Rabu, 22 Juni 2016

CATATAN SINGKAT TENTANG RUPIAH



CATATAN SINGKAT TENTANG RUPIAH
OLEH : SANTHOS WACHJOE PRIJAMBODO, SH.MH[1]

            Sudah menjadi kenyataan bahwa segala sesuatu saat ini dinilai dengan besaran mata uang. Semua barang maupun jasa hanya dapat diperoleh dengan pertukaran dengan sejumlah nominal mata uang. Dari sandang, pangan, papan maupun kebutuhan sekunder lainnya, tidak lepas dari nilai mata uang.
            Secara sadar maupun tidak, kehidupan masa kini sudah terlalu mendewakan UANG sebagai alat pertukaran barang dan jasa. Sudah sangat jarang kita temukan pertukaran BARANG dengan BARANG atau BARTER, sesuatu yang lazim terjadi pada masa lampau, namun seiring dengan perkembangan jaman dan berlangsungnya era GLOBALISASI, maka seluruh aspek kehidupan semakin diatur dnegan UANG, baik itu uang kartal maupun uang giral.
            Yang menjadi pertanyaan bagi kita semua adalah, apakah UANG yang dimiliki oleh Negara Kita yaitu RUPIAH, mampu menjadi tuan rumah di Negeri sendiri, ataukah harus menjadi TAMU karena tergerus oleh mata uang asing ?
            Tulisan ini hanyalah sekedar sedikit upaya pencerahan dalam rangka memahami betapa kita harus semakin mencintai mata uang kita, RUPIAH, tanpa bermaksud menisbikan mata uang asing yang beredar di Indonesia. Sebab naik turunnya nilai mata uang dari suatu Negara, salah satunya juga ditentukan dari penggunaan mata uang itu sendiri di Negara tersebut.

Riyal bersanding dengan US Dollar
            Tanpa bermaksud untuk melemahkan mata uang RUPAIH di Negeri Minyak Saudi Arabia, akan tetapi dalam kenyataannya, ketika kita sedang berada di Negara Jazirah Arab tersebut, secara sadar maupun tidak kita akan menukarkan uang yang kita miliki dengan mata uang setempat yaitu Saudi Arabia Riyal (SAR).
Dengan hitung-hitungan sederhana saja, ketika musim HAJI, terdapat tidak kurang dari 200.000 (dua ratus ribu) jamaah Haji asal Indonesia yang berada di Arab Saudi. Apabila diambil rata-rata setiap jemaah Haji membawa uang sebesar 1500 Riyal selama ber-Haji, maka dengan kurs (nilai tukar mata uang) Rupiah sekitar Rp 2.650,- (dua ribu enam ratus lima puluh rupiah) per 1 Riyal, maka tidak kurang dari Rp 3.975.000,- (tiga juta sembilan ratus tujuh puluh lima ribu rupiah) per orang atau total sekitar Rp 795.000.000.000,- (tujuh ratus sembilan puluh lima milyar rupiah) uang kita yang “TERBAWA” ke Negeri Minyak tersebut.
Apabila kita cermati, seluruh harga yang ada di Arab Saudi menggunakan nilai nominal Riyal, ambil contoh, sebuah baju gamis dijual dengan harga paling murah 15 Riyal, coba dihitung dengan Rupiah, akan menjadi Rp 2.650,- dikalikan 15, hasilnya adalah Rp 39.750,- (tiga puluh sembilan ribu tujuh ratus lima puluh rupiah) dan mereka hanya menerima pembayaran dengan mata uang Riyal dan kalaupun terpaksa, mereka masih menerima mata uang dollar Amerika.
Lalu, kenapa bangsa Arab begitu bangga dengan mata uangnya ? Sesuatu hal yang menggelitik bagi kita tentunya. Dalam sejarahnya, orang-orang Arab mempunyai mata pencaharian sebagai pedagang, baik sekitar Jazirah Arab maupun ke daerah-daerah lain, bahkan sampai ke Negeri Romawi, yang berjarak cukup jauh. Pada saat itu orang-orang Arab menggunakan mata uang DINAR (mata uang yang terbuat dari emas) sebagai alat perdagangan. Sekian ratus tahun kemudian, orang-orang Arab terutama di Negara Arab Saudi memiliki mata uang sendiri yaitu RIYAL, yang selalu mereka gunakan dalam setiap kegiatan perdagangan.

Mata Uang Indonesia
Dibandingkan dengan Indonesia, yang dapat dikatakan baru mengenal mata uang resmi sejak kemerdekaan tepatnya sejak tanggal 30 Oktober 1946 yang dengan beredarnya secara resmi OEANG REPUBLIK INDONESIA (ORI).
Oeang Republik Indonesia atau ORI adalah mata uang pertama yang dimiliki Republik Indonesia setelah merdeka. Pemerintah memandang perlu untuk mengeluarkan uang sendiri yang tidak hanya berfungsi sebagai alat pembayaran yang sah tapi juga sebagai lambang utama negara merdeka yang resmi beredar pada 30 Oktober 1946[1], ORI tampil dalam bentuk uang kertas bernominal satu sen dengan gambar muka keris terhunus dan gambar belakang teks UUD 1945.[2]
Dalam perkembangannya, Indonesia saat ini menggunakan mata uang RUPIAH, yang dijadikan alat transaksi. Akan tetapi meskipun telah dijadikan sebagai alat transaksi, akan tetapi nilai tukar RUPIAH masih sangat rendah jika dibandingkan dengan nilai mata uang lainnya di dunia.
Keadaan perekonomian dari suatu negara sangat mempengaruhi nilai tukar mata uang negara tersebut, hal inilah yang dirasakan oleh Indonesia, yang masih dalam tahap pembangunan ekonomi yang menyebabkan rendahnya nilai tukar RUPIAH. Hal lain yang juga mempengaruhi tinggi rendahnya nilai tukar mata uang suatu negara, adalah ketergantungan negara tersebut kepada mata uang asing, utamanya adalah DOLLAR Amerika. Tingginya kebutuhan mata uang Amerika tersebut, menyebabkan nilai RUPIAH menjadi tergerus melemah.
Banyak faktor yang menyebabkan ketergantungan pada DOLLAR Amerika, salah satunya adalah kebutuhan barang-barang impor yang digunakan sebagai pemenuhan kebutuhan masyarakat. Barang-barang impir tersebut tentunya harus ditebus dengan DOLLAR yang juga merupakan mata uang perdagangan internasional. Selain kebutuhan barang-barang impor tersebut, melemahnya nilai tukar RUPIAH adalah karena kecenderungan pemerintah untuk menyimpan cadangan devisa dalam bentuk DOLLAR Amerika, sehingga meyebabkan kebutuhan akan mata uang Amerika tersebut juga tinggi, sebagai upaya untuk menukarkan cadangan devisa tersebut. Penyimpanan cadangan devisa dalam bentuk mata uang DOLLAR sangat rentan terhadap pergerakan (fluktuasi) mata uang, sehingga ketika harga mata uang DOLLAR semakin tinggi, maka menyebabkan menurunnya nilai cadangan devisa yang dimiliki oleh pemerintah karena ketika dikonversikan dengan nilai RUPIAH, menyebabkan nilai RUPIAH akan semakin menurun.
Penyimpanan cadangan devisa tersebut sebenarnya disiasati dengan merubah kebijakan penyimpanan cadangan devisa yaitu dalam bentuk menyimpan LOGAM MULIA atau EMAS BATANGAN. Satu hal yang paling menguntungkan dari penyimpanan cadangan devisa dalam bentuk LOGAM MULIA, adalah stabilnya harga LOGAM MULIA dan lebih sering mengalami peningkatan harga. Meskipun terjadi peningkatan harga, tidak akan menyebabkan penurunan nilai RUPIAH, justru akan memperkuat nilai RUPIAH, karena terdapat selisih yang lebih besar dari peningkatan harga LOGAM MULIA tersebut.
Hal lain yang dapat dilakukan untuk menjaga nilai tukar RUPIAH adalah dengan menggunakan RUPIAH sebagai alat pembayaran di dalam negeri di semua lapisan masyarakat dan tanpa kecuali, sebagaimana yang dlakukan oleh Arab Saudi, maupun negara-negara ASEAN. Saat ini masih dijumpai di beberapa tempat, penggunaan mata uang asing / DOLLAR pada transaksi di Indonesia. Perlu adanya ketegasan dari pemerintah untuk tetap menggunakan mata uang RUPIAH dalam setiap transaksi di Indonesia. Selain itu, perlu kemandirian bangsa untuk tidak tergantung pada produk impor, dengan mengusahakan penggunaan produk dalam negeri.
Dengan bangga menggunakan produk dalam negeri, juga akan meningkatkan kebanggaan penggunaan mata uang RUPIAH, sebab dengan menggunakan produk dalam negeri akan mengurangi produk impor dan mengurangi penggunaan mata uang asing, utamanya DOLLAR Amerika.
Kalau tidak dimulai saat ini, maka kita akan terus menggunakan produk impor dan tidak merasa bangga dengan produk dalam negeri, yang pada akhirnya akan menggerus kebanggaan akan penggunaan mata uang RUPIAH, sehingga peran serta masyarakat akan penggunaan mata uang RUPIAH harus terus digalakkan dalam setiap transaksi.

Kesimpulan
  1. Bangsa Indonesia harus bangga akan mata uang negara sendiri, sebab keberadaan mata uang dalam suatu negara menunjukkan bahwa negara tersebut merupakan negara yang merdeka dan berdaulat sebagaimana diamanatkan dalam UUD Negara Tahun 1945 ;
  2. Perlu ketegasan dari pemerintah untuk melakukan pengelolaan terhadap penyimpanan cadangan devisa negara yang dilakukan dengan menyimpan dalam bentuk LOGAM MULIA dan bukan dalam bentuk mata uang asing ;
  3. Harus digalakkan penggunaan mata uang RUPIAH dalam setiap transaksi di setiap lapisan masyarakat.



[1] Hakim Yustisial pada Mahkamah Agung RI ;

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

DIMANA TANAH DIPIJAK, DISANA NASI DIMAKAN

                Sebuah prinsip yang selalu saya pegang saat saya masih sering merantau dan sebagai informasi saja, saya sudah berantau d...