Renungan Akhir Pekan (13052015) :
HUKUM & MASYARAKAT (Penutup)
Membicarakan mengenai Hukum dan Masyarakat tentunya akan termasuk di dalamnya adalah dinamika perkembangan masyarakat yang selalu berubah. Pola pemikiran dan pemahaman masyarakat terhadap hukum juga dengan sendirinya akan berubah atau setidaknya mengalami perubahan seiring dengan perubahan masyarakat itu sendiri.
Rakyat Indonesia yang pada 17 Agustus 1945 telah mengikatkan diri, yang bisa disebut sebagai KONTRAK SOSIAL (du contract sociale) sebagai satu kesatuan di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, telah menyatakan sebagai bangsa dan negara yang merdeka, termasuk di dalamnya adalah kemerdekaan dan kemandirian di bidang Hukum. Walaupun dalam kenyataannya (de facto) bahwa masih banyak peraturan perundang-undangan yang merupakan produk pemerintahan Kolonial Belanda, namun sudah saatnya masyarakat Indonesia memiliki dan membuat peraturan perundang-undangan di dalam suatu SISTEM HUKUM yang didasarkan kepada PANCASILA, yang merupakan GRUNDNORM atau NORMA DASAR dari setiap peraturan yang ada di Indonesia. PANCASILA sebagai kristalisasi dari nilai-nilai filosofis bangsa Indonesia seharusnya menjadi JIWA dari setiap peraturan hukum, khususnya hukum tertulis yang ada di Indonesia, namun sangat disayangkan bahwa banyak peraturan hukum tertulis yang dibuat pada saat ini lebih mengedepankan pada nilai-nilai yang berasal dari luar. Pembuat Undang-Undang lebih banyak MENYADUR nilai-nilai LIBERALISME dan/atau nilai-nilai yang dianut oleh negara-negara barat. Segala yang ada di negara barat dianggap sebagai sesuatu yang harus selalu diikuti, meskipun sejatinya nilai-nilai tersebut sangat bertentangan dengan nilai-nilai dalam PANCASILA.
Harus dipahami juga bahwa semakin maju peradaban manusia, dimungkinkan terdapat KEMUNDURAN, setidaknya dalam hal MORAL, AKHLAK dan PERILAKU, sehingga segala hal yang terjadi di luar Indonesia, tidak otomatis harus diterapkan di Indonesia. Akan tetapi mirisnya hal tersebut sudah sering terjadi, utamanya di dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Dengan dalih kebebasan persaingan usaha, akhirnya menyebabkan UU yang mengaturnya mematikan perekonomian masyarakat menengah ke bawah, dengan dalih HAM, ramai-ramai MENOLAK pidana mati para bandar narkotika, meskipun hak hidup dan kehidupan merupakan hak setiap manusia, akan tetapi apakah para bandar narkotika tersebut pernah memikirkan akibat yang ditimbulkan dari perbuatannya ? Rasanya tidak, karena yang ada dalam otak mereka hanyalah keuntungan besar yang bersifat sesaat tanpa memikirkan orang lain yang menggunakan narkotika yang mereka edarkan, tanpa mereka memikirkan sedih, tangis dan susah payahnya para orang tua dan keluarga yang anggota keluarganya menjadi pecandu narkotika, mereka juga tidak pernah memikirkan besarnya biaya yang harus Negara tanggung untuk melakukan rehabilitasi bagi pecandu narkotika. Sekali lagi, para bandar dan pengedar narkotika TIDAK PERNAH MEMIKIRKAN hal-hal tersebut, yang ada hanyalah keuntungan duniawi sesaat. Demikian juga dengan pelaku TIPIKOR, demi alasan persamaan di muka hukum, mereka masih berani tersenyum di depan media, meskipun itu juga merupakan hak bagi mereka, akan tetapi hasil dari TIPIKOR yang mereka lakukan menyebabkan kelumpuhan bagi bangsa ini yang sedang membangun. Dapat dibayangkan apabila 1 orang melakukan korupsi, tidak usah terlalu besar, 1 Milyar rupiah saja, berapa banyak gedung sekolah yang dapat diperbaiki dengan uang tersebut atau berapa banyak perbaikan jalan yang dapat dilakukan, oleh karenanya dalam pandangan penulis, korupsi lebih berbahaya daripada terorisme karena terorisme paling banyak hanya membunuh ratusan orang tetapi korupsi, bisa membunuh (secara tidak langsung) hak dan kehidupan dari ribuan orang.
Jadi kiranya mulai saat ini masyarakat kembali harus disadarkan bahwa bangsa kita memiliki nilai-nilai yang luhur ang tercantum di dalam PANCASILA karena pendiri bangsa ini sangat mencintai negara ini dan sangat menginginkan peri kehidupan kebangsaan yang semakin sejahtera. Hal ini salah satunya dapat dilakukan dengan membentuk peraturang perundang-undangan yang mengatur peri kehidupan kebangsaan Indonesia, dengan mendasarkan dan dijiwai oleh nilai-nilai dalam PANCASILA, setidaknya salah satu dari kelima sila dala PANCASILA dapat teraplikasikan di dalam peraturang perundang-undangan yang dibentuk sehingga peraturan perundang-undangan tersebut dapat menggantikan kedudukan peraturan perundang-undangan WARISAN dari pemerintah Kolonial Belanda, yang tentu saja nilai-nilai fislosofisnya tidak sesuai dengan nilai-nilai dalam PANCASILA.
HUKUM & MASYARAKAT (Penutup)
Membicarakan mengenai Hukum dan Masyarakat tentunya akan termasuk di dalamnya adalah dinamika perkembangan masyarakat yang selalu berubah. Pola pemikiran dan pemahaman masyarakat terhadap hukum juga dengan sendirinya akan berubah atau setidaknya mengalami perubahan seiring dengan perubahan masyarakat itu sendiri.
Rakyat Indonesia yang pada 17 Agustus 1945 telah mengikatkan diri, yang bisa disebut sebagai KONTRAK SOSIAL (du contract sociale) sebagai satu kesatuan di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, telah menyatakan sebagai bangsa dan negara yang merdeka, termasuk di dalamnya adalah kemerdekaan dan kemandirian di bidang Hukum. Walaupun dalam kenyataannya (de facto) bahwa masih banyak peraturan perundang-undangan yang merupakan produk pemerintahan Kolonial Belanda, namun sudah saatnya masyarakat Indonesia memiliki dan membuat peraturan perundang-undangan di dalam suatu SISTEM HUKUM yang didasarkan kepada PANCASILA, yang merupakan GRUNDNORM atau NORMA DASAR dari setiap peraturan yang ada di Indonesia. PANCASILA sebagai kristalisasi dari nilai-nilai filosofis bangsa Indonesia seharusnya menjadi JIWA dari setiap peraturan hukum, khususnya hukum tertulis yang ada di Indonesia, namun sangat disayangkan bahwa banyak peraturan hukum tertulis yang dibuat pada saat ini lebih mengedepankan pada nilai-nilai yang berasal dari luar. Pembuat Undang-Undang lebih banyak MENYADUR nilai-nilai LIBERALISME dan/atau nilai-nilai yang dianut oleh negara-negara barat. Segala yang ada di negara barat dianggap sebagai sesuatu yang harus selalu diikuti, meskipun sejatinya nilai-nilai tersebut sangat bertentangan dengan nilai-nilai dalam PANCASILA.
Harus dipahami juga bahwa semakin maju peradaban manusia, dimungkinkan terdapat KEMUNDURAN, setidaknya dalam hal MORAL, AKHLAK dan PERILAKU, sehingga segala hal yang terjadi di luar Indonesia, tidak otomatis harus diterapkan di Indonesia. Akan tetapi mirisnya hal tersebut sudah sering terjadi, utamanya di dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Dengan dalih kebebasan persaingan usaha, akhirnya menyebabkan UU yang mengaturnya mematikan perekonomian masyarakat menengah ke bawah, dengan dalih HAM, ramai-ramai MENOLAK pidana mati para bandar narkotika, meskipun hak hidup dan kehidupan merupakan hak setiap manusia, akan tetapi apakah para bandar narkotika tersebut pernah memikirkan akibat yang ditimbulkan dari perbuatannya ? Rasanya tidak, karena yang ada dalam otak mereka hanyalah keuntungan besar yang bersifat sesaat tanpa memikirkan orang lain yang menggunakan narkotika yang mereka edarkan, tanpa mereka memikirkan sedih, tangis dan susah payahnya para orang tua dan keluarga yang anggota keluarganya menjadi pecandu narkotika, mereka juga tidak pernah memikirkan besarnya biaya yang harus Negara tanggung untuk melakukan rehabilitasi bagi pecandu narkotika. Sekali lagi, para bandar dan pengedar narkotika TIDAK PERNAH MEMIKIRKAN hal-hal tersebut, yang ada hanyalah keuntungan duniawi sesaat. Demikian juga dengan pelaku TIPIKOR, demi alasan persamaan di muka hukum, mereka masih berani tersenyum di depan media, meskipun itu juga merupakan hak bagi mereka, akan tetapi hasil dari TIPIKOR yang mereka lakukan menyebabkan kelumpuhan bagi bangsa ini yang sedang membangun. Dapat dibayangkan apabila 1 orang melakukan korupsi, tidak usah terlalu besar, 1 Milyar rupiah saja, berapa banyak gedung sekolah yang dapat diperbaiki dengan uang tersebut atau berapa banyak perbaikan jalan yang dapat dilakukan, oleh karenanya dalam pandangan penulis, korupsi lebih berbahaya daripada terorisme karena terorisme paling banyak hanya membunuh ratusan orang tetapi korupsi, bisa membunuh (secara tidak langsung) hak dan kehidupan dari ribuan orang.
Jadi kiranya mulai saat ini masyarakat kembali harus disadarkan bahwa bangsa kita memiliki nilai-nilai yang luhur ang tercantum di dalam PANCASILA karena pendiri bangsa ini sangat mencintai negara ini dan sangat menginginkan peri kehidupan kebangsaan yang semakin sejahtera. Hal ini salah satunya dapat dilakukan dengan membentuk peraturang perundang-undangan yang mengatur peri kehidupan kebangsaan Indonesia, dengan mendasarkan dan dijiwai oleh nilai-nilai dalam PANCASILA, setidaknya salah satu dari kelima sila dala PANCASILA dapat teraplikasikan di dalam peraturang perundang-undangan yang dibentuk sehingga peraturan perundang-undangan tersebut dapat menggantikan kedudukan peraturan perundang-undangan WARISAN dari pemerintah Kolonial Belanda, yang tentu saja nilai-nilai fislosofisnya tidak sesuai dengan nilai-nilai dalam PANCASILA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar