Senin, 26 Februari 2018

Benang Kusut Penegakan Hukum

Seseorang pernah mengatakan bahwa jangan sampai kita berurusan dengan hukum sebab bagaikan kita lapor kehilangan seekor kambing tetapi akan keluar biaya sebesar harga seekor sapi. Paradok yang sangat menohok bagi para penegak hukum, meskipun harus disadari bahwa masih ada aparat penegak hukum yang bekerja apabila ada upeti. Akan tetapi hanya segelintir aparat penegak hukum yang masih berperilaku demikian, meski demikian, harus diakui bahwa BERPERANG di muka hukum benar-benar membuat mual dan berdarah-darah bagi pelakunya, bagaikan mengurai benang yang kusut. Jalan panjang nan berliku akan ditemui ketika berperkara, dari mulai melaporkan suatu tindak pidana (khusus dalam bidang pidana), mengumpulkan alat bukti, diperiksa sebagai saksi di depan penyidik, proses persidangan yang panjang dan melelahkan sampai proses eksekusi atas suatu putusan hakim. Apabila dihitung dalam jumlah hari, dalam setiap perkara pidana setidaknya membutuhkan waktu 4-6 bulan hingga jatuhnya putusan hakim, belum terhitung untuk perkara-perkara rumit seperti perkara TIPIKOR. Oleh sebab itu akan muncul celah untuk BERMAIN secara tidak sehat, yaitu dengan menggunakan uang atau bahkan dengan kekuasaan yang dimilikinya. Hukum Acara Pidana yang sedang dalam tahap pembaharuan, harus mampu menjawab kegelisahan para pencari keadilan yaitu terlalu panjangnya proses mendapatkan keadilan. Harus ada terobosan dari para pembuat undang-undang untuk dapat memangkas waktu proses penegakan hukum dengan tidak menghilangkan esensi dari mencari kebenaran proses penengakan hukum. Apabila para pembuat undang-undang khususnya mengenai hukum acara mampu melakukannya maka akan menjadi hal yang luar biasa bahwa penegakan hukum di Indonesia tidak lagi memerlukan waktu yang lama dan bertele-tele. SEMOGA.

PENGAYOMAN

Padmo Wahyono menyebutkan ada 3 fungsi hukum (PENGAYOMAN) dilihat dari cara pandang berdasarkan asas kekeluargaan, yakni menegakkan demokrasi sesuai dengan rumusan tujuh pokok sistem pemerintahan negara, mewujudkan keadilan sosial sesuai dengan pasal 33 UUD 1945 dan menegakkan perikemanusiaan yang didasarkan kepada Ketuhanan Yang Masa Esa dan dilaksanakan secara adil dan beradab.(Hatta Ali, Peradilan Sederhana, Cepat dan Biaya RIngan Menuju Keadilan Rstoratif, PT. Alumni, Bandung 2012, hal. 38).

Kamis, 22 Februari 2018

REHABILITASI BAGI TERSANGKA ATAU TERDAKWA

Perihal Rehabilitasi terhadap Tersangka atau Terdakwa sudah diatur di dalam pasal 97 KUHAP, yang menyebutkan :
(1) Seorang berhak memperoleh rehabilitasi apabila oleh pengadilan diputus bebas atau diputus lepas dari segala tuntutan hukum yang putusannya telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
(2) Rahabilitasi tersebut diberikan dan dicantumkan sekaligus dalam putusan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1);
(3) Permintaan rehabilitasi oleh Tersangka atas penangkapan atau penahanan tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan sebagaimana dimaksud dalam pasal 95 ayat (1) yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan, diputus oleh hakim praperadilan yang dimaksud dalam pasal 77.
Kaidah hukum dari pasal 97 ini adalah sebagai pengingat bagi penyidik ketika mulai melakukan penyidikan, harus disertai dengan prinsip kehati-hatian dan ketelitian, jangan sampai terjadi ERROR IN PERSONA atau salah orang yang diproses secara hukum.

