satu pokok tujuan yaitu
MENCINTAI KEBIJAKSANAAN. Pendapat beberapa sarjana tersebut antara lain adalah :[8]
·
Robert
Ackerman “philosophy of science in
one aspect as a critique of current scientific opinions by comparison to proven
past views, but such aphilosophy of science is clearly not a discipline
autonomous of actual scientific paractice”. (Filsafat ilmu dalam
suatu segi adalah suatu tinjauan kritis tentang pendapat-pendapat ilmiah dewasa
ini dengan perbandingan terhadap kriteria-kriteria yang dikembangkan dari
pendapat-pendapat demikian itu, tetapi filsafat ilmu jelas bukan suatu
kemandirian cabang ilmu dari praktek ilmiah secara actual ;
·
Lewis
White Beck “Philosophy of science
questions and evaluates the methods of scientific thinking and tries to
determine the value and significance of scientific enterprise as a whole. (Filsafat
ilmu membahas dan mengevaluasi metode-metode pemikiran ilmiah serta mencoba
menemukan dan pentingnya upaya ilmiah sebagai suatu keseluruhan) ;
·
A.
Cornelius Benjamin “That philosopic
disipline which is the systematic study of the nature of science, especially of
its methods, its concepts and presuppositions, and its place in the general
scheme of intellectual discipines. (Cabang pengetahuan filsafati
yang merupakan telaah sistematis mengenai ilmu, khususnya metode-metodenya,
konsep-konsepnya dan praanggapan-praanggapan, serta letaknya dalam kerangka
umum cabang-cabang pengetahuan
intelektual) ;
·
Michael
V. Berry “The study of the inner
logic if scientific theories, and the relations between experiment and theory,
i.e. of scientific methods”. (Penelaahan tentang logika interen
dari teori-teori ilmiah dan hubungan-hubungan antara percobaan dan teori, yakni
tentang metode ilmiah) ;
·
May
Brodbeck “Philosophy of science is
the ethically and philosophically neutral analysis, description, and
clarifications of science.” (Analisis yang netral secara etis dan
filsafati, pelukisan dan penjelasan mengenai landasan – landasan ilmu ;
·
Peter
Caws “Philosophy of science is a
part of philosophy, which attempts to do for science what philosophy in general
does for the whole of human experience. Philosophy does two sorts of thing: on
the other hand, it constructs theories about man and the universe, and offers
them as grounds for belief and action; on the other, it examines critically
everything that may be offered as a ground for belief or action, including its
own theories, with a view to the elimination of inconsistency and error.
(Filsafat ilmu merupakan suatu bagian filsafat, yang mencoba berbuat bagi ilmu
apa yang filsafat seumumnya melakukan pada seluruh pengalaman manusia. Filsafat
melakukan dua macam hal : di satu pihak, ini membangun teori-teori tentang
manusia dan alam semesta, dan menyajikannya sebagai landasan-landasan bagi
keyakinan dan tindakan; di lain pihak, filsafat memeriksa secara kritis segala
hal yang dapat disajikan sebagai suatu landasan bagi keyakinan atau tindakan, termasuk
teori-teorinya sendiri, dengan harapan pada penghapusan ketakajegan dan
kesalahan ;
·
Stephen
R. Toulmin “As a discipline, the
philosophy of science attempts, first, to elucidate the elements involved in
the process of scientific inquiry observational procedures, patens of argument,
methods of representation and calculation, metaphysical presuppositions, and so
on and then to veluate the grounds of their validity from the points of view of
formal logic, practical methodology and metaphysics”. (Sebagai suatu
cabang ilmu, filsafat ilmu mencoba pertama-tama menjelaskan unsur-unsur yang
terlibat dalam proses penyelidikan ilmiah prosedur-prosedur pengamatan,
pola-pola perbinacangan, metode-metode penggantian dan perhitungan,
pra-anggapan-pra-anggapan metafisis, dan seterusnya dan selanjutnya menilai
landasan-landasan bagi kesalahannya dari sudut-sudut tinjauan logika formal,
metodologi praktis, dan metafisika).
Berfilsafat mengandung arti pula “Memikirkan dan merenungkan kea rah
pencarian asal mula (causa prima) suatu fenomena atau obyek.”[9]
Adapun beberapa pengertian pokok tentang
filsafat menurut kalangan filosof adalah :[10]
1. Upaya spekulatif untuk
menyajikan suatu pandangan sistematik serta lengkap tentang seluruh realitas.
2. Upaya untuk melukiskan hakikat realitas
akhir dan dasar secara nyata.
3. Upaya untuk menentukan
batas-batas dan jangkauan pengetahuan sumber daya, hakikatnya, keabsahannya,
dan nilainya.
4. Penyelidikan kritis atas
pengandaian-pengandaian dan pernyataan-pernyataan yang diajukan oleh berbagai bidang
pengetahuan.
5. Disiplin ilmu yang berupaya
untuk membantu Anda melihat apa yang Anda katakan dan untuk menyatakan apa yang
Anda lihat.
Plato (427–348 SM) menyatakan filsafat ialah
pengetahuan yang bersifat untuk mencapai kebenaran yang asli. Sedangkan
Aristoteles (382–322 SM) mendefenisikan filsafat ialah ilmu pengetahuan yang meliputi
kebenaran yang terkandung di dalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika,
etika, ekonomi, politik, dan estetika. Sedangkan filosof lainnya Cicero (106–043 SM)
menyatakan filsafat ialah ibu dari semua ilmu pengetahuan lainnya. Filsafat
ialah ilmu pengetahuan terluhur dan keinginan untuk mendapatkannya.
Menurut Descartes (1596–1650), filsafat ialah
kumpulan segala pengetahuan di mana Tuhan, alam dan manusia menjadi pokok penyelidikannya.
Sedangkan Immanuel Kant (1724–1804) berpendapat filsafat ialah ilmu pengetahuan
yang menjadi pokok dan pangkal segala pengetahuan yang tercakup di dalamnya 4
persoalan :
a.
Apakah yang dapat kita ketahui?
Jawabannya termasuk dalam bidang metafisika.
b.
Apakah yang seharusnya kita kerjakan?
Jawabannya termasuk dalam bidang etika.
c.
Sampai di manakah harapan kita?
Jawabannya termasuk pada bidang agama.
d.
Apakah yang dinamakan manusia itu?
Jawabannya termasuk pada bidang antropologi.
BAB III. PEMBAGIAN CABANG FILSAFAT
Secara histories, FILSAFAT
dipandang sebaga the mother os sciences atau
induk dari segala ilmu, sebagaimana dinyatakan oleh DESCRATES, “Bahwa prinsip-prinsip dasar ilmu diambil
dari FILSAFAT. Filsafat alam mendorong ilmu-ilmu kealaman, filsafat sosial
melahirkan ilmu-ilmu sosial.”[11]
HAMERSMA, membicarakan sepuluh cabang
FILSAFAT, yang masih dapat dikembalikan lagi kepada 4 (empat) bidang induk,
sebagai berikut :[12]
1.
Epistimologi, yaitu Suatu studi tentaang asal
usul, hakikat dan jangkauan pengetahuan ;
2.
Logika, yaitu menyelidiki aturan-aturan yang harus
diperhatikan supaya cara berpikir kita sehat. Sehingga LOGIKA adalah studi
tentang prinsip-prinsip yang dipakai untuk membedakan antara argument yang
masuk akal dan argument yang tidak masuk akal, serta tentang berbagai bentuk
argumentasi.
Logika berasal dari bahasa latin yakni Logos
yang berarti perkataan atau sabda. Dalam bahasa arab di sebut Mantiq. Logika
adalah sarana untuk berpikir sistematis, valid dan dapat dipertanggungjawabkan.
Karena itu, berpikir logis adalah berpikir sesuai dengan aturan-aturan berpikir,
seperti setengah tidak boleh lebih besar daripada satu. Logis dalam bahasa
sehari-hari kita sebut masuk akal. Kata Logika dipergunakan pertama kali oleh
Zeno dari Citium. Kaum Sofis, Socrates, dan Plato dianggap sebagai perintis
lahirnya logika. Logika lahir sebagai ilmu atas jasa Aristoteles, Theoprostus
dan kaum Stoa. (Russell, dalam Mundiri 2006). Aristoteles meninggalkan enam
buah buku yang oleh murid-muridnya disebut Organon. Buku itu terdiri
dari Categoriae (mengenai pengertian-pengertian) De Interpretatiae
(keputusan-keputusan), Analitica Priora (Silogisme), Analitica Porteriora
(pembuktian), Topika (berdebat) dan De Sophisticis Elenchis (kesalahan-kesalahan
berpikir). Theoprostus kemudian mengembangkan Logika Aristoteles dan kaum Stoa
yang mengajukan bentuk-bentuk berpikir yang sistematis (Angel, dalam Mundiri
2006).[13]
3.
