Rabu, 12 Desember 2018

PERANAN PENASIHAT HUKUM BERDASARKAN PASAL 56 KUHAP

Sudah jamak terjadi orang akan malas berhadapan dengan hukum, sebab selain membutuhkan waktu yang lama juga banyak istilah hukum yang tidak dimengerti khususnya oleh masyarakat yang awam hukum. Dalam hukum pidana, hak setiap individu adalah sangat dilindungi, bahkan ketika orang itu harus berhadapan dengan hukum. Sebelum adanya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), penanganan terhadap orang yang melakukan tindak pidana didasarkan pada ketentuan dalam Herziene Indonesich Reglement (HIR) yang mengatur tentang acara di bidang Perdata dan Pidana untuk wilayah Jawa dan Madura, selain itu juga digunakan RBG [singkatan dari Rechtreglement voor de Buitengewesten yang sering diterjemahkan Reglemen Hukum Daerah Seberang (di luar jawa Madura), dan terdapat pula ketentuan yang bernama Rv adalah singkatan dari Wetboek op de Burgerlijke Rechtvordering yaitu hukum acara perdata dan pidana yang berlaku untuk golongan Eropa di jaman penjajahan. Khusus terhadap hukum acara pidana, dengan diberlakukannya KUHAP, maka ketentuan-ketentuan tersebut dinyatakan tidak berlaku lagi. Mengapa tidak berlaku lagi ? Sebab baik di dalam HIR, RBg maupun Rv mengandung ketentuan yang bersifat diskriminatif khususnya bagi masyarakat Indonesia, sebab bagaimanapun ketentuan tersebut merupakan produk hukum dari pemerintah kolonial Belanda, yang tentu lebih mengutamakan masyarakat Belanda itu sendiri. Terhadap seseorang yang melakukan tindak pidana, KUHAP telah mengatur di dalam Pasal 56 yang menyebutkan :
(1) Dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampun yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasihat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasihat hukum bagi mereka;
(2) Setiap penasihat hukum yang ditunjuk untuk bertindak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), memberikan bantuannya dengan cuma-cuma.
Dalam penjelasannya, pasal 56 ayat (1) KUHAP, memberikan penjelasan yaitu, "Menyadari asa peradilan yang wajib dilaksanakan secara sederhana, cepat dan biaya ringan serta dengan pertimbangan, bahwa mereka yang diancam dengan pidana kurang dari lima tahun tidak dikenakan penahanan kecuali tindak pidana tersebut dalam pasal 21 ayat (4) huruf b, maka untuk itu bagi mereka yang diancam pidana lima tahun atau lebih, tetapi kurang dari lima belas tahun, penunjukkan penasihat hukumnya disesuaikan dengan perkembangan dan keadaan tersedianya tenaga penasihat hukum di tempat itu.
Dalam prakteknya, seringkali pejabat yang memeriksa tersangka atau terdakwa sering lupa atau bahkan melupakan hak tersangka atau terdakwa untuk didampingi oleh penasihat hukum. Khusus untuk di Pengadilan Negeri, sudah ada perangkat yang disiapkan yaitu ada pelayanan penasihat hukum secara prodeo (cuma-cuma) dalam bentuk bantuan hukum. Hal ini sebagai upaya meminimalisir tidak terlinduginya hak-hak tersangka atau terdakwa ketika berhadapan dengan hukum, khususnya di muka persidangan.

PEDOMAN SINGKAT MENYUSUN GUGATAN PERDATA

Banyak masyarakat gang masih belum paham bagaimana caranya mengajukan gugatan perdata di pengadilan. Hal ini wajar mengingat beracara di pengadilan merupakan hal yang cukup rumit namun sejatinya bukan hal yang sulit untuk dipahami dan dimengerti. Berikut dapat kami uraikan secara singkat bagaimana cara menyusun gugatan. Beberapa hal yang harus diperhatikan sebagaimana diuraikan sebagai berikut.
A. Mendasarkan pada 5 W & 1 H
1. WHAT, yaitu apa yang kita gugat, apakah gugatan itu berdasarkan pada WANPRESTASI (Ingkar Janji) atau PMH (Perbuatan Melawan Hukum). Dasar dari gugatan perdata hanyalah didasarkan pada 2 (dua) hal tersebut.
2. WHO, yaitu siapa saja yang akan kita gugat, baik sebagai TERGUGAT ataupun sebagai TURUT TERGUGAT. Hal ini penting mengingat untuk menghindari adanya ERROR IN PERSONA (kesalahan orang yang digugat).
3. WHEN, yaitu kapan kita akan menggugat. Sebenarnya hal ini menjadi hak dari setiap orang yang akan mengajukan gugatan kapan waktunya akan mengajukan gugatan. Hanya sebaiknya untuk menghindari nilai kerugian yang semakin besar, ada baiknya gugatan diajukan sesegera setelah adanya perbuatan yang merugikan baik itu WANPRESTASI ataupun PMH, selain itu dengan segera mengajukan gugatan, maka bukti2 surat masih dapat dikumpulkan dan bukti saksi juga masih ada.
4. WHY, yaitu alasan apa yang menyebabkan kita mengajukan gugatan. Seringkali seseorang mengajukan gugatan tanpa tahu kenapa ia mengajukan gugatan dan hanya didasarkan yang bersangkutan hanya merasa dirugikan namun tidak tahu rugi karena perbutan apa dan berapa nilai kerugiannya.
5. WHERE, yaitu di pengadilan (negeri) mana gugatan perdata tersebut akan diajukan. Pada dasarnya gugatan dapat diajukan di : a. Tempat kediaman Tergugat atau salah satu Tergugat, b. Tempat kedudukan obyek sengketa atau c. Berdasarkan kesepakatan apabila terdapat perjanjian tang mengatur apabila terjadi sengketa maka akan menunjuk secara khusus pengadilan yang akan mengadilinya.
1 H, yaitu HOW, yang akan menentukan cara kita mengajukan gugatan apakah kita akan maju sendiri atau kita menggunakan jasa ADVOKAT., apabila kita tidak paham hukum acara. Kelebihan beracara sendiri tentunya kita tidak perlu membayar jasa hukum dari advokat.
B. Disusun secara sistematis berdasarkan POSSITA dan PETITUM
Secara singkat dapat dijelaskan bahwa POSSITA adalah uraian secara sistematis yang meliputi diantaranya adalah 5 W & 1 H yang disusun untuk menjelaskan peristiwa hukum yamg terjadi sehingga me yebakan penggugat mengalami kerugian yang kerugian tersebut harus disebutkan secara terperinci. Dengan uraian yang jelas tentu akan memudahkan dalam pembuktiannya. Sedangkan yang dimaksud dengan PETITUM adalah apa yang diminta oleh penggugat sebagai pengganti kerugian baik secara materiil maupun immateriil. Tentunya petitum ini juga didasarkan pada possita yang telah diuraikan sebelumnya.
C. Mengumpulkan bukti
Bukti yang dikumpulkan diutamakan adalah bukti surat baru kemudian bukti saksi, keterangan ahli maupun petunjuk. Bukti surat yang diutamakan adalah surat-surat yang bersufat otentik, misalkan sertifikat, kuitansi dan lain sebagainya. Sedangkan kedudukan saksi adalah di bawah kedudukan bukti surat, sehingga bisa saja suatu gugatan hanya dibuktikan dengan bukti surat semata.
Kurang lebih demikian yang bisa diuraikan mengenai cara-cara mudah dan singkat dalam menyusun gugatan termasuk di dalamnya adalah mengumpulkan alat bukti. Ssmoga bermanfaat.

Kamis, 06 Desember 2018

KELUARGA SADAR HUKUM (KADARKUM)

Sedikit kita bernostalgia di masa Orde Baru, salah satu kebijakan di masa Orde Baru di bidang hukum di tahun 1980-1990an adalah diadakannya kegiatan Keluarga Sadar Hukum (KADARKUM). Kegiatan tersebut dilakukan per Desa/Kelurahan, per Kecamatan, per Kabupaten dan tingkat Nasional, yang kemudian dilakukan perlombaan sebagaimana kriteria tersebut. Meskipun dalam pelaksaanaannya, materi yang diberikan bersifat monoton, akan tetapi setidaknya memberikan pendidikan dan pelatihan singkat di bidang hukum supaya masyarakat bisa melek hukum. Ada nilai positif dari kegiatan tersebut yaitu masyarakat menjadi paham akan hukum dan masyarakat dididik untuk menjadi taat hukum, walaupun kita tidak menutup mata bahwa tingkat kejahatan pada masa itu juga cukup tinggi. Barangkali karena tingkat kejahatan yang cukup tinggi itulah yang menyebabkan diadakan kegiatan KADARKUM. Efek positif lainnya adalah masyarakat memiliki kegiatan berkumpul dan bermusyarawah sehingga bisa saling mengenal siapa tetangganya, apa ada warga yang pindah masuk atau pindah keluar dan bisa menjaga kerukunan antar warga. Serunya perlombaan KADARKUM juga menjadikan masyarakat menjadi terpacu untuk terus belajar dan menambah wawasan tentang hukum. Di masa itu Pengadilan Negeri memiliki minimal 1 (satu) Desa binaan per Kecamatan yang pembinaannya dilakukan oleh Staf Pengadilan Negeri baik itu Hakim maupun Panitera Pengganti. Sesekali kegiatan KADARKUM dilakukukan di Kantor Pengadilan Negeri, sehingga masyarakat bisa mengenal wujud Kantor Pengadilan Negeri dan mengenal personal-personal di dalamnya. Namun kegiatan KADARKUM berhenti setelah Indonesia memasuki masa Reformasi. Sampai saat inipun kegiatan KADARKUM masih dianggap kegiatan yang tidak mempunyai urgensi yang penting. Meskipun bukan menjadi tolok ukur, akan tetapi saat ini tingkat kejahatanpun lebih banyak dan lebih merata di semua wilayah dan semua sektor. Untuk itu, kiranya perlu menjadi bahan pemikiran kita semua bahwa perlu kiranya kita mengadakan kembali kegiatan KADARKUM tentu dalam bentuk yang lebih modern sehingga bisa menarik perhatian masyarakat. Hal ini perlu dilakukan demi menyadarkan kembali masyarakat akan hak dan kewajibannya di depan hukum sehingga bisa menjadisalah satu sarana pengendalian tindak kejahatan.

Selasa, 04 Desember 2018

KEBERHASILAN PENEGAKAN HUKUM

Sedari awal menjadi mahasiswa hukum, selalu dijejali dengan berbagai macam teori hukum, teori filsafat hukum, teori sosiologi hukum maupun berbagai macam praktek hukum yang dilakukan di dalam kampus. Akan tetapi mahasiswa tidak pernah diajarkan apa menjadi tolok ukur keberhasilan dari penegakan hukum. Mahasiswa fakultas hukum selalu dijejali dengan sesuatu yang sangat absttrak, yaitu kalau seseorang melakukan pelanggaran Undang-Undang ini, akan dihukum dengan hukuman seperti, begitu seterusnya. Seseorang yang melakukan wanprestasi maupun perbuatan melawan hukum, orang tersebut dapat digugat di pengadilan. Begitu terus, dari semester awal kuliah sampai semester akhir bahkan sampai saat ujian skripsi. Namun mahasiswa tidak pernah diberikan pemahaman kenapa harus belajar hukum. Hampir semua mahasiswa hukum jika ditanyakan akan menjadi apa setelah lulus, tentu akan menjawab ingin menjadi aparat penegak hukum, baik itu hakim, jaksa, polisi maupun advokat, yang juga sudah diakui sebagai aparat penegak hukum. Pernahkah kita sebagai orang-orang yang berkecimpung di bidang hukum berpikir secara jernih, untuk apa ada penegakan hukum dan apa kriterianya penegakan hukum itu berhasil? Jika kita melihat fakta dan fenomena di Indonesia saat ini, makin banyak terjadi tindak kejahatan, makin banyak orang saling menggugat, semakin banyak orang yang melanggar hukum. Cobalah, sesekali kita tengok warga binaan penghuni Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) atau Rumah Tahanan Negara (RUTAN). Apakah mereka merupakan produk penegakan hukum? Kalau kita menjawab IYA, maka kita harus merasa miris hati, mengapa? Kita telah salah kaprah dalam mengartikan keberhasilan penegakan hukum, hanya melihat kuantitas atau jumlah orang yang dipenjara. Sudah saatnya kita mengubah paradigma memandang keberhasilan penegakan hukum yaitu menjadi TIDAK ADA ORANG YANG DIHUKUM. Apakah benar demikian? Harus disadari bahwa budaya hukum di Indonesia sangat rendah, sehari-hari kita bisa melihat bahwa orang dengan seenaknya mengendarai sepeda motor tanpa menggunakan helm, padahal menggunakan helm bertujuan mengurangi resiko jika terjadi kecelakaan. Kita juga bisa melihat dan merasakan bagaimana oknum-oknum pemerintahan yang mempersulit pelayanan padahal bisa dipermudah dengan dalih kalau bisa dipersulit kenapa harus dipermudah. Masih banyak orang yang membuat perjanjian dengan memalsukan data demi keuntungan pribadi, dan masih banyak contoh lainnya. Sebagai orang hukum, kita harus bisa membuat orang memiliki rasa MALU jika harus berhadapan dengan hukum. Kita harus bisa menumbuhkan rasa malu kepada diri kita sendiri, kepada keluarga kita, kepada orang-orang terdekat kita, kepada teman-teman kita, kepada saudara sebangsa dan setanah air kita. Di beberapa negara yang sudah maju sistem hukumnya, contoh adalah Belanda dan Jerman, orang yang akan berperkara harus berpikir ulang karena menyangkut harga dirinya jika kalah di persidangan karena secara otomatis putusan pengadilan akan diumumkan secara terbuka sehingga setiap warga negara dapat memperhatikan siapa-siapa saja yang berperkara di pengadilan. Lalu, apa yang mereka lakukan? Pada umumnya, warga negara di Belanda maupun Jerman, akan selalu berhati-hati dalam bertindak apabila melakukan perbuatan yang berhubungan dengan hukum. Hal ini disebabkan pula seseorang yang berperkara di pengadilan turut mempengaruhi hak-haknya sebagai warga negara dan bahkan bisa dicabut haknya sebagai warga negara. Meskipun negara kita belum bisa memenuhi seluruh kebutuhan warga negaranya dan tidak bersinggungan langsung dengan hukum, akan tetapi kita bisa memulai untuk me numbuhkan budaya malu bila bertindak dalah dan tidak berhati-hati. Sebagai masyarakat yang menjunjung tinggi musyawarah, tentunya tidak salah apabila musyawarah ini juga dikedepankan di dalam menyelesaiakan perkara khususnya perkara-perkara keperdataan. Dengan menumbuhkan budaya malu, setidaknya bisa menjadi rem penghambat terjadinya perbuatan yang melanggar hukum. Sehingga suatu saat nanti akan tercapai tujuan dari penegakan hukum, yaitu tidak ada lagi orang yang dihukum, karena semua orang sudah sadar hukum. SEMOGA.

SYAHNYA SEBUAH PERJANJIAN

Sebagian besar masyarakat Indonesia tentu masih banyak yang bertanya-tanya mengenai sahnya sebuah perjanjian. Sebenarnya hukum telah menentukan mengenai sahnya suatu perjanjian, yaitu sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) atau di masa Kolonial disebut dengan BW (Burgerlijk Wetboek). Dalam pasal 1320 KUH Perdata tersebut, disebutkan, untuk sahnya persetujuan2 diperlukan empat syarat :
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. Suatu hal tertentu;
4. Suatu sebab yang halal.
Penjelasan singkat atas 4 (empat) hal tersebut adalah sebagai berikut :
ad. 1. Ketentuan ini mensyarakatkan para pihak yang membuat perjanjian (dalam KUH Perdata) disebut sebagai persetujuan) harus saling sepakat, dengan kesadaran sendiri dan tidak ada paksaan dari pihak manapun untuk saling mengikatkan diri dalam sebuah perjanjian. Apabila tidak dipenuhi salah satu unsur dari kesadaran sendiri maupun tidak ada paksaan dari pihak manapun, maka perjanjian batal demi hukum.
ad. 2. Para pembuat perjanjian haruslah orang cakap yaitu orang yang sudah dewasa, bukan kanak-kanak atau seseorang yang berada dalam pengampuan karena cacat mental dan sebab lainnya. Bagaimana dengan seorang istri yang akan membuat perjanjian dengan pihak lain? Maka secara hukum, istri tersebut harus mendapat ijin terlebih dahulu dari suaminya. Tanpa ijin dari suaminya maka sang istri dianggap tidak cakap untuk melakukan perjanjian. Apabila suatu perjanjian dilakukan oleh orang yang tidak cakap, maka perjanjian tersebut batal demi hukum.
ad. 3. Perjanjian tersebut harus dibuat untuk sesuatu hal yang nyata yang dapat berupa barang maupun jasa, atau sesuatu yang dapat kita perkirakan bentuk dan harganya. Misalnya perjanjian pembangunan sebuah gedung, perjanjian pembangunan jalan raya, perjanjian pengangkutan barang (ekspedisi) dan lain sebagainya. Apabila perjanjian tersebut tidak menyebutkan apa yang diperjanjian maka secara hukum perjanjian tersebut batal demi hukum.
ad. 4. Perjanjian tersebut harus berdasarkan hal yang halal dan bukan berdasarkan hal yang dilarang oleh hukum. Perjanjian yang berdasarkan hal yang dilarang oleh hukum, misalkan perjanjian untuk menyediakan tempat berjudi, perjanjian untuk menjual minuman keras, perjanjian untuk menyediakan tempat prostitusi dan lain sebagainya. Apabila perjanjian tersebut didasarkan atas sebab yang tidak halal maka perjanjian menjadi batal demi hukum.
Demikian sekilas mengenai syahnya suatu perjanjian yang perlu kita pahami bersama sehingga kita semua menjadi lebih berhati-hati ketika kita melakukan atau membuat perjanjian dengan pihak lain.

Rabu, 28 November 2018

Pemenuhan Hak Anak

Sudahkah anak memberikan hak-hak Anak pada putera-puteri anda hari ini ? Karena sesungguhnya anak adalah anugerah dari Allah SWT yang harus kita jaga, kita rawat dan kita sayangi sepanjang hidupnya. Hak anakpun telah diatur di dalam peraturan perundangan di negara kita dan sudah seharusnya kita sebagai warga negara yang baik harus pula tunduk pada perintah Undang-Undang, sehingga kita tidak menjadi lalai dari kewajiban kita dalam memenuhi hak anak pada anak-anak kita. Sungguh kita akan diminta pertanggungjawaban, tidak hanya di muka hukum tetapi juga di hadapan Sang Khalik bila kita lupa akan kewajiban kita dalam pemenuhan hak anak.

Kamis, 15 November 2018

PERMOHONAN atau GUGATAN

Beracara keperdataan di Pengadilan (Negeri) seringkali membingungkan bagi masyarakat awam. Banyak hal yang tidak dipahami dalam hukum perdata dan memang harus diakui bahwa hukum perdata adalah hukum yang dibawa oleh Pemerintah Kolonial Belanda yang dikenalkan dan diterapkan di negeri-negeri yang menjadi daerah jajahannya, salah satunya di Indonesia. Harus dipahami bahwa ada 2 (dua) hal pokok yang ada dalam hukum acara perdata di Indonesia, yaitu PERMOHONAN dan GUGATAN. Kita harus paham terlebih dahulu mana yang akan kita gunakan dalam beracara perdata di pengadilan. Untuk itu, sedikit kita bedah satu persatu :
1. PERMOHONAN
- Acara keperdataan ini timbul ketika ada kepentingan pribadi kita secara keperdataan yang harus kita kita benahi atau kita perbaiki atau harus kita penuhi;
- Di dalam permohonan ini, yang beracara adalah diri kita sendiri;
- Tidak ada sengketa antara diri kita dengan pihak lain baik orang perorangan maupun dengan badan hukum;
- Contoh : Permohonan ganti nama, permohonan perubahan tanggal lahir, permohonan eksekusi atas sebuah putusan perdata dan lain sebagainya;
2. GUGATAN
- Acara keperdataan ini timbul karena adanya sengketa antara diri kita dengan pihak lain baik orang perorangan maupun dengan badan hukum;
- Sengketa tersebut menimbulkan kerugian baik materiil maupun immateriil bagi diri kita;
- Upaya untuk menyelesaikan sengketa tersebut di luar pengadilan tidak membuahkan hasil;
- Sebagai upaya terakhir dalam menyelesaikan perkara keperdataan;
Demikian uraian singkat mengenai PERMOHONAN maupun GUGATAN yang seringkali masih rancu dan belum dipahami oleh masyarakat awam. Semoga bermanfaat.

Selasa, 13 November 2018

MEMALSUKAN SURAT-SURAT

Di dalam Kitab Undang-Undang sudah diatur di dalam Bab XII perihal MEMALSUKAN SURAT-SURAT yang diatur dalam pasal 263 s/d pasal 270. Dalam uraian ini akan diuraikan secara singkat mengenai ketentuan pasal 263 ayat (1) dan ayat (2).
Pasal 263 ayat (1) : "Barangsiapa membuat surat palsu atau memalsukan surat, yang dapat menerbitkan sesuatu hak, sesuatu perjanjian (kewajiban) atau sesuatu pembebasan utang, atau yang boleh dipergunakan sebagai keterangan bagi sesuatu perbuatan, dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh menggunakan surat-surat itu seolah-olah surat itu asli, maka kalau mempergunakannya dapat mendatangkan sesuatu kerugian, dihukum karena pemalsuan surat, dengan hukuman penjara selama-lamanya enam tahun;"
Pasal 263 ayat (2) : "Dengan hukuman serupa itu juga dihukum, barangsiapa dengan sengaja menggunakan surat palsu atau yang dipalsukan itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, kalau hal mempergunakan dapat mendatangkan sesuatu kerugian."
Dalam pasal 263 tersebut :
1. Yang diartikan dengan surat dalam bab ini ialah segala surat baik yang ditulis dengan tangan, dicetak, maupun ditulis memekai mesin tik dan lain-lainnya, termasuk diantaranya diketik menggunakan komputer;
2. Surat yang dipalsu harus sesuatu surat yang : a. Dapat menerbitkan suatu hak, (ijazah, karcis, tanda masuk dll), b. Dapat menerbitkan suatu perjanjian (surat perjanjian piutang, perjanian jual beli dll), c. Dapat menerbitkan suatu pembebasan utang (kuitansi dll), d. Suatu surat yang boleh dipergunakan sebagai surat keterangan bagi sesuatu perbuatan atau peristiwa (surat tanda kelahiran, buku tabungan, putusan pengadilan, obligasi dll);
3. Perbuatan yang diancam hukuman disini adalah MEMBUAT SURAT PALSU atau MEMALSUKAN SURAT. Yang dimaksud dengan MEMBUAT SURAT PALSU adalah membuat yang isinya bukan semestinya (tidak benar) atau membuat surat sedemikian rupa, sehingga menunjukkan asal surat itu yang tidak benar sedangkan yang dimaksud dengan MEMALSUKAN SURAT adalah mengubah surat sedemikian rupa sehingga isinya menjadi lain dari yang asli atau sehingga surat itu menjadi lain daripada yang asli, termasuk diantaranya adalah memalsukan tanda tangan;
4. Supaya dapat dihukum menurut pasal ini, maka pada waktu memalsukan surat itu harus dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat itu seolah-olah asli dan tidak dipalsu, jadi pemalsuan surat untuk kepentingan pelajaran, penyelidikan atau percobaan di laboratorium, tidak dapat dikenai pasal ini, misalkan pelajaran membuat surat dakwaan;
5. Penggunaan surat palsu itu harus mendatangkan kerugian, kata DAPAT maksudnya tidak perlu kerugian itu betul-betul sudah ada, baru kemungkinan saja akan adanya kerugian itu sudah cukup, yang diartikan dengan KERUGIAN disini tidak hanya meliputi kerugian materiil akan tetapi juga kerugian di lapangan kemasyarakatan, kesusilaan, kehormatan dll;
6. Yang dihukum menurut pasal jni tidak saja MEMALSUKAN tetapi juga SENGAJA MEMPERGUNAKAN surat palsu, sedangkan kata SENGAJA maksudnya adalah orang yang mempergunakan itu harus mengetahui benar bahwa surat yang ia gunakan itu PALSU, jika ia tidak mengetahui maka tidak dapat dihukum.

Rabu, 07 November 2018

Perbuatan Melawan Hukum (PMH) atau Cidera Janji (Wanprestasi)

Pada pokoknya, dasar untuk mengajukan gugatan perdata adalah didasarkan atas 2 (dua) hal yaitu Perbuatan Melawan Hukum (PMH / Onrechtmatiggedaad) dan Cidera Janji (Wanprestasi). Apa arti kedua istilah tersebut ? Tentunya akan sangat membingungkan bagi masyarakat umum untuk dapat memahaminya. Oleh karena itu, akan kami berikan penjelasan secara singkat mengenai pengertian kedua istilah tersebut.
1. PMH (Onrechtmatiggedaad), adalah istilah yang timbul atas perbuatan seseorang atau sekelompok orang atau suatu badan hukum sebagai subyek hukum yang dianggap telah melanggar hukum / UU sehingga menimbulkan kerugian bagi pihak lain. Contoh gampang dari istilah ini adalah seseorang yang ingin mengambil buah mangga yang letak buah mangga tersebut cukup tinggi, sehingga orang tersebut berusaha mengambilnya dengan melempar baru ke arah buah tersebut, akan tetapi batu tersebut kemudian memecahkan kaca jendela sebuah rumah yang mengakibatkan pemilik rumah merasa dirugikan. Secara sederhana perkara tersebut dapat diselesaikan secara kekeluargaan akan tetapi apabila perkara tersebut dilanjutkan hingga diajukan gugatan di Pengadilan Negeri, maka gugatan yang diajukan tersebut didasarkan atas PMH orang yang melempar batu tersebut.Di dalam Buku Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) hal ini diatur dalam pasal 1365, yang mewajibkan pihak yang dirugkan harus membuktikan kerugian yang dialaminya.
2. Cidera Janji (Wanprestasi), adalah istilah yang timbul atas perbuatan seseorang atau sekelompok orang atau badan hukum selaku subyek hukum yang diakibatkan adanya Perjanjian Tertulis dengan pihak lain untuk memenuhi sesuatu hak atau kewajiban.Jika salah satu pihak tidak memenuhi kewajiban atas perjanjian tertulis yang dilakukannya. Jadi baik kelalaian maupun kesengajaan tidak memenuhi isi perjanjian akan berakibat adanya gugatan keperdataan dari pihak yang merasa dirugikan.
Meski demikian, gugatan haruslah dibuktikan di persidangan dengan bukti surat maupun bukti saksi, baik saksi fakta maupun ahli.

Selasa, 23 Oktober 2018

GANTI RUGI BUKAN GANTI UNTUNG

Sering kita mendengar bahwa di setiap kejadian pengambilalihan lahan atau bangunan, sering terdengar istilah GANTI RUGI. Kenapa dipakai istilah GANTI RUGI dan bukan GANTI UNTUNG? Hal ini karena setiap pemberiannganti rugi didasarkan atas NJOP (Nilai Jual Obyek Pajak) atas lahan atau bangunan tersebut. Bukan didasarkan pada Harga Pasar atas lahan atau bangunan tersebut. Mengapa demikian? Harus dipahami bahwa berdasarkan Pasal 6 Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) menyebutkan bahwa, SEMUA HAK ATAS TANAH MEMPUNYAI FUNGSI SOSIAL. Jadi setiap hak atas tanah termasuk bangunan di atasnya tidak bisa ditahan pelepasannya sepanjang demi untuk fungsi sosial, contohnya pembangunan jalan yang akan memotong sebidang tanah, atau relokasi bangunan akibat bencana alam yang tentu membutuhkan lahan milik masyarakat baik perorangan maupun komunal. Sedangkan perhitungan atas tanah yang terkena fungsi sosial didasarkan pada NJOP dari tanah yang bersangkutan, sehingga dari proses ini kita kenal yang dinamakan GANTI RUGI. Sedangkan bagi masyarakat awam yang tidak paham akan adanya fungsisosial atas sebidang tanah,beranggapan bahwa pelepasan hak atas tanah hanya didadasarkan pada GARGA PASARAN atas tanah tersebut yang memang jauh lebih tinggi daripada harga yang didasarkan pada NJOP sebidang tanah. Oleh karenanya, ada baiknya sebelum terjadi proses pelepasan hak atas tanah demi kepentingan sosial perlh adanya sosialisasi terlebih dahulu tentang adanya FUNGSI SOSIAL atas hak atas tanah, sehingga dapat dihindarkan adanya kericuhan dari proses pelepasan hak atas sebidang tanah.

EKSEPSI DALAM PERKARA PERDATA

Lazimnya orang berperkara khususnya perkara perdata di pengadilan, tentu akan terjadi proses jawab menjawab atas adanya gugatan yang diajukan oleh Penggugat. Salah satunya adalah EKSEPSI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Jawaban yang diajukan oleh Tergugat. Perihal eksepsi ini sampai saat ini, masih diatur di dalam HIR atau Herzien Inlandsch Reglement maupun Rv atau Reglement op de Burgerlijke Rechtsvordering yang merupakan Hukum Acara Perdata yang masih merupakan peninggalan pemerintahan kolonial Belanda yang masih digunakan sampai sekarang. Eksepsi ini diatur dalam pasal 125 ayat (1), pasal 133, pasal 134 dan pasal 136 HIR serta pasal 132 Rv berisi tangkisan atas gugatan yang diajukan oleh Penggugat. Tangkisan ini berisi tentang kewenangan mengadili secara absolut maupun secara relatif yang harus diputuskan oleh Majelis Hakim yang mengadili perkara perdata tersebut dalam Putusan Sela, sedangkan tangkisan mengenai formalitas gugatan yaitu mengenai identitas para pihakbaik penggugat maupun tergugat, obyek gugatan maupun syarat formal gugatan lainnya akan diputus bersamaan dengan putusan akhir dari perkara perdata tersebut.

Rabu, 03 Oktober 2018

Bencana Alam Bukan Menjadi Alasan Pembenar

Duka kita bagi saudara-saudara kita di wilayah Sulawesi Tengah utamanya di dari Palu, Donggala, Sigi dan Parigi Moutong yang baru saja tertimpa musibah gempa bumi dan tsunami. Bencana tersebut sekaligus memutus jalur transportasi maupun jalur komunikasi, sehingga akhirnya menghambar jalannya pengangkutan bantuan yang akan masuk ke wilayah bencana. Secara efek domino, kekosongan pasokan bantuan khususnya bahan makanan dan minuman, akhirnya membuat masyarakat bertindak sendiri dengan melakukan penjarahan di toko-toko yang menjual sembako. Dalam pandangan hukum, perbuatan tersebut tetap merupakan pidana, akan tetapi bisa diambil diskresi apabila yang diambil hanya berupa bahan sembako dalam jumlah yang memang dibutuhkan. Tentunya diskresi akan diambil ketika pelaku dijadikan tersangka dan diajukan di pengadilan. Meski demikian harus tetap diingat bahwa bencana alam bukan menjadi alasan pembenar untuk melakukan tindak pidana. Masing-masing pihak tentu harus bertindak secara bijaksana akan tetapi juga tidak bisa mengabaikan akan tegaknya hukum di negara kita, sebab tanpa adanya hukum maka akan ambruk seluruh tatanan negara.

Rabu, 26 September 2018

Sudahkah anda taat hukum hari ini?

Sebuah pertanyaan sederhana namun mengandung nilai yang mendalam. Hal ini terutama untuk menilai kepatuhan seseorang pada hukum yang berlaku. Tidak perlu memikirkan ketaatan hukum yang rumit, cukup ketaatan dalam hal yang sepele saja. Misalnya, apakah anda sudah membuang sampah pada tempatnya? apakah anda sudah datang ke tempat kerja anda secara tepat waktu? dan berbagai hal sepele lainnya. Hal-hal sederhana ini seringkali luput dari perhatian kita semua dan menganggap remeh dan tidak penting. Padahal apabila kita mau berpikir sejenak, satu orang yang membuang 1 buah sampah akan terus bertumpuk sampah tersebut jika ada 1000 orang yang melakukannya. Mari kita mulai dari diri kita sendiri untuk selalu taat pada hukum yang ada dengan dimulai dengan melakukan hal-hal sepele yang akan menunjukkan kita sebagai pribadi yang taat hukum.

Selasa, 25 September 2018

KAMPANYE BUKAN ARENA BERMAIN ANAK-ANAK

Saat ini sudah masuk masa kampanye hingga masuk minggu tenang menjelang tahap pemilihan umum pada bulan April 2019. Berbagai macam sarana dipergunakan selama kampanye termasuk di antaranya adalah kampanye secara terbuka yang diadakan di sebuah lapangan terbuka maupun di dalam sebuah gedung. Silahkan berkampanye tetapi hendaknya diingat bahwa selama mengikuti kegiatan kampanye, sangat tidak dianjurkan untuk membawa anak-anak terutama yang masih berusia di bawah 17 (tujuh belas) tahun. Hal ini mengingat bahwa arena kampanye bukanlah arena bermain bagi anak-anak. Hak anak harus dilindungi termasuk dari pengaruh buruk pelaksanaan kampanye. Sekali lagi harus ditegaskan kita harus arif dan bijaksana ketika akan mengajak anak-anak ke dalam arena kampanye. Pendidikan politik praktis bukanlah ditujukan bagi anak-anak, biarkanlah anak-anak berkembang sesuai perkembangan umurnya. Sebaiknya panitia kampanye juga bisa menyediakan tempat khusus untuk menampung anak-anak yang dibawa oleh orang tuanya mengikuti kampanye. Bisa diadakan tempat bermain yang menyenangkan di sekitar arena kampanye dan tanamkan pengertian kepada anak bahwa kampanye bukanlah kegiatan untuk anak-anak tetapi untuk orang dewasa.Pihak KPU maupun Bawaslu juga harus berani bertindak tegas untuk tidak mengijinkan orang tua yang akan mengikuti kampanye dengan mengajak anak-anaknya, sehingga anak-anak tersebut tidak masuk ke dalam arena kampanye.

Senin, 17 September 2018

Tata Urutan Perundang-Undangan

Sebagai negara yang mengakui menyebut dirinya sebagai negara hukum, maka setiap langkah dan gerak warga negaranya diatur dalam peraturan perundang-undangan. Oleh sebab itu harus dipahami terdapat tata urutan perundang-undangan yang harus dipahami oleh setiap warga negara. Pada tataran tertinggi, ada Pancasila sebagai dasar dan falsafah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang akan menjiwai setiap peraturan perundang-undangan yang dibuat dan diterapkan di Indonesia. Di bawah Pancasila, terdapat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang menjadi dasar pembentukan Undang-Undang di Indonesia. Seluruh Undang-Undang yang dibuat harus merupakan penjabaran dari UUD Negara Tahun 1945, tidak boleh sedikitpun menyimpanginya dan apabila tidak sesuai maka undang-undang tersebut menjadi batal demi hukum. Dalam tataran berikutnya adalah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, yang merupakan hak prerogratif dari Presiden sebagai Kepala Negara untuk mengatasi kekosongan hukum akibat dari belum adanya undang-undang yang mengaturnya. Di bawahnya da Peraturan Pemerintah yang merupakan peraturan pelaksanaan dari sebuah undang-undang. Peraturan Pemerintah inipun harus sejalan dengan undang-undang sebagai peraturan induknya. Di bawah Peraturan Pemerintah, dikenal berbagai perauran pelaksana lainnya seperti Instruksi Presiden, Keputusan Presiden, Peraturan Menteri, hingga peraturan lembaga kenegaraan lainnya, yang seluruhnya harus tunduk dan sejalan dengan undang-undang yang menjadi induk dari peraturan pelaksanaan tersebut. Oleh sebab itu, maka penyusunan dan pembentukan suatu peraturan (legal drafting) harus dilakukan oleh orang yang benar-benar berkompeten yang menguasai bidang hukum dan bukan oleh orang-orang yang tidak menguasai hukum. Hal ini bertujuan untuk membuat peraturan yang tidak bertentangan dengan kaidah hukum peraturan yang lebih tinggi yang akan memicu gugatan hukum (judicial review) yang berujung pada pembatalan peraturan tersebut.

Jumat, 10 Agustus 2018

Tahun 2019 Tahun Politik

Hanya sekitar 8 (delapan) bulan, bangsa Indonesia akan mempunyai hajatan politik besar yaitu Pemilihan Legislatif dan Pemilihan Presiden yang dilakukan secara langsung. Dapat dikatakan masa-masa inilah bangsa kita akan masuk dalam masa rawan, yaitu akan bertebaran kampanye politik baik yang dilakukan secara resmi selama masa kamapanye maupun yang dilakukan diluar masa kampanye. Berbagai macam cara digunakan selama melakukan kampanye baik yang dilakukan secara fair maupun cara-cara yang tidak terpuji (black campaign) yaitu cara-cara dengan menggunakan isu suku, ras maupun agama (SARA) yang mempunyai potensi perpecahan bangsa. Menjadi tugas kita bersama untuk menjaga agar kampanye yang dilakukan tetap dalam koridor hukum yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang sehingga tidak menimbulkan gesekan dan terjadinya tindak pidana. Hal ini terutama yang dilakukan melalui media sosial maupun media internet lainnya. Perbuatan yang melanggar hukum tersebut justru akan merugikan diri sendiri dan orang-orang di sekitar kita. Tetap jaga perilaku selama bermedia sosial, karena jarimu adalah harimaumu, salah ketik sedikit saja bisa berujung pidana. Mari kita saling mengingatkan sebagai sesama anak bangsa yang peduli akan kemajuan dan kedewasaan berpolitik di Indonesia.

Selasa, 07 Agustus 2018

Cara Memahami Hukum

Seringkali hukum berisikan materi yang menggunakan bahasa yang sulit dimengerti oleh masyarakat awam. Bukan perkara mudah untuk dapat memahami bahasa hukum jika tidak berlatar belakang sarjana hukum. Akan tetapi sebenarnya ada caa yang cukup mudah untuk memahami (bahasa) hukum. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa hukum tidak akan jauh pengertiannya dari akal logis manusia. Apa yang dipikirkan oleh manusia itu pula yang diterapkan dalam hukum.Contoh mudah, setiap orang yang bersalah harus dihukum. Di dalam Sosisologi hukum, hal ini disebut sebagai permis mayor atau pendapat yang umum dikemukakan oleh orang banyak. Satu tahap sudah dipahami bahwa setiap yang bersalah harus dihukum, namun kemudian muncul pendapat yang bisa dikatakan pendapat minor, bahwa terhadap perkara yang sama atau sejenis, hukuman yang dijatuhkan berbeda-beda. Adalah wajar apabila masyarakat mempertanyakan hal seperti itu, mengingat (dalam pemahaman masyarakat) apabila tindak pidanaya sejenis maka hukumannya harus sama. Ada beberapa sebab pemidanaan menjadi tidak sama, salah satu diantaranya yang merupakan hal pokok adalah, FAKTA YANG TERUNGKAP DALAM PERSIDANGAN. Tidak semua perkara yang sama atau sejenis memiliki fakta persidangan yang sama, mengingat bahwa pelakunya bisa berbeda, korbannya berbeda, alasan melakukan tindak pidana juga berbeda, selain itu juga faktor pelaku yang menyesali atau tidak menyesali perbuatannya dan juga pelaku adalah residivis (mengulangi perbuatannya) atau bukan. Hal-hal tersebut akan menjadi pertimbangan hakim dalam putusannya. Yang utama dalam sebuah putusan Hakim adalah Hakim tersebut memberikan pertimbangan yang cukup dan bisa diterima logika atas suatu tindak pidana. Oleh karena itu, maka memahami hukum harus menggunakan logika dan ketika ditemukan perbedaan penafsiran maka harus dicari sebabnya. Janganlah kita memahami hukum hanya setengah-setengah yang pada akhirnya akan menimbulkan gala paham atas suatu hukum yang berlaku.

Senin, 06 Agustus 2018

Sepenggal Cerita dari Diklat HAM

Semua orang pasti sudah mengenal dan mendengar mengenai Hak Asasi Manusia atau sering disingkat dengan HAM. Namun mungkin masih banyak yang belum paham, sempai batasan apa HAM dapat diterapkan. Hal ini berkaitan dengan adanya Kewajiban Asasi Manusia. Masih banyak masyarakat yang tidak menyadari bahwa ketika ia menuntut haknya maka sejatinya ia telah pula dibebani dengan kewajiban yang harus dilakukannya. Contoh mudah, ketika seorang murid bertanya kepada gurunya, kenapa dia selalu mendapat nilai yang kurang bagus, maka seharusnya sang murid tersebut juga bertanya pada dirinya, apakah dia sudah melaksanakan kewajibannya dengan baik, yaitu belajar. Sering kita mendengar atau melihat baik langsung maupun tidak langsung, adanya demonstrasi menuntut sesuatu hak, namun pernahkah para pendemo tersebut berpikir, bahwa dengan melakukan demonstrasi juga menghalangi hak orang lain untuk, misalkan, melewati jalan yang tertutup oleh peserta demo. Teringat pada persitiwa beberapa tahun yang lalu, ketika terjadi demonstrasi besar sehingga menutup bagian jalan di sepanjang Jalan Gatot Subroto Jakarta, ketika itu terdapat ambulance yang sedang membawa pasien seorang ibu yang akan melahirkan. Ambulance tersebut tidak dapat melintas di jalan yang sudah tertutup oleh peserta demonstrasi, sehingga dalam keadaan darurat ibu tersebut dapat melahirkan di tengah jalan tol di tengah-tengah peserta demonstrasi dengan bantuan paramedis dari mobil ambulance tersebut. Hak kita tidak akan terlepas dari hak orang lain, yang kemudian kita sebut sebagai kewajiban. Tanpa adanya kesadaran akan kewajiban kita maka tentunya akan sia-sia apabila kita hanya menuntut hak kita

Kamis, 26 Juli 2018

PERMA NO. 13 TAHUN 2016

http://sp.beritasatu.com/home/peraturan-ma-no-13-tahun-2016-jadi-titik-tolak-kemajuan-hukum-di-indonesia/125103

PERMA NO. 13 TAHUN 2016

http://sp.beritasatu.com/home/peraturan-ma-no-13-tahun-2016-jadi-titik-tolak-kemajuan-hukum-di-indonesia/125103

Selasa, 24 Juli 2018

DUNIA ANAK ADALAH DUNIA ANAK

Setiap tanggal 23 Juli selalu kita peringati sebagai Hari Anak Nasional, namun pernahkah kita berpikir bahwa dunia anak adalah dunia kita (orangtua) juga? Setiap orang selalu dengan mudah mengucapkan selamat hari anak nasional, tapi pernahkan kita berpikir apa yang sudah kita berikan untuk anak-anak kita? Sejarah selalu berulang dan kejadian-kejadian yang sama juga selalu berulang, dimana orang tua menelantarkan anak, orang tua melakukan penganiayaan terhadap anak kandungnya dan masih banyak contoh lainnya. Padahal hak anak dilindungi Undang-Undang yaitu Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Perlakuan diskriminatif, bahkan oleh orantua sekalipun diancam dengan pidana penjara apalagi apabila orangtua melakukan kekerasan terhadap anak. Orangtua harus paham dunia anak adalah dunia bermain, bersenang-senang, bergembira. Jangan paksakan anak untuk melakukan hal yang belum bisa dilakukan, misalkan memaksakan anak untuk bisa membaca meskipun usianya masih sangat belia. Berilah hak pada anak untuk bisa tumbuh kembang sesuai dengan kodratnya. Pemaksaan kehendak oleh orangtua justru akan menjurumuskan anak menjadi pribadi yang selalu bergantung pada orangtuanya dan tidak bisa mandiri. Peran masyarakat juga sangat dibutuhkan dalam mendorong tumbuh kembang anak. Biarkan anak-anak kita bermain dengan teman sebayanya. Kta hanya dapat mengawasi supaya tidak terjadi hal-hal buruk. Anak kita akan menjadi penerus bangsa ini, sehingga tumbuh kembangnya menjadi tanggung jawab kita semua tanpa kecuali. SELAMAT HARI ANAK NASIONAL, 23 JULI 2018.

Rabu, 18 Juli 2018

DISPARITAS PUTUSAN

Seringkali masyarakat bertanya-tanya, kenapa ada putusan yang berbeda terhadap perkara-perkara yang sama atau sejenis. Merupakan hal wajar bagi masyarakat awam untuk dapat memahami "kenjlimetan" ini mengingat memahami hukum tidak hanya harus paham pasal yang ada tetapi juga harus memahami filosofi penerapan pasal terhadap suatu tindak pidana. Perbedaan putusan itu yang dinamakan dengan DIPARITAS PUTUSAN. Mengapa bisa terjadi adanya disparitas putusan? Ada beberapa hal yang mendasari terjadinya disaparitas putusan, antara lain adalah :
1. Fakta persidangan, bisa saja terhadap 2 (dua) perkara pencurian muncul 2 (dua) putusan yang berbeda, putusan yang satu menghukum pelaku dengan pidana penjara 3 (bulan) yang satu lagi putusannya menjatuhkan pidana penjara selama 1 (satu) tahun. Terhadap hal tersebut, harus dipahami fakta yang terbukti di persidangan, yaitu pelaku pencurian melakukan pencurian karena kebutuhan untuk makan namun bisa juga pelaku melakukannya karena tabiat atau perilaku yang suka mencuri. Fakta persidangan ini yang seringkali tidak dipahami oleh masyarakat, seringkali masyarakat hanya menilai hakimnya tidak adil; 2. Latar belakang Hakim, bukan hanya terkait latar belakang keluarga, namun juga latar belakang pendidikannya, baik itu institusi fakultas hukumnya maupun strata pendidikannya. Seorang hakim yang lebih tinggi jenjang pendidikannya cenderung lebih bijaksana dalam mengambil putusan dengan pertimbangan yang lebih matang; 3. Kepekaan seorang Hakim, hal ini berkaitan dengan kepekaan menilai keadaan Terdakwa baik sebelum melakukan tindak pidana, selama melakukan tindak pidana, Seorang terdakwa yang merupakan residivis tentu akan dipertimbangkan berbeda dengan terdakwa yang bukan merupakan seorang resdivis; 4. Munculnya peraturan perundang-undangan yang lebih baru, dengan adanya peraturan perundangan yang baru selama masa peralihan, seroang hakim cenderung akan mempertimbangkan pidana yang meringankan terdakwa. Beberapa hal tersebut yang menyebabkan terjadinya disparitas putusan yang harus dipahami oleh masyarakat awam hukum.

Senin, 16 Juli 2018

DAS SEIN dan DAS SOLLEN

Seringkali hukum akan bertabrakan antara aturan hukum yang berlaku dengan kenyataan yang ada. Merupakan suatu tantangan bagi para penegak hukum untuk menmenyelaraskan hukum yang diinginkan (DAS SEIN) dengan keadaan yang ada (DAS SOLLEN). Diperlukan pemahaman filosofis untuk dapar memahami antara DAS SEIN dengan DAS SOLLEN, sebab apa yang diinginkan atau yang diberlakukan sering berbeda jauh dengan kenyataan yang ada dalam massyarakat. Ada sebuah contoh yang nyata terjadi beberapa hari yang lalu yaitu ketika seorang anggota kepolisian yang juga merupakan pemilik sebuah minimarket menangkap basah beberapa orang yang melakukan pencurian di toko miliknya. Sebuah ironi yang terjadi adalah bahwa anggota kepolisian tersebut justru melakukan pemukulan bahkan penganiayaan terhadap orang-orang yang melakukan pencurian tersebut. Dalam hal ini jelas DAS SEIN berhadapan langsung dengan DAS SOLLEN, yaitu dalam DAS SEIN, setiap pencurian akan ditindak secara hukum, namun DAS SEIN yang terjadi bahwa pelaku pencurian justru dianiaya yang jelas merupakan sebuah tindak pidana. Apapun alasannya, tindakan penganiayaan terhadap seseorang atau beberapa orang yang melakukan tindak pidana adalah juga merupakan TINDAK PIDANA. Kejernihan berpikir harus dikedepankan ketika terjadin hal demikian, sebuah tindak pidana tidak bisa dihadapi dengan melakukan tindak pidana yang lain yang justru akan merugikan pihak yang melakukan tindak pidana susulan. DAS SEIN selalu menginginkan keadaan yang ideal yang ada dalam masyarakat, ingin ada keteraturan dan ketertiban dalam masyarakat, namun DAS SEIN justru menunjukkan hal berbeda yaitu seringkali diakibatkan oleh perilaku orang dalam masyarakat itu sendiri yang merugikan tidak hanya dirinya sendiri tetapi juga merugikan orang lain.Contoh lain yang memperhadapkan DAS SEIN dan DAS SOLLEN,yaitu pencurian yang dilakukan karena pelakunya terpaksa harus melakukan demi kelangsungan hidupnya dan hidup keluarganya, karena ketidakmampuan secara ekonomi, menyebabkan pelaku melakaukan pencurian. Terhadap keadaan ini diperlukan sikap yang arif bijaksana dalam menyikapinya. Kesalahan tetap harus dihukum akan tetapi hukuman yang dijatuhkan bukan merupakan pembalasan atas perbuatannya akan tetapi agar si pelakunya menjadi jera untuk tidak mengulanginya lagi dan juga memberikan contoh kepada masyarakat agar tidak melakukan perbuatan yang dilakukan oleh undang-undang. Menjadi tugas kita bersama untuk mengedapankan upaya preventif supaya tidak terjadi tindak pidana dibandingkan upaya represif yang bisa merugikan masyarakat.

Kamis, 12 Juli 2018

MAJALAH DANDAPALA

https://badilum.mahkamahagung.go.id/berita/majalah-dandapala/2610-dandapala-volume-iv-edisi-3-mei-juni-2018.html

Selasa, 10 Juli 2018

KORUPSI itu

Mungkin masih banyak orang yang beranggapan bahwa korupsi bukan perbuatan yang membahayakan orang lain, tidak merugikan orang lain dan masih banyak anggapan lainnya. Kalau begitu, mari kita bicarakan dengan bahasa yang sangat mudah dipahami. Apabila kita membaca definisi korupsi dalam undang-undang, maka terdapat beberapa jenis perbuatan yang termasuk tindak pidana korupsi dan harus dipahami pengertian dalam undang-undang tersebut cukup membingungkan. Namun sebenarnya kita bisa mencerna dengan contoh yang sangat mudah. Sebagai contoh adalah ketika kita akan membangun rumah, kita sudah berkonsultasi dengan ahlinya yaitu arsitek yang memiliki kemampuan untuk menggambar dan memperhitungkan jumlah uang yang harus dikeluarkan sebagai biaya pembangunan rumah tersebut agar menjadi rumah yang aman dan nyaman bagi penghuninya. Setelah ada perincian gambar dan perincian harga yang sudah diperhitungkan dengan tepat, kita meminta bantuan pihak pemborong untuk membangun rumah tersebut. Namun dalam proses pembangunan rumah tersebut, pihak pemborong mengganti beberapa item bahan bangunan tanpa sepengetahuan kita, misalkan kualitas besi yang digunakan adalah besi yang mempunyai kualitas yang buruk, batu bata diganti dengan batako atau bahan lain yang lebih murah dan lebih ringan dan lain sebagainya. Hal itu dilakukan dengan tujuan menguntungkan pihak pemborong tersebut. Ketika rumah tersebut telah selesai dibangun, ternyata hanya dalam hitungan bulan, rumah tersebut sudah mengalami kerusakan bahkan bisa membahayakan penghuninya karena rumah tersebut sewaktu-waktu bisa roboh. Contoh tersebut hanya contoh kecil dari perlaku koruptif yang bisa diadaptasi menjadi contoh yang lebih besar dalam kapasitas korupsi uang negara. Uang negara yang seharusnya bisa untuk membangun 1000 bangunan rumah sakit, karena dikorupsi, akhirnya hanya dapat digunakan untuk membangun jauh dari targetnya. Belum lagi kualitas bangunannya. Oleh sebab itu, korupsi haruslah tetap menjadi musuh bersama. Jadilah pelopor dalam penegakan hukum dalam pemberantasan korupsi, setidaknya dengan ikut serta mengawasi pembangunan di daerah masing-masing. Satu hal yang pasti, bahwa TIDAK ADA PELAKU TUNGGAL dalam tindak pidana korupsi, sebab setidaknya akan melibatkan 2 (dua) orang atau lebih dan hal ini sudah terbukti dalam berbagai kasus korupsi yang berhasil terungkap. Korupsi tidak hanya merugikan sekelompok orang tetapi bisa merugikan bangsa dan negara.

KANTOR PENGADILAN DAN MASYARAKAT

Sebagai salah satu produk kolonial, kantor pengadilan sudah dikondisikan untuk menjadi sesuatu yang menakutkan dan harus dihindari oleh masyarakat. Keadaan tersebut masih berlangsung hingga menjelang era millenium, serba kaku dan menyeramkan, khususnya bagi para pencari keadilan. Hal tersebut tidak lain karena sulitnya masyarakat mengakses berbagai hal di kantor pengadilan. Contoh gampangnya adalah ketika seseorang membutuhkan surat keterangantidak pernah dihukum atau surat keterangan tidak sedang menjalani pidana, pada masa lalu (jaman old), butuh waktu berhari-hari dan berbelit-belit. Harus diakui bahwa adanya oknum pengadilan yang BERMAIN menyebabkan untuk minta surat keterangan tersebut dipersulit, tidak jarang pemohon tidak tahu kapan surat tersebut dapat selesai. Namun dalam perkembangannya, saat ini kantor pengadilan, juga aparaturnya berusaha untuk mendekatkan diri kepada masyarakat, semua dilakukan demi terjaminnya kualutas prima dari pelayanan kepada masyarakat. Saat ini, dengan sekali klik wesite sebuah kantor pengadilan atau bahkan website Mahkamah Agung, masyakat akan dimanjakan dengan berbagai macam informasi yang dibutuhkan yang berkaitan dengan pelayanan hukum. Tidak ada lagi yang disembubyikan atau berada di wilayah abu-abu yang bisa dimanfaatkan oleh para aparatur pengadilan. Hal ini tidak lain karena kantor pengadilan adalah milik masyarakat yanv dibiayai salah satunya dari pajak yamg dibayarkan oleh masyarakat. Menjadi tugas kantor pengadilan di seluruh wilayah Indonesia untuk selalu memberikan pelayanan seprima dan seoptimal mungkin. Dan masyarakatpun diminta juga mempunyai rasa memiliki atas kantor pengadilan di daerahnya. Menjadi tugas masyarakat juga untuk ikut menjaga marwah/wibawa kantor pengadilan. Masyarakat harus memahami bahwa putusan pengadilan bukanlah putusan akhir, sebab masih ada upaya hukum, baik itu banding, kasasi maupun peninjauan kembali (PK). Oleh karena itu, apapun putusan yang dihasilkan oleh kantor pengadilan, khususnya pengadilan tingkat pertama, harus dihormati. Boleh tidak puas namun jangan berbuat anarkis, sebab dengan anarkis, akhirnya merusak kantor pengadilan yang dibangun atas pajak rakyat. Saatnya kita saling menjaga marwah kantir pengadilan demi tegaknya hukum sebagai panglima.

Kamis, 05 Juli 2018

SADAR DIRI AKAN MEMBUAT SADAR HUKUM

Pernahkah anda merasa diri anda lebih hebat dari orang lain? BIsa karena anda merasa mempunyai banyak uang, atau karena memiliki kendaraan yang lebih bagus dari orang lain, atau karena kedudukan dan jabatan anda yang lebih tinggi dari orang lain dan masih banyak penyebab lainnya. Keadaan inilahyang kemudian menyebabkan seseorang tidak membutuhkan orang lain dan pada akhirnya aturan yang adapun dilanggarnya karena merasa dirinya lebih hebat dari orang lain. Banyak contoh yang nyata, misalkan, karena mengendarai kendaraan roda 4 (empat) keluaran terbaru dengan harga yang mahal, akhirnya menerabas lampu lalu lintas yang sedang menyala warna merah. Akan tetapi bukan hanya karena keberadaan harta yang menyebabkan seseorang bertindak arogan tetapi juga karena merasa dikelilingi oleh orang-orang yang berperilaku sama akhirnya seseorang juga bisa menjadi arogan dan merasa benar sendiri. Mau contoh? Gampang saja, coba lihat di sekeliling anda, berapa banyak angkutan kota yang "ngetem" di pinggir jalan dengan alasan mencari penumpang. Sopir angkutan kota melakukan tindakan tersebut karena merasa banyak temannya yang melakukan hal yang sama dan ada pembiaran dari aparat yang berwenang. Satu contoh lagi dan hal ini jamak dilakukan oleh pengendara kendaraan roda 2 (dua) di kota besar, yaitu berhenti di bawah jembatan layang ketika turun hujan deras, yang akhirnya menyebabkan kemacetan di ruas jalan tersebut atau orang yang membuang sampah sembarangan, meskipun hanya sebungkus. Perilaku-perilaku sepele tersebut seringkali kita lakukan (termasuk saya pribadi, kadang masih buang sampah sembarangan), sejatinya adalah perbuatan yang melanggar hukum tetapi kita sering mencari pembenaran atas apa yang kita lakukan. Termasuk diantaranya adalah korupsi secara berjamaah, orang yang melakukannya akan mencari pembenaran, bahwa orang lainpun melakukan hal yang sama. Jangan kaget ketika kita melihat di sudut-sudut kota, sampah masih bertebaran, berserakan, salah satunya bukan hanya karena ketidaksigapan paa petugas kebersihan kota akan tetapi juga karena perilaku kita sendiri yang masih suka berbuat seenaknya membuang sampah sembarangan. Peraturan yang adapun seakan menjadi sia-sia apabila tidak ada kesadaran dari diri kita untuk mejaga perilaku kita yang bisa merugikan orang lain. Disiplinkan diri kita dari perilaku yang hanya akan merugikan orang lain. Saat kita akan membuang sampah sembarangan, harus diingat bahwa sampah yang menumpuk akan menimbulkan penyakit. Ketika kita akan melakukan korupsi, harus diingat bahwa uang yang akan dikorupsi adalah milik rakyat yang seharusnya digunakan untuk kemaslahatan bersama bukan untuk dinikmati sendiri. Tahan diri kita dari perbuatan negatif yang pada akhirnya akan merugikan orang lain dan juga diri kita sendiri. Dan harus diingat bahwa ketika ada yang mengingatkan kita harus pula kita hargai supaya kita tidak terbebani sebagai akibat perbuatan kita sendiri. Saatnya kita merubah MINDSET kita, bahwa apa yang kita lakukan harus membawa manfaat bagi orang lain dan bukan untuk merugikan orang lain.Sebab dengan kita sadar diri akan menjadikan kita menjadi orang yang sadar hukum, yang akan selalu menghindari perbuatan yang akan berbenturan dengan hukum yang pada akhirnya akan merugikan diri kita sendiri.

Rabu, 04 Juli 2018

Anak Harus Tetap Dilindungi Hak-Haknya

Beberapa wakt yang lalu tersiar berita bahwa pihak Kepolisian telah menangkap pelaku pelemparan batu di jalan tol. Terdapat diantara yang ditangkap masih berusia anak-anak karena masih berusia kurang dari 18 tahun sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak. Pada saat penangkapan, penahanan maupun tahap penyidikan, pihak penyidik tetap harus mengedepankan hak-hak anak tersebut, salah satu diantaranya adalah ruang penahanan yang terpisah dengan ruang penahanan orang dewasa. Masih sering kita jumpai bahwa pada saat tahap penyidikan, tahanan anak tidak dipisahkan dari tahanan dewasa. Padahal pelanggaran hal ini dapat dilaporkan dan pihak yang melakukan bisa dianggap melakukan tindakan yang tidak profesional (unprofessional conduct). Peran kita sebagai anggota masyarakat sangat dibutuhkan dalam mengawasi kinerja penyidik dalam setiap tindak pidana yang dilakukan oleh anak.

Rabu, 06 Juni 2018

Hati-Hati DI Jalan, Berhari Raya di kampung Halaman

Tradisi tahunan akan segera dimulai, yaitu perjalanan mudik bagi masyarakat yang akan merayakan Hari Raya Idul Fitri di kampung halamannya masing-masing. Tahun ini, Pemerintah memberikan kelonggaran kepada para aparatur sipil negara (ASN) yang cukup banyak yaitu dengan diberikannya cuti bersama selama kurang lebih 7 hari yang dimulai sejak tanggal 11 Juni 2018 sampai dengan tanggal 20 Juni 2018. Hal ini merupakan kesempatan bagi para pemudik untuk mengatur perjalanan mudiknya senyaman mungkin. Meskipun harus diakui bahwa untuk perjalanan dengan menggunakan moda transportasi kereta api, para pemudik sudah dipaksa untuk membeli tiket sejak 90 hari sebelum hari keberangkatan, sehingga ada beberapa pemudik yang mneggunakan kereta api sudah melakukan perjalanan mudik jauh-jauh hari sebelum hari cuti bersama mengingat mendapatkan tiket keberangkatan yang lebih awal. Apapun moda transportasi yang digunakan, tetap harus diingatkan agar selalu berhjati-hati dan menjaga keamanan diri dan keluarga masing-masing, mengingat perjalanan mudik yang akan memakan waktu yang cukup lama, terutama yang menggunakan moda transportasi darat, seperti menggunakan mobil; bis umum maupun kendaraan roda dua. Hal ini dikarenakan perjalannan panjang membutuhkan fisik yang prima, sedangkan perjalanan mudik hampir selalu dilakukan oleh orang-orang yang sedang berpuasa, sehingga akan lebih bijak apabila selama perjalanan, mengutamakan untuk selalu beristrirahat ketika dilanda rasa penat, lebih baik menunda perjalanan dengan beristirahat daripada memaksakan perjalanan dalam kondisi badan yang lelah. Sering dijumpai, hanya karena merasa kota tujuan sudah dekat, para pemudik memaksakan diri untuk terus berkendara, tanpa memikirkan resiko yang harus dihadapi, yang bahkan bisa merenggut nyawa dirinya sendiri maupun keluarga dan orang lain. Utamakan keselamatan, lebih baik sampai di tempat tujuan terlambat daripada tidak pernah sampai di tempat tujuan. Akan sangat indah apabila setiap pemudik berhati-hati di jalan sehingga bisa merayakan hari raya di kampung halaman. Selamat mudik, salam untuk keluarga tercinta.

Senin, 04 Juni 2018

KORUPSI MUSUH BERSAMA

Dilema penyusunan R-KUHP yang saat ini masih dibahas tentu tidak akan terjadi apabila semua pihak sudah menyadari bahwa ada musuh bersama yang harus kita hadapi. Musuh itu adalah KORUPSI dalam segala bentuknya. Sehingga siapapun aparat penegak hukum yang melakukan penyidikan, apakah itu KPK, Kepolisian maupun Kejaksaan, seharusnya bukan menjadi masalah besar, sebab disadari atau tidak bahwa korupsi sudah menjadi BAHAYA LATEN yang harus selalu diwaspadai dan juga ditindak dengan tegas. Namun yang lebih penting dari hal tersebut adalah bisa kembalinya uang kerugian negara yang merupakan imbas dari tindak pidana korupsi. Masih minimnya kerugian negara yang dapat dikembalikan kiranya menjadi pekerjaan rumah kita bersama untuk merumuskan terapi yang tepat sehingga setidaknya kerugian negara yang disebabkan oleh tindak pidana korupsi dapat dikembalikan ke kas negara sebesar 80 % atau lebih. Kini saatnya bukan saling menyalahkan maupun mengklaim siapa yang paling berhak melakukan penyidikan tindak pidana korupsi akan tetapi akan lebih baik apabila kita saling bergandengan tangan, saling bekerja sama melakukan pemcegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi, sehingga bisa memenuhi harapan masyarakat akan adanya pemerintahan yang bersih dan berwibawa.

Kamis, 24 Mei 2018

PERIHAL MAKAR

Pengaturan ancaman pidana terhadap kegiatan makar, salah satunya diatur di dalam Pasal 107 KUHP yang menyebutkan sebagai berikut :
(1) Makar (aanslag) yang dilakukan dengan niat menggulingkan pemerintahan (omwenteling), dihukum penjara selama-lamanya lima belas tahun;
(2) Pemimpin atau pengatur makar yang dimaksudkan dalam ayat pertama, dihukum seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun.
Pasal ini secara singkat dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Tentang "aanslag" (makar, penyerangan) sebagaimana dalam penjelasan pasal sebelumnya yaitu di dalam pasal 104 KUHP menyebutkan kegiatan makar dengan tujuan membunuh, merampas kemerdekaan atau menjadikan tidak cakap memerintah, Presiden atau Wakil Presiden. Ketentuan ini juga sebenarnya mengatur terhadap perbuatan yang ditujukan kepada aparatur pemerintahan di daerah dengan maksud membuat pemerintahan di daerah tidak bisa berfungsi secara maksimal dengan tujuan mengambil alih tata kelola pemerintahan di daerah;
2. maksud dari penyerangan ini adalah "menggulingkan (omwenteling) pemerintahan" yaitu merusak atau mengganti dengan cara yang tidak syah susunan pemerintahan yang berdasarkan pada Undang-Undang Dasar di Negara Republik Indonesia. Arti kata "merusak susunan pemerintahan" adalah meniadakan susunan pemerintahan yang lama dan digantikan dengan yang baru, misalkan republik menjadi kerajaan yang absolut atau kerajaan yang konstitusional. Arti kata "mengganti susunan pemerintahan" yaitu lebih tepat bila dikatakan MENGUBAH (veranderen) yang artinya adalah tidak mengadakan susunan pokok pemerintahan yang lama, akan tetapi hanya mengubah saja.
3. Cara meniadakan dan mengubah susunan pemerintahan atau harus "tidak syah". Bila dengan jalan yang syah (menurut aturan-aturan yang ditentukan dalam UU), itu tidak dilarang.

Senin, 21 Mei 2018

Jaga Jemarimu selama Ramadhan

Jaga Jemarimu selama Ramadhan
Sebagai bulan mulia bagi umat muslim tidak salah tentunya apabila kita juga menjaga ucapan dan perilaku kita selama Ramadhan. Termasuk di antaranya adalah menjaga jemari kita ketika kita bermain di media sosial. Disadari atau tidak sering terjadi bahwa karena ikut-ikutan menyebarkan berita yang belum tentu kebenarannya, terlebih apabila berita tersebut juga mengandung unsur kebencian atau fitnah terhadap seseorang atau golongan tertentu. Kita harus sadar, segala perilaku kita tentu ada yang mengawasi, termasuk perilaku kecil sekalipun. Kita jangan hanya melihat pada ancaman pidana yang ada akan tetapi kita juga harus sadar, bahwa segala perbuatan kita harus dipertanggungjawabkan di hari hari nanti. Menyebarkan berita bohong maupun berita fitnah merupakan pengejawantahan dari perilaku yang tidak bisa menjaga ucapan dan tingkah laku untuk selalu berbuat baik. Jangan kotori bulan penuh berkah ini dengan perilaku yang tidak baik yang justru akan mengurangi pahala pelakunya, apabila dia sedang berpuasa. Harus diingat bahwa sangat banyak orang yang berpuasa yang hanya mendapatkan lapar dan dahaga saja karena tidak bisa menjadi perilakunya. Jadikan bulan Ramadhan ini sebagai kawah candradimuka atau tempat melatih diri untuk selalu peduli dengan orang lain karena dengan selalu menjaga perilaku, mudah-mudahan di akhir Ramadhan kita semua menjadi orang-orang yang bersih kembali hatinya

Senin, 14 Mei 2018

ANAK SEBAGAI PELAKU TEROR BOM


Seperti yang pernah kami sampaikan kepada Kepala BNPT dalam sebuah seminar antar aparat penegak hukum di Jakarta tentang keterlibatan anak sebagai pelaku terorisme ternyata menjadi kenyataan. Hal ini terlihat pada peristiwa bom di Surabaya hari Minggu tanggal 13 Mei 2018 kemaren, melibatkan anak sebagai salah seorang pelakunya, meskipun tetap harus diselidiki lebih mendalam terhadap keterlibatan anak tersebut. Hal ini setidaknya membuktikan bahwa anak sangat rentan terhadap pengaruh kegiatan terorisme terutama yang dilakukan melalui dunia maya. Terlebih apabila orang tua dari anak tersebut justru bertindak sebagai pelaku tibdak pidana terorisme, akan sangat mudah mempengaruhi ideologi sang anak yang sedang mencari jati dirinya. Perlu peran yang lebih aktif dari anggota masyarakat di lingkungan sekitar anak tersebut untuk menangkal penyebaran paham yang dapat merusak tumbuh kembang sang anak. Selamatkan anak Indonesia dari paham radikalisme apalagi yang berakibat hilangnya nyawa dari anak tersebut.

Kamis, 03 Mei 2018

TIPIKOR DAN HAN


PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DILIHAT DARI ASPEK HUKUM ADMINISTRASI NEGARA (HAN)
OLEH : SANTHOS WACHJOE PRIJAMBODO[1]

A.     PENDAHULUAN
Sebagai negara yang sedang giat membangun, tentunya membutuhkan dana pembangunan yang sangat besar. Adalah suatu hal yang wajar apabila suatu pembangunan membutuhkan pengorbanan yang begitu besar, bisa diibaratkan bahwa tanpa ada pengorbanan dari para pelaku pembangunan tidak akan pernah ada pembangunan. Seperti apa pengorbanan dari para pelaku pembangunan tersebut? Mungkin dapat digambarkan bahwa bahwa seorang kepala daerah harus mampu mendesain dalam bentuk apa dalam membangun daerahnya, berapa dana yang dibutuhkan, berapa tenaga kerja yang dibutuhkan, apa manfaat dari pembangunan yang dirancangnya. Peran demikian dapat dikatakan bahwa terdapat pengorbanan dari seorang kepala daerah  dalam berperan aktif dalam pembangunan. Dan hal ini hanya merupakan salah satu contoh saja dari ribuan peran aktif dari masing-masing warga negara.
Peran aktif seorang kepala daerah dalam gerak pembangunan seringkali melibatkan penggunaan dana pembangunan yang begitu besar, yang seringkali menggoda sang kepala daerah tersebut untuk “sedikit” menikmatinya. Keinginan tersebut benar-benar menjadi penyakit yang tidak mudah untuk dihilangkan mengingat bahwa sifat manusiawi dari seorang manusia yang menginginkan adanya kelebihan dari apa yang tekah dilakukannya demi memuaskan keinginan pribadinya.
Perilaku kepala daerah yang menginginkan bagian dari dana pembangunan yang digunakannya seringkali dilakukan dengan melakukan berbagai hal, misalnya dengan melakukan penggelembungan (mark up) dana pembangunan, pengurangan volume pembangunan, perencanaan yang tidak komprehensif (asal-asalan), menerima imbalan dan masih banyak perilaku negatif lainnya. Dari perilaku-perilaku tersebut, sebagian merupakan wilayah dari hukum administrasi negara, adapula yang masuk ranah hukum pidana dan ada juga yang masuk ranah hukum keperdataan.
Dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia, seringkali melupakan hal tersebut di atas. Hampir seluruh upaya pemberantasan tindak pidana korupsi hanya dilakukan melalui ranah hukum pidana, meskipun undang-undang tindak pidana korupsi baik undang-undang nomor 31 tahun 1999 maupun undang-undang nomor 20 tahun 2001 telah secara tegas menyebutkan kata penyalahgunaan wewenang yang secara tegas maupun secara eksplisit merupakan domain dari hukum administrasi negara. 
Oleh sebab itu, seharusnya ada upaya mendudukkan kembali domain hukum adminstrasi negara di dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi. Harus ada good will dari para pemegang kewenangan (stake holder) untuk dapat merubah paradigma kesalahan penerapan hukum tersebut.
B.      MENDUDUKKAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI
Perilaku penyalahgunaan wewenang yang merupakan ranah dari hukum adminstrasi negara sering dianggap sebagai delik pidana di dalam perkara tindak pidana korupsi. Para penegak hukum, khususnya pihak penyidik maupun penuntut umum, seringkali mengambil langkah gampang bahwa salah satu penyebab kerugian negara akibat korupsi adalah karena adanya penyalahgunaan wewenang. Akan tetapi sering terlupakan, apakah benar telah terjadi penyalahgunaan wewenang, bagaimana bentuk penyalahgunaan wewenang, siapa pelakunya, apakah pelaku tunggal atau ada pelaku lainnya, apakah ada langkah pencegahan sebelum adanya penyalahgunaan wewenang tersebut danmasih banyak pertanyaan lain yang seharusnya dicari jawabannya secara administratif bukan secara pidana.
Penyidik maupun penuntut umum bahkan pengadilan tindak pidana korupsi tidak mempunyai kewenangan untuk menilai suatu perbuatan aparatur pemerintahan sebagai suatu penyalahgunaan wewenang. Hal ini disebabkan yang memiliki kewenangan menilai suatu perbuatan merupakan penyalahgunaan wewenang hanya dapat dinilai di pengadilan yang khusus mengadili perkara hukum adminstasi, yang dalam hal ini di Indonesia, dilakukan oleh pengadilan tata usaha negara.
C.      TINDAKAN YANG DIPERLUKAN
Ketika aparat penegak hukum mencium adanya indikasi tindak pidana korupsi yang disebabkan adanya penyalahgunaan wewenang, maka apabila aparat penegak hukum tersebut akan melakukan penyidikan terhadap aparatur pemerintahan sebagai terduga pelaku penyalahgunaan wewenang yang menyebabkan timbulnya tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara, maka aparat penegak hukum tersebut seharusnya menilai perbuatan tersebut dengan mengajukan gugatan di pengadilan tata usaha negara. Harus diakui bahwa terdapat paradigma bahwa beracara di pengadilan, termasuk di pengadilan tata usaha negara, membutuhkan waktu yang lama dan bertele-tele. Tidak berlebihan anggapan demikian sebab memang pada dasarnya proses gugatan membutuhkan proses yang panjang. Namun hal ini tidak berarti tidak dapat dipangkas sehingga menjadi lebih singkat.
Dalam ranah hukum perdata dikenal adanya gugatan sederhana, yang mengharuskan suatu gugatan atas obyek yang nilainya tidak lebih dari Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) harus diputuskan dalam waktu paling lama 7 hari sejak gugatan tersebut didaftarkan dan putusannya merupakan putusan akhir yang tidak ada upaya hukumnya. Hal ini kiranya dapat diterapkan di bidang administrasi khususnya di pengadilan tata usaha negara dalam menilai gugatan adanya penyalahgunaan wewenang yang menimbulkan perilau korupsi dan mengakibatkan kerugian negara. Yang dinilai disini HANYA mengenai adanya penyalahgunaan wewenang, sedangkan perhitungan kerugian negara tetap menjadi domain dari pengadilan tindak pidana korupsi.
Ketika suatu gugatan mengenai penyalahgunaan wewenang telah diajukan maka harus diputuskan paling lama 7 hari sejak gugatan diterima dan putusan yang dijatuhkan merupakan putusan akhir yang tidak dapat diajukan upaya hukum baik banding maupun kasasi. Apabila diputuskan terdapat penyalahgunaan wewenang, maka penyidik maupun penuntut umum dapat langsung meneruskan perkara tersebut sebagai perkara tindak pidana korupsi, namun akan lebih elok apabila aparat penegak hukum bisa memberikan tenggang waktu kepada aparatur pemerintahan yang melakukan penyalahgunaan wewenang untuk dapat mengembalikan kerugian negara yang ditimbulkannya dalam periode waktu yang telah ditentukan dalam undang-undang, jika dapat dikembalikan secara utuh, maka aparatur pemerintahan tersebut hanya dapat dikenakan sanksi administratif, namun apabila tidak dapt dikembalikan maka perkaranya diteruskan sebagai perkara tindak pidana korupsi, namun apabila putusannya menyebutkan tidak terdapat penyalahgunaan wewenang, maka terhadap aparatur negara yang diputuskan demikian tidak dapat diajukan dalam perkara tindak pidana korupsi. Akan tetapi apabila sudah diputuskan tidak terdapat penyalahgunaan wewenang namun secara nyata terdapat kerugian negara, berdasarkan hasil audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), maka menjadi tugas dari penyidik dan penuntut umum untuk meneruskan pemeriksaan untuk menemukan apa penyebab terjadi kerugian negara, dengan mengesampingkan aparatur pemerintahan yang sudah diputus tidak melakukan penyalahgunaan wewenang.
Pertanyaannya, bisakah hal ini dilakukan? Tentunya hal ini akan membutuhkan keinginan yang kuat dari para pemangku kepentingan di bidang hukum di Indonesia untuk dapat bersinergi untuk melindungi keuangan negara dan mencegah terjadinya perilaku koruptif.
D.     PERANAN MAHKAMAH AGUNG
Mahkamah Agung dapat mejadi pelopor dalam hal ini, setidaknya dengan menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung yang mewajibkan setiap perkara tindak pidana korupsi yang melibatkan aparatur pemerintahan diserahkan untuk diperiksa terlebih dahulu penyalahgunaan wewenang yang dilakukan di pengadilan tata usaha negara sebelum diperiksa di pengadilan tindak pidana korupsi dengan hukum acara sebagai perkara seperti gugatan sederhana.
Apabila hal ini dapat dilakukan, maka upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi tidak menghambat laju pembagunan, mengingat saat ini banyak aparatur pemerintahan yang tidak bersedia sebagai pelaku pembangunan, baik sebagai Kuasa Pengguna Anggaran, Pejabat Pembuat Komitmen maupun jabatan sejenisnya.
E.      PENUTUP
Hukum sebagai instrumen dari suatu bangsa yang beradab akan selalu berubah mengikuti perkembangan masyarakatnya. Hukum dianggap progesif adalah ketika hukum tersebut bergerak sesuai dengan kebutuhan masyarakat, tidak statis dan mampu merespon rasa keadilan dalam masyarakat.
Semoga tulisan singkat ini bisa menjadi bahan pemikiran kita bersama dalam upaya mencegah dan memberantas korupsi namun upaya tersebut juga tidak menghambat pembangunan sebab tidak ada bangsa yang maju tanpa adanya pembangunan.


[1] Hakim

DIMANA TANAH DIPIJAK, DISANA NASI DIMAKAN

                Sebuah prinsip yang selalu saya pegang saat saya masih sering merantau dan sebagai informasi saja, saya sudah berantau d...