JAUHI NARKOTIKA

Salah satu pintu masuk dari penggunaan narkotika adalah dengan cara merokok. Seseorang awalnya coba-coba merokok kemudian menjadi ketagihan dan karena ada pengaruh dari lingkungan di sekitarnya kemudian timbul rasa ingin tahu rasa rokok yang lain, yang terbuat dari ganja yang dilinting seperti rokok. Semakin lama menggunakan ganja akan membuat ketagihan dan ketergantungan sehingga tidak lagi merasa nikmat dengan rasa ganja. Pada akhirnya mencoba menggunakan narkotika dalam bentuk pil yang kemudian meningkat menggunakan shabu dan pada tingkatan tertinggi, akan menggunakan haroin, sehingga hanya ada 1 pilihan bagi pemakainya yaitu MATI. Oleh sebab itu maka harus ada penyadaran bahwa kita harus menjauhi narkotika sedari dini. Awasi anggota keluarga kita, anak-anak kita dan juga lingkungan kita, sebab pencegahan dan pemberantasan peredaran dan penggunaan narkotika secara ilegal hanya dapat dilakukan secara bersama sebab narkotika hanya akan menghancurkan kehidupan kita.

Selasa, 20 Februari 2018

NEGARA HUKUM BUKAN NEGARA KEKUASAAN

Paradigma pemikiran orang Indonesia saat ini masih dipengaruhi oleh pemikiran masa kalonial, yaitu berdirinya negara adalah berdasarkan kekuasaan, bukan berdasarkan hukum. Mohon maaf sebelumnya, sering terlihat di permukaan bahwa seseorang yang memegang kekuasaan, baik di bidang eksekutif, legislatif maupun yudikatif, masih merasa mempunyai kekuasaan untuk mengatur orang lain agar sependapat atau menurut pada pendapatnya. Hal yang wajar akan tetapi menjadi tidak wajar apabila perintah kepada orang lain tersebut dilakukan dengan cara-cara yang bertentangan dengan undang-undang. Meskipun seharusnya orang tersebut sadar bahwa untuk menciptakan keteraturan, dibutuhkan penegakan hukum yang kuat disamping adanya aparat penegak hukum yang bersih. Harus dipahami bahwa semenjak kemerdekaan, Indonesia sudah menyatakan diri sebagai negara hukum (recht staat) dan bukan negara kekuasaan (macht staat). Pola pikir ini yang harus selalu ditanamkan kepada seluruh elemen masyarakat, khususnya bagi orang-orang yang memegang kekuasaan. Pemaksaan kehendak apabila didasarkan pada kekuasaan semata jelas sangat dilarang. Contoh mudah sering kita temui di masyarakat, misalkan seseorang hendak melaksanakan suatu kegiatan (hajatan) yang dengan terpaksa harus menutup jalan di depan rumahnya, maka orang tersebut harus meminta ijin kepada pemerintah setempat dan pemerintah setempatpun akan mengkaji apakah permohonan tersebut dapat dikabulkan atau tidak, tentu dengan pertimbangan-pertimbangan yang diambil secara bijaksana. Sebagai pemegang kekuasaan, tentu pemerintah setempat mempunyai hak unutk menolak permohonan tersebut, tetapi akan lebih bijaksana apabila penolakan tersebut disertai dengan penjelasan dan solusi yang baik sehingga pemohon sebagai orang yang memiliki kepentingan dapat menerima keputusan tersebut. Ketertiban akan dapat dicapai apabila hukum dipatuhi dan ditaati oleh setiap elemen masyarakat sehingga hukum dapat mengambil peran secara efektif dalam menjaga ketertiban dan keamanan dalam masyarakat.

BAHAYA NARKOTIKA

Meskipun sama-sama sebagai EXTRA ORDINARY CRIME akan tetapi terdapat perbedaan antara tindak pidana korupsi (TIPIKOR) dengan tindak pidana penyalahgunaan narkotika. Pada TIPIKOR hanya dapat dilakukan olwh orang yang mempunyai kewenangan dan kesempatan, yaitu orang-orang yang berkuasa (pejabat/penyelenggara negara) atau orang-orang yang memiliki uang sehingga dapat menggunakan uang tersebut untuk melakukan tipikor, seperti melakukan suap. Sedangkan dalam tindak pidana penyalahgunaan narkotika dapat dilakukan oleh setiap orang tanpa memandang status seseorang. Setiap orang dapat terjerumus dalam peredaran ilegal narkotika bahkan penyalahgunaannya. Meski demikian, dua tindak pidana tersebut merupakan bahaya laten yang harus diwaspadai karena dapat merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh sebab itu setiap orang harus disadarkan akan bahaya keduanya dan harus memiliki tekad yang kuat untuk melakukan pemberantasan secara berkelanjutan. Jadikan negeri kita negeri yang bebas dari penyakit tipikor dan penyalahgunaan narkotika. Kalau bukan kita yang aktif mencegah dan memberantasnya, siapa lagi?