Kritik Ilmu-Ilmu, menyelidiki titik pangkal, metode,
obyek dari ilmu-ilmu (filsafat ilmu. Sehingga KRITIK ILMU-ILMU adalh suatu
studi tentang metode, asumsi dan batas-batas ilmu pengetahuan.
4.
Ontologi, merupakan pengetahuan tentang
“semua pengada sejauh mereka ada”. Sehingga ONTOLOGI adalah suatu studi yang
membahwa apa yang ingin kita ketahui seberapa jauh kita ingin ketahui, atau
dnegan perkataan lain, suatu pengkajian mengenai teori tentang “ada”.
5.
Teologi Metafisik, adalah suatu studi tentang
hakikat, ragam dan obyek kepercayaan agama.
6.
Antropologi, membicarakan tentang manusia
(filsafat manusia) dengan segala aspeknya, mengutamakan metode filosofis dalam
penyelidikannya.
7.
Kosmologi, membicarakan tentang tindakan
manusia tentang prinsip-prinsip dan konsep-konsep yang mendasari penilaian
tentang perilaku manusia.
8.
Estetika, mencoba menyelidiki mengapa
sesuatu dialami sebagai indah, yaitu suatu studi tentang prinsip-prinsip yang
mendasari penilaian kita atas berbagai bentuk seni.
Filsafat ilmu merupakan salah satu cabang
dari filsafat. Oleh karena itu, fungsi filsafat ilmu kiranya tidak bisa dilepaskan
dari fungsi filsafat secara keseluruhan, yakni :
·
Sebagai
alat mencari kebenaran dari segala fenomena yang ada.
·
Mempertahankan,
menunjang dan melawan atau berdiri netral terhadap pandangan filsafat lainnya.
·
Memberikan
pengertian tentang cara hidup, pandangan hidup dan pandangan dunia.
·
Memberikan
ajaran tentang moral dan etika yang berguna dalam kehidupan
·
Menjadi
sumber inspirasi dan pedoman untuk kehidupan dalam berbagai aspek kehidupan itu
sendiri, seperti ekonomi, politik, hukum dan sebagainya. Disarikan dari Agraha
Suhandi (1989).[14]
Ismaun (2001:1) mengungkapkan beberapa corak
ragam filsafat ilmu, diantaranya:
·
Filsafat
ilmu-ilmu sosial yang berkembang dalam tiga ragam, yaitu : (1) meta ideologi,
(2) meta fisik dan (3) metodologi disiplin ilmu.
·
Filsafat
teknologi yang bergeser dari C-E (conditions-Ends) menjadi means. Teknologi
bukan lagi dilihat sebagai ends, melainkan sebagai kepanjangan ide manusia.
·
Filsafat
seni/estetika mutakhir menempatkan produk seni atau keindahan sebagai salah
satu tri-partit, yakni kebudayaan, produk domain kognitif dan produk alasan
praktis.
Produk domain kognitif murni tampil memenuhi
kriteria: nyata, benar, dan logis. Bila etik dimasukkan, maka perlu ditambah
koheren dengan moral. Produk alasan praktis tampil memenuhi kriteria
oprasional, efisien dan produktif. Bila etik dimasukkan perlu ditambah
human.manusiawi, tidak mengeksploitasi orang lain, atau lebih diekstensikan
lagi menjadi tidak merusak lingkungan.[15]
BAB IV. FILSAFAT DAN ILMU
Disadari atau tidak, sebenarnya tidak seluruh
masalah kehidupan dapat dijawab dengan tuntas dan memuaskan oleh ilmu. Filsafat
memberikan penjelasan atau jawaban mendasar atas masalah tersebut.
Pengkritisan secara radikal terhadap
ilmu itulah yang merupakan tugas dan bidang kajian filsafat ilmu, sehingga
FILSAFAT ILMU dapat dipandang sebagai upaya menjembatani jurang pemisah antara
FILSAFAT dengan ILMU.[16]
Banyak sekali ilmu-ilmu sosial sudah
mempergunakan matematika sebagai sosiometri, psychometri, econometri,
dan seterusnya. Hampir dapat dikatakan bahwa fungsi matematika sama luasnya
dengan fungsi bahasa yang berhubungan dengan pengetahuan dan ilmu pengetahuan. Untuk
dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik, maka diperlukan sarana
berupa bahasa, logika, matematika dan statistika. Penalaran ilmiah menyadarkan
kita kepada proses logika deduktif dan logika induktif. Matematika mempunyai
peranan penting dalam berpikir deduktif, sedangkan statistika mempunyai peran
penting dalam berpikir induktif.[17]
Matematika adalah bahasa yang melambangkan
serangkaian makna dari serangkaian pernyataan yang ingin kita sampaikan.
Lambang-lambang matematika bersifat “artifisial” yang baru mempunyai arti
setelah sebuah makna diberikan kepadanya. Tanpa itu maka matematika hanya merupakan
kumpulan rumus-rumus yang mati.
BAB V. FILSAFAT ILMU SEBAGAI
SARANA BERPIPIR MANUSIA
Kehidupan manusia tidak akan lepas
dari perkembangan ilmu dan teknologi. Oleh karena tidak semua persoalan dapat
dijawab oleh ilmu, maka menjadi tugas filsafat untuk menjawab persoalan yang
tidak dapat dijawab oleh ilmu.
FILSAFAT berupaya mencari jawaban yang
bersifat spekulatif atas hal-hal yang tidak terjawab oleh ilmu. Filsafat juga
mempertanyakan ilmu sekaligus menjadikan ilmu sebagai obyek kajiannya.[18]
1. Ilmu mempercayai rasio sebagai
alat untuk mendapatkan pengetahuan yang benar ;
2. Ilmu memiliki alur jalan fikiran
yang logis dan konsisten dengan pengetahuan yang telah ada ;
3. Ilmu diuji secara empiric sebagai
criteria kebenaran obyektif ;
4. Ilmu bermekanisme terbuka terhadap
koreksi ;
Dari ilmu itulah akan didapatkan kebenaran
ilmiah, sehingga perlu pemahaman tentang apa itu kebenaran baik dilihat dari
jalurnya maupun macamnya. Bila dilihat dari gradasi berpikir (jalurnya), maka
dapat dikelompokkan ke dalam 4 (empat) gradasi berpikir, yaitu :[20]
1.
Kebenaran biasa, yaitu kebenaran yang sifatnya
adalah common sense atau akal sehat dan mengacu pada pengalaman individual,
tidak tertata dan sporadic sehingga cenderung sangat subyektif ;
2.
Kebenaran Ilmu, yaitu kebenaran yang sifatnya
positif karena mengacu pada fakta empiric dan memungkinkan semua orang untuk
mengujinya dengan metode tertentu dengan hasil yang sama atau paling tidak
relative sama ;
3.
Kebenaran Filsafat, yaitu kebenaran yang bersifat
spekulatif, mengingat sangat sulit / tidak mungkin dibuktikan secara empirik ;
4.
Kebenaran Agama, yaitu kebenaran yang didasarkan
kepada informasi yang datangnya dari Tuhan melalui utusanNya ;
Penggabungan antara FILSAFAT dengan ILMU
itulah yang menimbulkan berbagai macam ilmu yang dapat diterapkan dalam
kehidupan manusia. Ketergantungan manusia akan ILMU, membuat manusia
membutuhkan ketergantungan akan FILSAFAT, untuk dapat menyelesaikan
persoalan-persoalan yang tidak bisa diselesaikan oleh ILMU.
Pada mulanya kata filsafat berarti segala
ilmu pengetahuan yang dimiliki manusia. Mereka membagi filsafat kepada dua
bagian yakni, filsafat teoretis dan filsafat praktis.[21]
Filsafat
teoretis mencakup:
(1) ilmu pengetahuan alam,
seperti: fisika, biologi, ilmu pertambangan, dan astronomi ;
(2) ilmu eksakta dan matematika;
(3) ilmu tentang ketuhanan dan
metafisika.
Filsafat praktis mencakup :
(1) norma-norma (akhlak) ;
(2) urusan rumah tangga ;
(3) sosial dan politik.
Dari pembagian FILSAFAT tersebut, maka
timbullah berbagai macam ILMU PENGETAHUAN, yang sangat dibutuhkan manusia di
dalam kehidupannya, sehingga dengan demikian antara ILMU PENGETAHUAN dengan
MASYARAKAT terjalin hubungan yang erat, dimana ILMU PENGETAHUAN dikembangkan
semata-mata demi kepentingan atau kemajuan masyarakat dan masyarakatpun banyak
memberi “input” kepada ilmu.[22]
Lebih lanjut, Beerling menyatakan bahwa “Pengetahuan ilmiah adalah pengetahuan yang
mempunyai dasar pembenaran. Segenap pengaturan cara kerja ilmiah diarahkan
untuk memperoleh pengetahuan. Penyelidikan ilmiah tidak akan membatasi hanya
pada satu bahan keterangan, melainkan meletakkan hubungan antara sejumlah bahan
keterangan dan berusaha agar hubungan tersebut dapat merupakan suatu
kebulatan.”[23]
Dengan penguasaan atas langkah-langkah
penemuan ilmu pengetahuan, baik secara deduktif maupun induktif, peran pikiran
(logika) sangat menonjol, sebagaimana digambarkan oleh EWANS, “knowledge is made up of the fact of the
subject and the students ability to use those facts to think and solve the
problems (pengetahuan terbentuk dari fakta dan dari kemampuan para
pelajar/mahasiswa dalam mempergunakan fakta tersebut untuk berpikir dan
menyelesaikan persoalan)”.[24]
Sehingga dengan demikian, dengan bantuan dari
FILSAFAT ILMU, manusia dapat menemukan dan membuat ILMU-ILMU PENGETAHUAN yang
baru yang dapat diterapkan dalam kehidupannya dan untuk mempertahankan
kehidupannya. Tanpa adanya FILSAFAT ILMU, maka mustahil manusia akan dapat
menemukan dan membuat ILMU PENGETAHUAN yang baru yang bermanfaat bagi dirinya
dan kehidupan masyarakat.
BAB VI. KESIMPULAN
Dari uraian-uraian tersebut diatas,
maka dapat kita ambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Kehidupan manusia selalu dinamis
dan selalu berkembang ;
2. Untuk memenuhi kebutuhannya,
manusia membutuhkan ILMU PENGETAHUAN, dan untuk menemukan dan mendapatkan ILMU
PENGETAHUAN baru, maka harus dengan bantuan FILSAFAT ILMU ;
3. Hubungan antara ILMU PENGETAHUAN
dengan Manusia sangat erat dimana ILMU PENGETAHUAN dikembangkan semata-mata
untuk kepentingan manusia dan manusia selalu memberi “input”
[1] Hakim Yustisial pada
Mahkamah Agung RI, Mahasiswa S3 pada Program Doktoral Ilmu Hukum (PDIH)
Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung (FH UNISSULA) Semarang ;
[2] Al-Qur’an Nur Karim ;
[3] Neil Turnbull, Bengkel Ilmu
FILSAFAT, Penerbit Erlangga, Jakarta ,
Tahun 2005, hlm.6.
[4] Ibid, hlm.6.
[5] Ibid,hlm.14.
[6] Prof.DR.Wahyono,SH.MS, FILSAFAT
ILMU, Universitas Pancasaksi – Magister Hukum 2012-2013,hlm.1.
[7]http://usupress.usu.ac.id/files/Filsafat%20Ilmu%20dan%20Metode%20Riset_Normal_bab%201.pdf
[9] DR.Yayat Hidayat Amir, Materi
Kuliah FILSAFAT ILMU, hlm.1.
[10]http://usupress.usu.ac.id/files/Filsafat%20Ilmu%20dan%20Metode%20Riset_Normal_bab%201.pdf
[11] Ibid,hlm.2.
[12] Ibid,hlm.2-3.
[13]http://usupress.usu.ac.id/files/Filsafat%20Ilmu%20dan%20Metode%20Riset_Normal_bab%201.pdf
[17]http://usupress.usu.ac.id/files/Filsafat%20Ilmu%20dan%20Metode%20Riset_Normal_bab%201.pdf,
loc.cit.
[19] Ibid,hlm.13.
[20] Ibid,hlm.33.
[21]http://usupress.usu.ac.id/files/Filsafat%20Ilmu%20dan%20Metode%20Riset_Normal_bab%201.pdf,loc.cit.
[22] Prof.DR.Wahyono,SH.MS,
FILSAFAT ILMU, Universitas Pancasaksi – Magister Hukum
2012-2013,loc.cit.hlm.53.
[23] Ibid,hlm.53.
[24] Ibid,hlm.56.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar