Senin, 12 Januari 2015

Renungan Awal Pekan (12012015) :
SIFAT SEORANG SARJANA (AHLI) HUKUM
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa saat ini terdapat begitu banyak SARJANA HUKUM, yang tentunya paham dan mengerti tentang teori hukum akan tetapi belum tentu memahami di dalam penerapannya di dalam kehidupan bermasyarakat, lebih khusus lagi terhadap para HAKIM. Meski demikian keahlian seorang sarjana hukum (dalam hal ini adalah HAKIM) akan sangat tergantung dari pendidikan yang dia terima. Dalam hal ini tepat kiranya pendapat dari guru kita, Prof. Satjipto Rahardjo yang mengatakan bahwa, "Pendidikan sebagai suatu unsur dalam proses sosialisasi seorang hakim akan menentukan kerangka berpikir dan mengambil keputusan."
Sudah sangat jamak terjadi bahwa, apabila berdiri suatu lembaga pendidikan tinggi yang baru berupa sebuah Universitas, maka akan muncu pula Fakultas Hukum yang baru, yang dari segi kuantitas, tentunya akan menambah jumlah lulusan SARJANA HUKUM yang baru akan tetapi dari segi kualitas, masih perlu penelitian yang lebih lanjut apakah bertambahnya Fakultas Hukum berbanding lurus dengan kualitas SARJANA HUKUM yang dihasilkannya.
Dalam hal ini kiranya perlu dicermati pendapat dari Prof. Drs. Notonagoro, SH, yang mengatakan bahwa untuk menjadi SARJANA (AHLI) HUKUM yang sejati, orang harus mempunyai sifat :
1. HOMO ETHIKUS (MANUSIA SUSILA) ;
2. HOMO POLITIKUS (Manusia yang mempunyai kecakapan memenuhi dinamika hukum, penyesuaian hukum dengan keadaan, kebutuhan dan kepentingan hidup bersama) ;
3. HOMO YURIDIKUS (Manusia yang mempunyai kecakapan teknis yuridis).
ad. 1. HOMO ETHIKUS :
Merupakan dasar kesediaan jiwa bagi seorang ahli hukum yaitu mengenai kehendak yang menjadi pendorong segala perbuatan manusia yang mengenai lapangan hukum, sehingga homo ethikus menjadi sifat kemanusiaan dan kemanusiaan Pancasila dari pada kepribadian seorang sarjana (ahli) hukum. Sehingga dengan demikian seorang sarjana (ahli) hukum harus mempunyai sifat damai, adil, paramarta yaitu pengamal kesejahteraan dan kebahagiaan.
ad. 2. HOMO POLITIKUS :
Yaitu seorang sarjana (ahli) hukum mempunyai tugas menyelenggarakan politik hukum, yaitu mengadakan perubahan dan meniadakan hukum dalam arti luas yang juga meliputi bagian melaksanakan dan mempertahankan hukum, membangun hukum yang berlaku (ius consitutum) menjadi hukum yang baru (ius constituendum).
ad. 3. HOMO YURIDIKUS :
Yaitu sifat yang dibutuhkan oleh seorang sarjana (ahli) hukum yang diperlukan guna mempunyai kecakapan teknis yuridis dalam usaha memperoleh isi dan bentuk susunan hukum, yang meliputi seluruh perbuatan dalam lapangan hukum.
Sifat ini yaitu ada 2 (dua) yaitu :
1. Sifat berilmu, yaitu sifat yang diperoleh kesediaan dan kecakapan memperoleh pengetahuan menurut aturan imu pengetahuan ;
2. Sifat berpengatahuan, yang apaabila telah diperoleh pengetahuan secara ilmiah mengeni hukum.
Kiranya dari sifatsifat tersebut, dapatlah kita sebagai sarjana (ahli) hukum apalagi sebagai seorang HAKIM, dapat melakukan instrospeksi diri, mengenai diri kita sendiri, mudah-mudahan bisa menjadikan diri kita sebagai HAKIM yang lebih berkualitas di kemudian hari.

Rabu, 07 Januari 2015

Renungan Awal Pekan (05012015) :
LAW AS THE INSPIRING FACTOR OF SOCIAL CHANGES (Lanjutan)
Sebagaimana kita ketahui bahwa selama Hukum masih belum berbentuk Undang-Undang maka HUkum akan selalu bersifat DINAMIS dan TERBUKA terhadap setiap perubahan sosial yang terjadi. sehingga dengan demikian peranan dari para ahli hukum sangat diperlukan dalam memberikan inspirasi terhada terbentuknya suatu Hukum Tertulis yang baru.
Dalam pandangan penulis, inspirasi tersebut tidak harus bersifat benar-benar baru kan tetapi dapat juga mengambil dari tradisi yang hidup dalam masyarakat (INSPIRATION NOT ONLY THE NEW ONES BUT IT CAN BE TAKEN FROM THE OLD FASHION TRADITION), sehingga diharapkan Hukum Tertulis yang baru merupakan WADAH dari keinginan-keinginan dari warga masyarakat sehingga tidak menjadikan Hukum Tertulis (Undang-Undang) sebagai barang terpinggirkan dan tidak dapat digunakan di dalam kehidupan bermasyarakat.
Dogmatik HUkum selalu mengatakan bahwa HUKUM ITU BUTA, yaitu tidak memandang kepada siapa hukum itu akan berlaku akan tetapi dalam pandangan penuis, selain dogma bahwa HUKUM ITU BUTA,akan tetapi HUKUM TIDAKLAH TULI, yaitu Hukum akan selalu mendengar setiap keluhan, keinginan dan harapan dari warga masyarakat yang ingin menegakkan hukum.
Banyak contoh tradisi ataupun adat istiadat yang hidup dalam masyarakat yang dapat dijadikan inspiarasi dari para ahli hukum dalam pembuatan suatu hukum tertulis. Misalkan, dalam salah satu hukum adat yang berlaku di suatu wilayah adat tertentu, dapat memaksa pelaku pelanggar adat diasingkan dari wilayah tersebut atau pelaku pelanggar adat dihukum untuk membayar denda berupa memberikan barang berupa bahan bangunan untuk pembangunan sarana dan prasarana di wilayah tersebut dan bentuk hukuman adat yang lain.
Hal-hal seperti disebutkan diatas inilah kiranya dapat menjadikan Hukum sebagai faktor yang menginspirasi dari perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat, sehingga perlu kiranya kemauan dan juga kemampuan dari para ahli hukum untuk bisa memberikan sumbang pemikiran sebagai sarana menginspirasi bidang hukum sehingga hukum (khususnya hukum yang tertulis) tidak menjadi obyek yang aneh di tengah-tengah kehidupan masyarakat.
Renungan Akhir Tahun (31/12/2014) :
LAW AS THE INSPIRING FACTOR OF SOCIAL CHANGES
Sebagian besar pakar hukum sepakat untuk tidak bersepakat mengenai pengertian dari HUKUM, akan tetapi semuanya sepakat bahwa hukum diperlukan di dalam kehidupan bermasyarakat.
Kehidupan bermasyarakat sangatlah dinamis dan akan selalu berkembang sesuai dengan perkembangan jaman, namun semua tetaplah harus sesuai dengan koridor hukum yang ada.
Guru kita, Prof. Satjipto Rahardjo pernah mengatakan bahwa "Hukum adalah sarana bagi perkembangan sosial" (Law as a tool of social engineering), hal ini berarti bahwa hukum berperan aktif dalam perkembangan sosial di dalam masyarakat. Namun, dalam bentuk apakah hukum berperan aktif dalam masyarakat ? Hal inilah yang memerlukan kajian lebih lanjut dari para ahli hukum.
Penulis hanya sedikit memaparkan pendapat bahwa sesungguhnya hukum harus menjadi faktor yang memberikan inspirasi bagi perubahan sosial (Law as the inspiring factor os social changes). Kenapa dikatakan demikian ?
Pada dasarnya hukum bersifat DINAMIS dan TERBUKA terhadap setiap adanya perubahan dalam masyarakat, namun apabila hukum tersebut sudah menjadi suatu produk Undang-Undang, maka otomatis hukum tersebut akan menjadi RIGID (kaku) dan tidak bisa ditawar-tawar lagi berlakunya. Oleh karenanya sebelum hukum tersebut menjadi suatu Undang-Undang yang notabene adalah merupakan produk dari suatu politik hukum dalam suatu negara, maka disanalah letak para ahli hukum di dalam memberikan penafsiran hukum terhadap suatu peristiwa yang terjadi dan akan terjadi di kemudian hari. Pada taahap ini hukum masih bersifat DINAMIS dan TERBUKA serta pada tahap inilah seharusnya hukum bersifat sebagai insprirasi bagi perubahan sosial, sehingga penulis berpendapat bahwa hukum tidak saja sebagai alat dari perubahan sosial akan tetapi hukum harus pula menjadi inspirasi dari adanya perubahan sosial.
Pada tahap hukum yang masih bersifat DINAMIS dan TERBUKA, tentunya diperlukan kecakapan dari para ahli hukum untuk memberikan inspirasi terhadap terjadinya suatu perubahan sosial dalam masyarakat, sehingga ketika terjadi suatu peristiwa, kita tidak menjadi GAGAP dengan alasan hukum belum mengaturnya. Kecakapan dari para ahli hukum tidak hanya diperoleh dari bangku kuliah di Fakultas Hukum akan tetapi yang lebih penting diperoleh dari DUNIA NYATA, dimana para ahli hukum itu berkayra dan mengabdikan ilmunya bagi masyarakat.
Tentu saja kita tidak akan pernah bisa mengetahui apa yang akan terjadi di kemudian hari, akan tetapi kita bisa memberikan perkiraan-perkiraan (utamanya) di bidang hukum, terhadap apa yang diminta dan dituntut masyarakt di kemudian hari. Hal inilah yang penulis sebut bahwa dengan adanya penafsiran-penafsiran hukum yang akan terjadi di kemudian hari, akan menjadikan hukum sebagai inspirasi bagi perubahan sosial.
Untuk itu dituntut kedalaman ilmu hukum dan juga pengalaman di bidang hukum yang bisa menjadikan seorang ahli hukum dapat memberikan penafsiran-penafsiran atas hukum yang (mungkin) akan terjadi di kemudian hari. Dan, hal ini merupakan tantangan bagi para ahli hukum untuk tidak tinggal diam di dalam setiap terjadinya perubahan sosial di dalam masyarakat. Penafsiran-penafsiran hukum tersebut nantinya akan diwujudkan dalam bentuk Undang-Undang yang akan mengatur hajat hidup masyarakat, sehingga di kemudian hari tidak ada lagi pernyataan dari masyarakat bahwa Undang-Undang yang ada tidak berpihak kepada kepentingan masyarakat tetapi kepada kepentingan pemilik modal.
Mudah-mudahan uraian singkat ini dapat menggugah kepedulian dari para ahli hukum untuk siap memberikan inspirasinya yang berguna bagi terjadinya suatu perubahan sosial dalam masyarakat.
Akhir kata, selamat libur tahun baru dan selamat tahun baru 2015, semoga di tahun mendatang menjadikan kita sebagai pribadi-pribadi yang lebih baik.

Kecelakaan Lalu Lintas

    Ritual Mudik menjelang Hari Raya Idul Fitri telah tuntas dilakukan dengan berbagai variasinya. Masyarakat yang mudik dengan mengguna...