Jumat, 09 Februari 2018

LEBIH BAIK MENCEGAH

Pemberantasan tindak pidana korupsi seakan-akan tidak pernah berakhir, bahkan seakan-akan tindak pidana korupsi semakin merajalela, merambah ke segala lini kehidupan. Seharusnya hal ini menjadi fokus perhatian kita semua, bahwa mungkin terdapat hal yang salah dalam upaya pemberantasannya. Kita semakin terlena bahwa lebih mudah untuk memberantas dibandingkan upaya untuk mencegahnya. Dalam alam pemikian yang serba materialistis sekarang ini, upaya pencegahan merupakan upaya terakhir, mengingat segala hal dilakukan harus bernilaikan materi yang dapat dinikmati sesaat. Pakta intergritas yang selama ini dibanggakan sebagai upaya untuk mencegah seorang aparatur negara tidak melakukan tindak pidana korupsi, terbukti tidak efektif. Harus ada upaya yang lebih ekstrim untuk melakukan pencegahan seseorang melakukan tindak pidana korupsi. Semangat untuk mencegah perilaku koruptiflah yang harus digalakan sehingga membuat setiap aparatur negara menjadi segan untuk berperilaku koruptif dan juga mencegah masyarakat juga berperilaku koruptif. Harus ada sinergitas antar anggota masyarakat untuk saling mengingatkanakan bahayanya perilaku koruptif, termasuk di dalamnya adalah peran dari media massa maupun media online untuk terus membangkitkan semangat pencegahan tindak pidana korupsi. Sekarang saatnya kita mencegah korupsi bukan hanya memberantas korupsi.

Selasa, 06 Februari 2018

JANGAN HANYA SALAHKAN ANAK

Sudah terlalu banyak kasus anak yang berhadapan dengan hukum, termasuk kasus-kasus yang belum masuk proses penegakan hukum (pro justitia). Apapun yang dilakukan anak sebenarnya adalah hasil didikan dari orang tuanya, disamping faktor lingkungan pergaulan anak tersebut. Sehingga kita tidak bisa 100% menilai seorang anak adalah anak yang nakal ketika anak tersebut berbuat kenakalan. Ada faktor pengaruh orang tua dalam setiap karakter anak sebab anak adalah peniru yang baik dari perilaku orang tua, oleh karena itu, orang tua harus selalu memberikan contoh yang baik bagi anak-anaknya. Jangan sampai orang tua terkaget-kaget ketika anaknya harus berhadapan dengan hukum dengan alasan klasik yaitu anaknya adalah anak yang baik tidak mungkin melakukan perbuatan yang berakibat berhadapan dengan hukum. Apa yang dilakukan anak adalah cermin dari perilaku orang tuanya sehingga orang tua harus selalu mawas diri dalam berperilaku sehingga tidak dicontoh oleh anak-anaknya. Sudah saatnya kita menyelamatkan masa depan anak-anak Indonesia dari perilaku buruk dan merugikan demi masa depan bangsa yang lebih baik.

Senin, 05 Februari 2018

HAKEKAT HUKUM

Hukum mengajari kita tentang kesantunan, ketaatan dan kedisiplinan. Serorang yang taat hukum pasti akan bersikap santun dalam bertingkah laku, karena tidak mau menyakiti perasaan orang lain, juga akan mematuhi semua peraturan yang diterapkan serta disiplin dalam setiap kegiatannya. Hal ini merupakan konsekuensi dari setiap insan yang sadar hukum, sehingga terdapat ritme yang teratur dalam kegiatan sehari-hari. Perilaku demikian tentunya akan menciptakan kedamaian dan ketentraman dalam masyarakat.

Kecelakaan Lalu Lintas

    Ritual Mudik menjelang Hari Raya Idul Fitri telah tuntas dilakukan dengan berbagai variasinya. Masyarakat yang mudik dengan mengguna...