CATATAN SINGKAT TENTANG RUPIAH
Sudah menjadi kenyataan bahwa segala sesuatu saat ini
dinilai dengan besaran mata uang. Semua barang maupun jasa hanya dapat
diperoleh dengan pertukaran dengan sejumlah nominal mata uang. Dari sandang,
pangan, papan maupun kebutuhan sekunder lainnya, tidak lepas dari nilai mata
uang.
Secara sadar maupun tidak, kehidupan
masa kini sudah terlalu mendewakan UANG sebagai alat pertukaran barang dan
jasa. Sudah sangat jarang kita temukan pertukaran BARANG dengan BARANG atau
BARTER, sesuatu yang lazim terjadi pada masa lampau, namun seiring dengan
perkembangan jaman dan berlangsungnya era GLOBALISASI, maka seluruh aspek
kehidupan semakin diatur dnegan UANG, baik itu uang kartal maupun uang giral.
Yang menjadi pertanyaan bagi kita
semua adalah, apakah UANG yang dimiliki oleh Negara Kita yaitu RUPIAH, mampu
menjadi tuan rumah di Negeri sendiri, ataukah harus menjadi TAMU karena
tergerus oleh mata uang asing ?
Tulisan ini hanyalah sekedar sedikit
upaya pencerahan dalam rangka memahami betapa kita harus semakin mencintai mata
uang kita, RUPIAH, tanpa bermaksud menisbikan mata uang asing yang beredar di
Indonesia. Sebab naik turunnya nilai mata uang dari suatu Negara, salah satunya
juga ditentukan dari penggunaan mata uang itu sendiri di Negara tersebut.
Riyal bersanding dengan US Dollar
Tanpa bermaksud untuk melemahkan
mata uang RUPAIH di Negeri Minyak Saudi Arabia, akan tetapi dalam kenyataannya,
ketika kita sedang berada di Negara Jazirah Arab tersebut, secara sadar maupun
tidak kita akan menukarkan uang yang kita miliki dengan mata uang setempat
yaitu Saudi Arabia Riyal (SAR).
Dengan hitung-hitungan sederhana saja, ketika musim HAJI, terdapat tidak
kurang dari 200.000 (dua ratus ribu) jamaah Haji asal Indonesia yang berada di
Arab Saudi. Apabila diambil rata-rata setiap jemaah Haji membawa uang sebesar
1500 Riyal selama ber-Haji, maka dengan kurs (nilai tukar mata uang) Rupiah
sekitar Rp 2.650,- (dua ribu enam ratus lima puluh rupiah) per 1 Riyal, maka
tidak kurang dari Rp 3.975.000,- (tiga juta sembilan ratus tujuh puluh lima
ribu rupiah) per orang atau total sekitar Rp 795.000.000.000,- (tujuh ratus
sembilan puluh lima milyar rupiah) uang kita yang “TERBAWA” ke Negeri Minyak tersebut.
Apabila kita cermati, seluruh harga yang ada di Arab Saudi menggunakan
nilai nominal Riyal, ambil contoh, sebuah baju gamis dijual dengan harga paling
murah 15 Riyal, coba dihitung dengan Rupiah, akan menjadi Rp 2.650,- dikalikan
15, hasilnya adalah Rp 39.750,- (tiga puluh sembilan ribu tujuh ratus lima
puluh rupiah) dan mereka hanya menerima pembayaran dengan mata uang Riyal dan
kalaupun terpaksa, mereka masih menerima mata uang dollar Amerika.
Lalu, kenapa bangsa Arab begitu bangga dengan mata uangnya ? Sesuatu hal yang
menggelitik bagi kita tentunya. Dalam sejarahnya, orang-orang Arab mempunyai
mata pencaharian sebagai pedagang, baik sekitar Jazirah Arab maupun ke
daerah-daerah lain, bahkan sampai ke Negeri Romawi, yang berjarak cukup jauh.
Pada saat itu orang-orang Arab menggunakan mata uang DINAR (mata uang yang
terbuat dari emas) sebagai alat perdagangan. Sekian ratus tahun kemudian,
orang-orang Arab terutama di Negara Arab Saudi memiliki mata uang sendiri yaitu
RIYAL, yang selalu mereka gunakan dalam setiap kegiatan perdagangan.
Mata Uang Indonesia
Dibandingkan
dengan Indonesia, yang dapat dikatakan baru mengenal mata uang resmi sejak
kemerdekaan tepatnya sejak tanggal 30 Oktober 1946 yang dengan beredarnya
secara resmi OEANG REPUBLIK INDONESIA (ORI).
Oeang
Republik Indonesia
atau ORI adalah mata uang pertama yang dimiliki Republik
Indonesia setelah merdeka. Pemerintah memandang perlu untuk
mengeluarkan uang sendiri yang tidak hanya berfungsi sebagai alat pembayaran
yang sah tapi juga sebagai lambang utama negara merdeka yang resmi beredar pada 30 Oktober
1946[1],
ORI tampil dalam bentuk uang kertas bernominal satu sen dengan gambar
muka keris
terhunus dan gambar belakang teks UUD 1945.[2]
Dalam
perkembangannya, Indonesia saat ini menggunakan mata uang RUPIAH, yang
dijadikan alat transaksi. Akan tetapi meskipun telah dijadikan sebagai alat
transaksi, akan tetapi nilai tukar RUPIAH masih sangat rendah jika dibandingkan
dengan nilai mata uang lainnya di dunia.
Keadaan
perekonomian dari suatu negara sangat mempengaruhi nilai tukar mata uang negara
tersebut, hal inilah yang dirasakan oleh Indonesia, yang masih dalam tahap
pembangunan ekonomi yang menyebabkan rendahnya nilai tukar RUPIAH. Hal lain
yang juga mempengaruhi tinggi rendahnya nilai tukar mata uang suatu negara,
adalah ketergantungan negara tersebut kepada mata uang asing, utamanya adalah DOLLAR
Amerika. Tingginya kebutuhan mata uang Amerika tersebut, menyebabkan nilai
RUPIAH menjadi tergerus melemah.
Banyak
faktor yang menyebabkan ketergantungan pada DOLLAR Amerika, salah satunya
adalah kebutuhan barang-barang impor yang digunakan sebagai pemenuhan kebutuhan
masyarakat. Barang-barang impir tersebut tentunya harus ditebus dengan DOLLAR
yang juga merupakan mata uang perdagangan internasional. Selain kebutuhan
barang-barang impor tersebut, melemahnya nilai tukar RUPIAH adalah karena
kecenderungan pemerintah untuk menyimpan cadangan devisa dalam bentuk DOLLAR
Amerika, sehingga meyebabkan kebutuhan akan mata uang Amerika tersebut juga
tinggi, sebagai upaya untuk menukarkan cadangan devisa tersebut. Penyimpanan cadangan
devisa dalam bentuk mata uang DOLLAR sangat rentan terhadap pergerakan
(fluktuasi) mata uang, sehingga ketika harga
mata uang DOLLAR semakin tinggi, maka menyebabkan menurunnya nilai cadangan
devisa yang dimiliki oleh pemerintah karena ketika dikonversikan dengan nilai
RUPIAH, menyebabkan nilai RUPIAH akan semakin menurun.
Penyimpanan
cadangan devisa tersebut sebenarnya disiasati dengan merubah kebijakan
penyimpanan cadangan devisa yaitu dalam bentuk menyimpan LOGAM MULIA atau EMAS
BATANGAN. Satu hal yang paling menguntungkan dari penyimpanan cadangan devisa
dalam bentuk LOGAM MULIA, adalah stabilnya harga LOGAM MULIA dan lebih sering
mengalami peningkatan harga. Meskipun terjadi peningkatan harga, tidak akan
menyebabkan penurunan nilai RUPIAH, justru akan memperkuat nilai RUPIAH, karena
terdapat selisih yang lebih besar dari peningkatan harga LOGAM MULIA tersebut.
Hal lain
yang dapat dilakukan untuk menjaga nilai tukar RUPIAH adalah dengan menggunakan
RUPIAH sebagai alat pembayaran di dalam negeri di semua lapisan masyarakat dan
tanpa kecuali, sebagaimana yang dlakukan oleh Arab Saudi, maupun negara-negara
ASEAN. Saat ini masih dijumpai di beberapa tempat, penggunaan mata uang asing /
DOLLAR pada transaksi di Indonesia. Perlu adanya ketegasan dari pemerintah
untuk tetap menggunakan mata uang RUPIAH dalam setiap transaksi di Indonesia. Selain
itu, perlu kemandirian bangsa untuk tidak tergantung pada produk impor, dengan
mengusahakan penggunaan produk dalam negeri.
Dengan
bangga menggunakan produk dalam negeri, juga akan meningkatkan kebanggaan
penggunaan mata uang RUPIAH, sebab dengan menggunakan produk dalam negeri akan
mengurangi produk impor dan mengurangi penggunaan mata uang asing, utamanya
DOLLAR Amerika.
Kalau
tidak dimulai saat ini, maka kita akan terus menggunakan produk impor dan tidak
merasa bangga dengan produk dalam negeri, yang pada akhirnya akan menggerus
kebanggaan akan penggunaan mata uang RUPIAH, sehingga peran serta masyarakat
akan penggunaan mata uang RUPIAH harus terus digalakkan dalam setiap transaksi.
Kesimpulan
- Bangsa Indonesia harus bangga akan mata uang negara sendiri, sebab keberadaan mata uang dalam suatu negara menunjukkan bahwa negara tersebut merupakan negara yang merdeka dan berdaulat sebagaimana diamanatkan dalam UUD Negara Tahun 1945 ;
- Perlu ketegasan dari pemerintah untuk melakukan pengelolaan terhadap penyimpanan cadangan devisa negara yang dilakukan dengan menyimpan dalam bentuk LOGAM MULIA dan bukan dalam bentuk mata uang asing ;
- Harus digalakkan penggunaan mata uang RUPIAH dalam setiap transaksi di setiap lapisan masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar