Kamis, 23 Juni 2016

PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA



PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
OLEH : SANTHOS WACHJOE P, SH.MH[1]

I.       Pendahuluan
Sebagai makhluk sosial, kehidupan seseorang tidak akan terlepas dari kehidupan orang lain. Ketika seseorang telah dewasa, seseorang tentu akan menikah untuk membina kehidupan berumah tangga yang sakinah, mawaddah, warrohmah, sebagiamana tuntunan agama.
Bahwa, dalam kehidupan berumah tangga tentunya akan menimbulkan adanya kewajiban dan hak dari suami maupun istri, dan seringkali dalam pemenuhan kewajiban dan hak dari masing-masing pihak ini akan menimbulkan friksi atau pertentangan dari masing-masing pihak yang merasa tidak dipenuhinya hak-haknya dan selalu merasa telah melakukan/memenuhi segala kewajibannya. Pertentangan-pertentangan tersebut kadang kala menimbulkan hal-hal yang akhirnya bisa berujung pada kekerasan dari salah satu pihak kepada pihak lain sehingga diperlukan adanya pengaturan oleh Negara terhadap kehidupan berumahtangga menuju kepada kehidupan rumah tangga yang bermartabat.

II.    Sumber Hukum Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Negara telah mengatur ketentuan Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga di dalam Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 yang diundangkan pada tanggal 22 September 2004 .

III. Pengertian Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Bahwa setiap warga Negara berhak mendapatkan rasa aman dan bebas dari segala bentuk kekerasan sesuai dengan falsafah Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Segala bentuk kekerasan terutama kekerasan dalam rumah tangga, merupakan pelanggaran hak azasi manusia dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta bentuk diskriminasi yang harus dihapus. Negara berkewajiban untuk menjamin perlindungan terhadap warga Negara untuk tidak mendapatkan perlakuan kekerasan terutama kekerasan dalam rumah tangga.
Bahwa dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004, disebutkan bahwa “Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. Sedangkan yang dimaksudkan dengan Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah jaminan yang diberikan oleh Negara untuk mencegah terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga dan melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga.

IV. Ancaman Pidana            
Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga diatur mengenai beberapa macam pidana terhadap pelanggaran terhadap Undang-Undang ini. Hal tersebut antara lain ancaman pidana dan denda, tetapi yang lebih penting adalah perlindungan terhadap korban, yang biasanya adalah dari pihak perempuan.

V.    Tata Cara Beracara di Pengadilan
Bagaimana cara beracara di pengadilan ? Apabila seseorang merasa dirugikan atau sebagai korban kekerasan dalam rumah tangga :
·         Korban dapat melaporkan ke pihak kepolisian dan pihak kepolisian wajib memberikan perlindungan dengan bekerja sama dengan tenaga kesehatan, pekerja social, relawan pendamping dan/ atau pembimbing rohani untuk mendampingi korban (Pasal 17 UU No.23 Tahun 2004). Pihak Kepolisian juga wajib memberikan keterangan kepada korban tentang hak korban untuk mendapat pelayanan dan pendampingan (Pasal 18) dan wajib segera melakukan penyelidikan setelah mengetahui atau menerima laporan tentang terjadinya kekerasan dalam rumah tangga ;
·         Hasil penyelidikan dan penyidikan Kepolisian kemudian dilimpahkan ke Kejaksaan dengan dilampirkan hasil Visum et Repertum dari Rumah Sakit / Puskesmas, sebagai dasar telah terjadi tindak kekerasan dalam rumah tangga ;
·         Proses persidangan dilakukan dalam sidang yang tertutup untuk umum, kecuali pada saat pembacaan putusan, dengan mendengarkan dakwaan Jaksa Penuntut Umum, mendengarkan keterangan saksi-saksi, memperhatikan bukti2 surat di persidangan dan keterangan Terdakwa, serta Tuntutan Penuntut Umum ;
·         Putusan Pengadilan pada dasarnya melindungi kepentingan korban dan juga mempertimbangkan aspek keadilan bagi Terdakwa ;

VI. Kesimpulan
Meskipun telah ada mekanisme beracara di Pengadilan bagi korban kekerasan dalam rumah tangga, tetapi yang terpenting adalah perlindungan bagi korban yang biasanya adalah dari pihak perempuan, karena secara kejiwaan, korban kekerasan dalam rumah tangga lebih rentan dibandingkan korban tindak pidana lainnya. Oleh karenanya, perlu peran serta dari masyarakat / keluarga / tetangga korban untuk ikut melindungi korban dan bukan justru menghakimi korban dengan menjauhi maupun mencelanya.                     

VII.          Penutup
Demikian sedikit pemaparan mengenai penghapusan kekerasan dalam rumah tangga, semoga dapat memberikan manfaat.







[1] Hakim Yustisial pada Mahkamah Agung RI ;

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

DIMANA TANAH DIPIJAK, DISANA NASI DIMAKAN

                Sebuah prinsip yang selalu saya pegang saat saya masih sering merantau dan sebagai informasi saja, saya sudah berantau d...