Selasa, 17 Desember 2013

PERBANDINGAN HUKUM PIDANA



SOAL DAN JAWABAN
MATA KULIAH PERBANDINGAN HUKUM PIDANA
OLEH : H. SANTHOS WACHJOE P, SH.MH[1]

1.      Jelaskan Sejarah Perkembangan Perbandingan Hukum Pidana ?
JAWAB :
·        Studi perbandingan hukum telah dimulai sejak Aristoteles (348 – 322 SM) yang meneliti 153 Konstitusi Yunani dan beberapa kota lainnya ;
·        Studi perbandingan hukum berlanjut pada abad pertengahan di mana dilakukan studi perbandingan antara hukum Kanonik (Gereja) dan hukum Romawi ;
·        Montesquieu telah melakukan studi perbandingan untuk menyusun suatu azas-azas umum dari suatu pemerintahan yang baik ;
·        Perkembangan perbandingan hukum sebagai ilmu relatif baru di mana istilah Comparative Law atau Droit Compare baru dikenal dan diakui penggunaannya yang dimulai di Eropa Daratan dan perkembangan pesat perbandingan hukum menjadi cabang khusus dalam studi ilmu hukum (specialized branch of legal studies) adalah bagian kedua pertengahan abad ke 18 yang dikenal sebagai era kodifikasi ;
·        Dalam konteks kerangka ilmu hukum, maka kedudukan perbandingan hukum (Perbandingan Hukum Pidana) sebagai disiplin hukum merupakan salah satu kenyataan hukum, disamping sejarah hukum, sosiologi hukum, antropologi hukum dan psikologi hukum.
(Sumber : Romly Atmasasmita, SH.LLM, Perbandingan Hukum Pidana, 1996, Bandung, Mandar Maju).
2.      Jelaskan Istilah dan Pengertian Perbandingan Hukum Pidana serta pendapat para ahli ?
·        Istilah perbandingan hukum dalam bahasa asing diterjemahkan : Comparative Law, (bahasa Inggris), Vergleihende Rechtslehre (bahasa Belanda), Droit Compare (bahasa Perancis), yang dalam bahasa Indonesia masih ada istilah lain yang dipergunakan yaitu HUKUM PERBANDINGAN PIDANA yang sudah memasyarakat di kalangan teoritukus hukum di Indonesia ;
·        Pengertian Perbandingan Hukum Pidana adalah :
Sebagai suatu disiplin ilmu sekaligus sebagai cabang ilmu hukum, pada awalnya dipahami sebagai salah satu metoda pemahaman sistem hukum, disamping sosiologi hukum. Hal ini terjadi karena adanya dominasi perhatian terhadap hukum asing yang menyebabkan studi hukum Negara lain selalu dititikberatkan pada perbedaan-perbedaan daripada persamaan-persamaan. Namun sampai saat ini di kalangan teoritkus hukum masih terdapat perbedaan pendapat tentang kedudukan perbandingan hukum
·        Pendapat para ahli :
·        Rudolf B. Schlesinger : Perbandingan hukum merupakan metoda penyelidikan dengan tujuan untuk memperoleh pengetahuan yang lebih dalam tentang bahan hukum tertentu ;
·        Winterton : Perbandingan hukum tidak lain merupakan metoda yaitu metoda perbandingan yang dapat digunakan dalam semua cabang hukum ;
·        Gutterridge : Membedakan antara comparative law (membandingkan dua sistem hukum atau lebih) dan foreign law (mempelajari hukum asing tanpa secara nyata membandingkannya dengan sistem hukum yang lain ;
·        Lemaire : Perbandingan hukum sebagai cabang ilmu pengetahuan (yang juga mempergunakan metoda perbandingan) mempunyai lingkup : (isi dari) kaidah-kaidah hukum, persamaan dan perbedaannya, sebab-sebabnya dan dasar-dasar kemasyarakatannya ;
·        Ole Lando : Perbandingan hukum mencakup “analysis and comaparison of the laws” ;
·        Esin Ocuru : Perbandingan hukum merupakan suatu disiplin ilmu hukum yang bertujuan menemukan persamaan dan perbedaan serta menemukan pula hubungan-hubungan erat antara perlbagai sistem-sistem hukum, melihat perbandingan lembaga-lembaga hukum dan konsep-konsep serta mencoba menentukan suatu penyelesaian atas masalah-masalah tertentu dalam sistem-sistem hukum dimaksud dengan tujuan seperti pembaharuan hukum, unifikasi hukum dan lain-lain ;
·        Zwegert dan Kotz : Perbandingan hukum adalah perbandingan dari jiwa dan gaya dari sistem hukum yang berbeda-beda atau lembaga-lembaga hukum yang berbeda-beda atau penyelesaian masalah hukum yang dapat diperbandingkan dalam sistem hukum yang berbeda-beda ;
·        Sudarto : Perbandingan hukum merupakan cabang dari ilmu hukum dank arena itu lebih tepat menggunakan istilah “Perbandingan Hukum” daripada “Hukum Perbandingan”.
Sumber :
·        Romly Atmasasmita, SH.LLM, Perbandingan Hukum Pidana, 1996, Bandung, Mandar Maju.          
·        Sri Endah Wahyuningsih,  2013, Perbandingan Hukum Pidana Dari Perspektif Religious Law System, Semarang, Unissula Press.     

3.      Sebut dan Jelaskan Tujuan dan Manfaat perbandingan Hukum Pidana ?
Ada 4 (empat) tujuan dari perbandingan hukum pidana :
·        Tujuan Praktis : Merupakan alat pertolongan untuk tertib masyarakat dan pembaharuan hukum nasional serta memberikan pengetahuan mengenai berbagai peraturan dan pikiran hukum kepada pembentuk undang-undang dan hakim ;
·        Tujuan Sosiologis : Mengobservasi suatu ilmu hukum yang secara umum menyelidiki hukum dalam arti ilmu pengetahuan dengan maksud membangun azas-azas umum sehubungan dengan peranan hukum dalam masyarakat ;
·        Tujuan Politis : Mempelajari perbandingan hukum untuk mempertahankan “Status Quo” dimana tidak ada maksud sama sekali mengadakan perubahan mendasar di negara yang berkembang ;
·        Tujuan Pedagogis : Untuk memperluas wawasan mahasiswa sehingga mereka dalat berpikir inter dan multi disiplin serta mempertajam penalaran di dalam mempelajari hukum asing.
(Sumber : Romly Atmasasmita, SH.LLM, Perbandingan Hukum Pidana, 1996, Bandung, Mandar Maju)

4.      Jelaskan Tujuan dan Pedoman Pemidanaan Dalam Berbagai Negara  ?
Tujuan dan Pedoman Pemidanaan :
¨      Di Inggris :
Ø      Pedoman Pemidanaan :
Setiap orang yang melakukan pelanggaran terhadap Undang-Undang Pidana harus memenuhi unsur-unsur sebagai berikut :
a.       Tertuduh telah melakukan perbuatan yang dituduhkan (Actus-reus), yang mengandung prinsip bahwa :
    • Perbuatan yang dilakukan harus secara langsung dilakukan tertuduh ;
    • Perbuatan yang dituduhkan harus dilakukan tertuduh dengan sukarela (tanpa ada paksaan dari pihak lain) atau perbuatan dan akibatnya memang dikehendaki oleh tertuduh ;
    • Ketidaktahuan akan Undang-Undang yang berlaku bukan merupakan alasan pemaaf / yang dapat dipertanggungjawabkan.
a.       Tertuduh melakukan pelanggaran terhadap Undang-Undang dengan disertai niat jahat (Mens-rea) yang diklasifikasikan menjadi :
    • Intention atau purposely : Seorang tertuduh menyadari perbuatannya dan menghendaki akibatnya ;
    • Recklessness : Tertuduh sudah dapat memperkirakan atau menduga sebelum perbuatan dilaksanakan tentang akibat tang akan terjadi, akan tetapi tertuduh sesungguhnya tidak menghendaki akibat itu terjadi ;
    • Neglence : Tertuduh tidak menduga akibat yang akan terjadi, akan tetapi dalam keadaan tertentu Undang-Undang mensyaratkan bahwa tertuduh harus sudah dapat menduga akibat-akibat yang akan terjadi dari perbuatan yang dilakukannya.
Ø      Tujuan Pemidanaan
Hukum Pidana Inggris mensyaratkan bahwa pada prinsipnya setiap orang yang melakukan kejahatan dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya, kecuali ada sebab-sebab yang meniadakan pertanggungjawaban yang bersangkutan atau “Excemtions From Liability”, yaitu apabila :
    • Ia memperoleh tekanan (fisik atau psikologis) sedemikian rupa sehingga mengurangi pengendalian diri yang bersangkutan atau membatasi kebebasan pribadinya, seperti : gila atau daya paksa atau ;
    • Pelaku termasuk golongan orang-orang yang tunduk pada peraturan khusus, seperti : diplomat asing atau anak di  bawah umur.
Sebagaimana pendapat dari Jeremy Bentham, bahwa tujuan dari pidana ialah :
    • Mencegah semua pelanggaran (to prevent all offences) ;
    • Mencegah pelanggaran yang paling jahat (to prevent the worst offences) ;
    • Menekan kejahatan (to keep down mischief) ;
    • Menekan kerugian / biaya sekecil-kecilnya (to act the least expense) ;
¨      Di Belanda
Ø      Pedoman Pemidanaan :
Pertanggungjawaban pidana pada diri seseorang pelaku tindak pidana, harus memenuhi 4 (empat) persyaratan sebagai berikut :
a.       Ada suatu tindakan (commission atau omission) oleh si pelaku ;
b.      Yang memenuhi rumusan-rumusan delik dalam Undang-Undang ;
c.       Tindakan itu bersifat “Melawan Hukum” (Unlawful) serta :
d.      Pelakunya dapat dipertanggungjawabkan.
Dari keempat persyaratan tersebut, maka dalam setiap rumusan tindak pidana di Belanda dibedakan antara unsur :
1.      Intent / Opzet : Tidak semua unsur INTENT mengandung arti melawan hukum dan dikaitan dengan :
·        Conduct / perbuatan : Merupakan perwujudan dari keinginan atau kehendak pelaku ;
·        Result / akibat : Seseorang yang melakukan perbuatan akan mempunyai kehendak dapat melihat akibat-akibat dari perbuatannya itu ;
·        Circumtances / keadaan yang menyertainya : Pelaku tindak pidana menyadari sepenuhnya keadaan yang menyertai tindakannya itu.
2.      Guilt / culpa : Unsur yang ditentukan oleh Undang-Undang yang dibuat yang dibedakan menjadi “Conscious Guilt” dan “Uncounscious Gulit”.
Ø      Tujuan Pemidanaan :
a.       Setiap orang harus memperoleh hukuman sesuai dengan akibat dari kejahatan yang telah dilakukannya ;
b.      Mencegah pelaku kejahatan merugikan atau melukai anggota masyarakat lain dan mencegah orang lain untuk melakukan kejahatan ;
c.       Hukuman harus sesuai dengan sifat dan luasnya dampak sebagai akibat dari kejahatan yang telah dilakukannya.
Sumber :
·        Romly Atmasasmita, SH.LLM, Perbandingan Hukum Pidana, 1996, Bandung, Mandar Maju.           
·        Muladi dan Barda Nawawi Arief, 1984, Teori-Teori Dan Kebijakan Pidana, Bandung, Alumni.                                      

5.      Jelaskan Tujuan dan Pedoman Pemidanaan dalam KUHP dan RUUKUHP serta Indonesia mengacu pada Tujuan dan Pedoman Pemidanaan pada Negara mana ?
Ø      Di dalam KUHP :
·        Di dalam KUHP yang sekarang berlaku, tidak terdapat tujuan dan pedoman pemidanaan. Oemar Senoaji sebagaimana dikutip oleh Sudarto, mengatakan bahwa Sistem Hukum Indonesia pada dasarnya adalah tertulis yang merupakan konsekuensi dari azas legalitas yang merupakan azas fundamentail dalam negara hukum ;
·        Dalam perkara pidana, ditetapkan dahulu fakta-fakta atau perbuatan yang dilakukan oleh Terdakwa kemudian ditetapkan hukumnya yang cocok untuk fakta-fakta itu sehingga dengan jalan penafsiran dapat ditetapkan apakah perbuatan Terdakwa dapat dipidana dan apakah Terdakwa sendiri dapat dipidana pula dan selanjutnya menyusul diktum keputusan itu sebagai konklusi ;
·        Meskipun penerapan hukum pidana di Indonesia berdasarkan azas legalitas, akan tetapi di dalam UU Kekuasaan Kehakiman No.48 Tahun 2009 disebutkan :
-         Pasal 5 ayat (1) “Hakim dan Hakim Konstitusi wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat” ;
-         Pasal 50 ayat (1) “Putusan pengadilan selain harus memuat alasan dan dasar putusan, juga memuat pasal tertentu dan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan atau sumber hukum tidak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili.
·        Apabila melihat pada ketentuan pasal-pasal dalam KUHP, maka akan sejalan dengan pendapat dari Soedarto yang menyatakan, “Yang dimaksud dengan pidana adalah penderitaan yang dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu” ;
·        Dengan demikian maka KUHP Indonesia saat ini masih mengacu pada sistem hukum Belanda, yang menghendaki pembalasan terhadap setiap pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku tindak pidana.
Ø      Di dalam RUU KUH
¨      Dalam pasal 54 RUU KUHP disebutkan tentang Tujuan Pemidanaan, yaitu :
(1)  Pemidanaan bertujuan :
a.   mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegak­kan norma hukum demi pengayoman masyarakat ;
b. memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadi orang yang baik dan berguna;
c. menyelesaikan konflik yang ditimbulkan  oleh tindak pidana, memulihkan keseimbangan, dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat; dan
d. membebaskan rasa bersalah pada terpidana.
(2) Pemidanaan tidak dimaksudkan untuk menderitakan dan merendah­kan martabat manusia.
¨      Sedangkan Pedoman Pemidanaan, sebagaimana tercantum dalam Pasal 55 RUU KUHP, yaitu :
(1) Dalam pemidanaan wajib dipertimbangkan :
a.       kesalahan pembuat tindak pidana ;
b.      motif dan tujuan melakukan tindak pidana ;
c.       sikap batin pembuat tindak pidana ;
d.      tindak pidana yang dilakukan apakah direncanakan atau tidak direncanakan ;
e.       cara melakukan tindak pidana ;
f.        sikap dan tindakan pembuat sesudah melakukan tindak pidana ;
g.       riwayat hidup, keadaan sosial, dan keadaan ekonomi pembuat tindak pidana ;
h.       pengaruh pidana terhadap masa depan pembuat tindak pidana ;
i.         pengaruh tindak pidana terhadap korban atau ­ke­luarga korban ;
j.         pemaafan dari korban dan/atau keluarganya;  dan/atau
k.      pandangan masyarakat terhadap tindak pidana yang ­dilakukan.
(2)   Ringannya  perbuatan, keadaan pribadi pembuat, atau kea­daan pada waktu dilakukan perbuatan atau yang terjadi kemudian, dapat dijadikan dasar pertimbangan untuk tidak menjatuhkan pidana atau mengenakan tindakan dengan mempertimbangkan segi keadilan dan kemanusiaan.
¨      Dari ketentuan dalam RUU KUHP, maka dapat disimpulkan bahwa RUU KUHP mengacu kepada sistem yang dianut di Negara Inggris, yang tidak mengutamakan pembalasan bagi para pelaku tindak pidana tetapi lebih kepada pemberian ganti rugi dan rehabilitasi oleh pelaku tindak pidana kepada korban.
Sumber :
·        Sudarto, 1983, Hukum Pidana dan Perkembangan Masyarakat, kajian Terhadap Pembaharuan Hukum Pidana, Bandung, Sinar Baru.
·        Sri Endah Wahyuningsih,  2013, Perbandingan Hukum Pidana Dari Perspektif Religious Law System, Semarang, Unissula Press.     
                           
6.      Bandingkan Reformasi KUHAP dan RUUKUHAP khususnya berkaitan dengan Penyidikan sampai Upaya Hukum ?
Ø      KUHAP
¨      Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana merupakan tonggak sejarah perkembangan hukum di Indonesia, yaitu bangsa Indonesia mampu membuat kodifikasi hukum formil menggantikan ketentuan di dalam HIR.
¨      Dalam KUHAP yang tidak lain adalah Reformasi dari pelaksanaan tugas Aparatur Penegak Hukum (APH) dari mulai Penyidik, Jaksa Penuntut Umum, Hakim dan juga tata cara melakukan upaya hukum ;
¨      Penyidik :
-         Dalam pasal 1 angka 2 KUHAP disebutkan bahwa PENYIDIKAN itu adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangka ;
-         Andi Hamzah secara global menyebutkan beberapa bagian Hukum Acara Pidana yang menyangkut Penyidikan :
a)      Ketentuan tentang alat-alat penyidikan ;
b)      Ketentuan tentang diketahuinya terjadinya delik ;
c)      Pemeriksaan di tempat kejadian ;
d)      Pemanggilan Tersangka atau Terdakwa ;
e)      Penahanan sementara ;
f)        Penggeledahan ;
g)      Pemeriksaan atau interogasi ;
h)      Berita Acara (penggeldahan, interogasi dan pemeriksaan di  tempat) ;
i)        Penyidtaan ;
j)        Penyampingan perkara ;
k)      Pelimpahan perkara kepada Penuntut Umum dan pengembaliannya kepada Penyidik untuk disempurnakan ;
-         Pasal 1 angka 5 disebutkan tentang PENYELIDIK yaitu serangkaian tindakan penyidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya suatu penyidikan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang, sehingga dengan demikian PENYIDIKAN bukanlah merupakan fungsi yang berdiri sendiri terpisah dari fungsi penyidikan, melainkan hanya merupakan salah satu cara atau metode dari sub daripada fungsi penyidikan, yang mendahului tindakan lain yaitu penindakan yang berupa penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan surat, pemanggilan, tindakan pemeriksaan, penyelesaian dan penyerahan berkas kepada Penuntut Umum ;
¨      Jaksa Penuntut Umum :
-         Ketentuan Bab I tentang Ketentuan Umum Pasal 1 angka 6 KUHAP menegaskan bahwa :
a)      Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk bertindak sebagai Penuntut Umum serta melaksanakan Putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap ;
b)      Penuntut Umum adalah Jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan Hakim
-         Pasal 14 KUHAP, Penuntut Umum mempunyai wewenang :
1)      Menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari Penyidik atau Penyidik Pembantu :
2)      Mengadakan pra penuntutan apabial ada kekurangan pada penyidikan dengan memperhatikan ketentuan Pasal 110 ayat (3) dan ayat (4) dengan memberi petunjuk  dalam rangka penyempurnaan penyidikan dari Penyidik ;
3)      Memberikan perpanjangan penahanan, melakukan penahanan atau penahanan lanjutan dan atau mengubah status tahanan setelah perkaranya dilimpahkan ke Pengadilan ;
4)      Membuat surat dakwaan ;
5)      Melimpahkan perkara ke Pengadilan ;
6)      Menyampaikan pemberitahuan kepada Terdakwa tentang ketentuan hari dan waktu perkara disidangkan yang disertai surat panggilan, baik kepada Terdakwa maupun kepada saksi untuk datang pada sidang yang telah ditentukan ;
7)      Melakukan penuntutan ;
8)      Menutup perkara demi kepentingan hukum ;
9)      Mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas dan tanggung jawab sebagai Penuntut Umum menurut ketentuan undang-undang ini ;
10)  Melaksanakan penetapan Hakim ;
¨      Hakim ;
-         Berdasarkan ketentuan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman disebutkan :
Hakim adalah hakim pada Mahkamah Agung dan hakim pada badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan hakim pada pengadilan khusus yang berada dalam lingkungan peradilan tersebut ;
-         Sedangkan tugas dan wewenang dari Hakim antara lain  sebagai berikut :
a)      Untuk kepentingan pemeriksaan Hakim di sidang Pengadilan, dengan penetapannya berwenang melakukan penahanan. (Pasal 20 ayat (3), Pasal 26 ayat (1) KUHAP) ;
b)      Memberikan penangguhan penahanan dengan atau tanpa jaminan hutang atau jaminan orang, berdasarkan syarat yang ditentukan. (Pasal 31 ayat (1) KUHAP) ;
c)      Mengeluarkan Penetapan agar Terdakwa yang tidak hadir di Persidangan tanpa alasan yang sah setelah dipanggil secara sah untuk kedua kalinya, dihadirkan dengan paksa pada sidang pertama berikutnya. (Pasal 154 ayat (6) KUHAP) ;
d)      Menentukan tentang sah atau tidaknya segala alasan atas permintaan orang yang karena pekerjaannya, harkat, martabat atau jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia dan minta dibebaskan dari keajiban sebagai saksi. (Pasal 170 KUHAP) ;
e)      Mengeluarkan perintah penahanan terhadap seorang saksi yang diduga telah memberikan keterangan palsu di persidangan baik karena jabatannya atau atas permintaan Penuntut Umum atau Terdakwa. (Pasal 174 ayat (2) KUHAP) ;
f)        Memerintahkan perkara yang diajukan oleh Penuntut Umum secara singkat agar diajukan ke sidang pengadilan dengan acara biasa setalah adanya pemeriksaan tambahan dalam waktu 14 hari akan tetapi Penuntut Umum belum juga dapat menyelesaikan pemeriksaan tambahan tersebut. (Pasal 203 ayat (3) huruf b KUHAP) ;
g)      Memberikan penjelasan terhadap hukum yang berlaku, bila dipandang perlu dipersidangan, baik atas kehendaknya sendiri maupun atas permintaan Terdakwa atau Penasihat Hukumnya. (Pasal 221 KUHAP) ;
h)      Memberikan perintah kepada seorang untuk mengucapkan sumpah atau janji di luar sidang. (Pasal 223 ayat (1) KUHAP) ;
¨      Upaya Hukum
-         Atas Putusan Hakim, dapat dilakukan Upaya Hukum berupa Banding, Kasasi maupun Peninjauan Kembali ;
-         Selain itu ada pula Upaya Hukum Luar Biasa berupa Kasasi Demi Kepentingan Hukum yang diajukan terhadap semua Putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan Peninjauan Kembali.
Ø      RUU KUHAP
¨      Penyidik
-         Sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 2 RUU KUHAP yang menyebutkan :
Penyidik adalah pejabat Kepolisian Negera Republik Indonesia, pejabat pegawai negeri tertentu, atau pejabat lain yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan dalam mencari kebenaran materiel dengan cara mengumpulkan bukti-bukti yang dengan bukti tersebut menjadikan terang tindak pidana yang terjadi dan menentukan tersangkanya.
-         Penuntutan adalah sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 1 RUU KUHAP yang menyebutkan :
Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mencari kebenaran materiel dengan cara mengumpulkan bukti-bukti yang dengan bukti tersebut menjadikan terang tindak pidana yang terjadi dan menentukan tersangkanya.
¨      Penuntut Umum
-         Sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 4 RUU KUHAP yang menyebutkan :
Penuntut Umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan putusan pengadilan atau penetapan hakim.
-         Sedangkan Jaksa adalah sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 angka 5 RUU KUHAP yang menyebutkan :
Jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi wewenang untuk bertindak sebagai penuntutumum dan pelaksana putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetapserta wewenang lain berdasarkan undang-undang.
-         Dan yang dimaksud dengan Penuntutan adalah sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 3 RUU KUHAP yang menyebutkan :
Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk menentukan suatu perkara tindak pidana dapat dilakukan penuntutan atau tidak, membuat surat dakwaan, dan melimpahkan perkara pidana ke pengadilan yang berwenang dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan.
¨      Hakim
-         Terdiri dari HAKIM dan HAKIM KOMISARIS ;
-         Yang dimaksud dengan HAKIM adalah sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 6 RUU KUHAP yang menyebutkan :
Hakim adalah pejabat pengadilan atau pejabat lain yang diberi wewenang oleh Undang-Undang ini atau undang-undang lain untuk melakukan tugas kekuasaan kehakiman.
-         Sedangkan HAKIM KOMISARIS adalah sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 angka 7 RUU KUHAP yang menyebutkan :
Hakim Komisaris adalah pejabat pengadilan yang diberi wewenang menilai jalannya penyidikan, penuntutan, dan wewenang lain yang ditentukan dalam Undang-Undang ini.
¨      Upaya Hukum
-         Adalah sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 9 RUU KUHAP yang menyebutkan :
Upaya Hukum adalah usaha untuk melawan penetapan hakim atau putusan pengadilan yang berupa perlawanan, banding, kasasi, kasasi demi kepentingan hukum, dan peninjauan kembali.
Sumber :
  1. Lilik Mulyadi, 1996, Hukum Acara Pidana, Suatu Tinjauan Khusus Terhadap Surat Dakwaan, Eksepsi dan Putusan Peradilan, Bandung, Citra Aditya Bakti.

7.      Jelaskan Sistem Peradilan Pidana Anak berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2012 dengan yang berlaku di Negara Amerika dan Belanda ?
¨      Sistem Peradilan Pidana Anak berdasarkan UU Nomor 11 tahun 2012 :
Pasal 2 UU nomor 11 Tahun 2012 menyebutkan azas-azas Sistem Peradilan Pidana Anak :
a.       Azas perlindungan ;
b.      Azas keadilan ;
c.       Azas nondiskriminasi ;
d.      Azas kepentingan terbaik bagi anak ;
e.       Azas penghargaan terhadap pendapat anak ;
f.        Azas kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak ;
g.       Azas pembinaan dan pembimbingan anak ;
h.       Azas proporsional ;
i.         Azas perampasan kemerdekaan dan pemidanaan sebagai upaya terakhir ;
j.        Azas penghindaran pembalasan ;
Sedangkan untuk pemidanaan, sebagaimana termuat dalam Pasal 71 UU Nomor 11 Tahun 2012, pidana pokok bagi anak terdiri dari :
a)      Pidana peringatan ;
b)      Pidana dengan syarat :
    • Pembinaan di luar lembaga pemasyarakatan ;
    • Pelayanan masyarakat atau ;
    • Pengawasan ;
c)      Pelatihan kerja ;
d)      Pembinaan dalam lembaga dan ;
e)      Penjara ;
Jaminan hak anak yang sedang mengikuti proses peradilan pidana :
a.       Diperlakukan secara manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan sesuai dengan umurnya ;
b.      Dipisahkan dari orang dewasa ;
c.       Memperoleh bantuan hukum dan bantuan lain secara efektif ;
d.      Melakukan kegiatan rekreasional ;
e.       Bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan lain yang kejam, tidak manusiawi serta merendahkan derajat dan martabatnya ;
f.        Tidak dijatuhi hukuman mati atau penjara seumur hidup ;
g.       Tidak ditangkap, ditahan atau dipenjara kecuali sebagai upaya terakhir dan dalam waktu yang paling singkat ;
h.       Memperoleh keadilan di muka pengadilan anak yang obyektif, tidak memihak dan dalam sidang yang tertutup untuk umum ;
i.         Tidak dipublikasikan identitasnya ;
j.        Memperoleh pendampingan orang tua / wali dan orang yang dipercaya oleh anak ;
k.      Memperoleh advokasi sosial ;
l.         Memperoleh kehidupan pribadi ;
m.     Memperoleh aksesibilitas, terutama bagi anak cacat ;
n.       Memperoleh pendidikan ;
o.      Memperoleh pelayanan kesehatan ;
p.      Memperoleh hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan ;
Sedangkan bagi anak yang sedang menjalani masa pidana berhak memperoleh :
a)      Mendapat pengurangan masa pidana ;
b)      Memperoleh asimiliasi ;
c)      Memperoleh cuti mengunjungi keluarga ;
d)      Memperoleh pembebasan bersyarat ;
e)      Memperoleh cuti menjelang bebas ;
f)        Memperoleh cuti bersyarat ;
g)      Memperoleh hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan ;
¨      Sistem Peradilan Pidana Anak di Belanda :
o       Pengadilan Belanda dilengkapi pula dengan kinder strafrecht dan dibentuknya Hakim Anak (kinder rechter) dengan Undang-undang 5 Juli 1921 yang berlaku 1 November 1922. Dengan demikian negeri Belanda sudah mempunyai pengalaman dalam peradilan anak selama lebih baik dari setengah abad ;
o       Dalam hal  seseorang telah mencapai usia 16 tahun, tetapi belum 18 tahun pada saat delik dilakukan, dalam hal pidana kurungan, termasuk kurungan pengganti tidak berlaku. Pidana kurungan untuk anak (juvenile detention) yang kurang dari 4 jam dan tidak boleh lebih dari 14 hari menggantikan pidana kurungan ini.
¨      Sistem Peradilan Pidana Anak di Amerika :
Pengadilan anak (juvenile court) didasarkan pada asas parent patriae, dimana penguasa harus bertindak apabila anak membutuhkan pertolongan dan bagi anak yang melakukan kejahatan tidak dijatuhi hukuman pidana tetapi harus dilindungi dan diberikan bantuan sesuai kebutuhan si anak.
Sumber :
·        Barda Nawawi Arief, 2002, Perbandingan Hukum Pidana, Jakarta, RajaGrafindo Persada.     
·        http://sulaimanzuhdimanik.blogspot.com/2008/03/perlindungan-khusus-bagi-anak-yang.html

8.      Jelaskan Perumusan Delik Pembunuhan di Indonesia dan Arab Saudi ?  contohnya ?
Ø      Delik Pembunuhan di Indoensia
-         Yaitu sebagaimana tercantum di dalam Pasal 338 KUHP yang mempunyai unsur-unsur :
1.      Barang siapa ;
2.      Dengan sengaja ;
3.      Menghilangkan jiwa orang lain
-         Pelaku tindak pidana yang melanggar Pasal 338 KUHP mendapat ancaman pidana maksimal 15 (lima belas) tahun penjara ;
-         Contohnya : A menusuk B dengan menggunakan pisau yang menyebabkan B meninggal dunia, maka A dapat dikenakan melanggar Pasal 338 KUHP ;
-         Apabila pembunuhan tersebut didahului dengan perencanaan, maka akan dikenakan Pasal 340 KUHP dengan ancaman pidana mati atau penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya 20 tahun.
-         Contohnya : A meminjam pistol dari B yang akan digunakan untuk menembak C, kemudian A benar-benar menembak C sehingga C meninggal dunia, maka A dapat dikenakan melanggar Pasal 340 KUHP, dikarenakan A telah merencanakan terlebih dahulu pembunuhan terhadap C dengan meminjam pistol dari B.
Ø      Delik Pembunuhan di Arab Saudi
-         Sebagai negara yang menerapkan Syariat Hukum Islam secara mutlak, maka di Arab Saudi menerapkan Hukum Islam sebagai cara penegakan hukumnya ;
-         Dalam Ensiklopedia Hukum Islam sebagaimana dikutip oleh Sri Endah Wahyuningsih, menyebutkan bahwa “Hukuman menurut hukum Islam hanya dikenakan kepada pelaku tindak pidana, karena pertanggungjawaban tindak pidana hanya di pundak pelakunya. Orang lain tidak boleh dilibatkan dalam tindak pidana yang dilakukan seseorang” ;
-         Terhadap perkara pembunuhan, Rasulullah memutuskan bahwa kepada si pembunuh atau ashabahnya diwajibkan membayar DIYAT sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan yang diserahkan kepada ahli waris korban pembunuhan tersebut. Ketentuan dari Rasulullah tersebut, masih diterapkan di Arab Saudi sampai saat ini.
-         Contohnya : Seorang Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Arab Saudi membunuh majikannya yang orang Arab Saudi, kemudian pelaku di pengadilan memohon ampunan dan bersedia membayar diyat, yang diyat tersebut dibayarkan oleh Pemerintah Indonesia, dan keluarga korban menerima permohonan ampunan dari pelaku dan menerima pembayaran diyat dari pelaku, maka pengadilan membebaskan pelaku dari hukuman pancung.
Sumber :
·        R. Soesilo, 1996, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Bogor, Politea.
·        Sri Endah Wahyuningsih,  2013, Perbandingan Hukum Pidana Dari Perspektif Religious Law System, Semarang, Unissula Press.     

9.      Jelaskan Hasil Perbandingan Pidana Dalam Rekonstruksi Hukum Pidana Nasional ?
Hasil Perbandingan Hukum Pidana dalam Rekonstruksi Hukum Pidana Nasional adalah bahwa terhadap Hukum Pidana Nasional perlu adanya pembaharuan, sebagaimana pendapat dari Tahir Tungadi yang menyatakan, “Perbandingan Hukum pidana bermanfaat karena :
a.      Berguna untuk unifikasi(dan kodifikasi nasional regional dan internasional ;
b.      Berguna untuk harmonisasi hukum ;
c.       Untuk pembaharuan hukum yaitu Perbandingan Hukum memperdalam pengetahuan tentang hukum nasional dan dapat secara obyektif melihat kebaikan dan kekurangan hukum nasional ;
d.      Unutk menentukan azas-azas umum dari hukum (terutama bagi para hakim dan pengadilan-pengadilan internasional, penting untuk menentukan the general principles of law yang merupakan sumber penting dari hukum publik internasional) ;
e.       Sebagai ilmu pembantu bagi Hukum Perdata Internasional ;
f.        Diperlukan dalam program pendidikan bagi penasihat-penasihat hukum pada lembaga-lemabaga perdagangan internasional dan kedutaan-kedutaan.
Sumber :
·        Barda Nawawi, 1990, Perbandingan Hukum Pidana, Jakarta, Rajawali Press.

10.  Bagaimanakah pendapat Saudara tentang Delik Santet dan Penghinaan Agama ?
¨      Delik Santet merupakan Delik Baru di dalam RUU KUHP yang diatur di dalam Pasal 293 RUU KUHP dengan Penjelasan Pasal 293 RUU KUHP sebagai berikut : “Ketentuan ini dimaksudkan untuk mengatasi keresahan masyarakat yang ditimbulkan oleh praktik ilmu hitam (black magic), yang secara hukum menimbulkan kesulitan dalam pembuktiannya. Ketentuan ini dimaksudkan juga untuk mencegah secara dini dan mengakhiri praktik main hakim sendiri yang dilakukan oleh warga masyarakat terhadap seseorang yang dituduh sebagai dukun teluh (santet).” Delik ini di dalam prakteknya akan mengalami kesulitan di dalam pembuktiannya karena secara normatif di dalam hukum tidak dikenal dengan perkara-perkara yang berkaitan dengan hal-hal yang ghaib, kemudian akan menimbulkan kerumitan, siapa yang harus membuktikan dan dengan cara bagaimana membuktikannya di persidangan.
¨      Delik Penghinaan Agama telah diatur di dalam KUHP yang berlaku saat ini yaitu di dalam Pasal 156a, yaitu :
Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun, barangsiapa dengan sengaja dimuka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan :
a.      yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia ;
b.      dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apapun juga yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Delik penghinaan terhadap agama merupakan delik yang dapat dibuktikan di persidangan baik dari bukti surat maupun bukti saksi dan berbeda dengan delik santet yang sulit pembuktiannya.
Sumber :
·        R. Soesilo, 1996, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Bogor, Politea.



[1] Hakim pada Pengadilan Negeri Tegal ;

Kecelakaan Lalu Lintas

    Ritual Mudik menjelang Hari Raya Idul Fitri telah tuntas dilakukan dengan berbagai variasinya. Masyarakat yang mudik dengan mengguna...