Senin, 27 Februari 2023

Bentuk Surat Dakwaan

Bentuk Surat Dakwaan


 Hari ini, kami akan sedikit menyampaikan materi mengenai Bentuk Surat Dakwaan dalam suatu perkara pidana. Pada dasarnya, Surat Dakwaan dibuat oleh Penuntut Umum. Secara awam, orang mengenal bahwa Penuntut Umum itu adalah Jaksa, meskipun harus dipahami bahwa sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), seorang Jaksa belum tentu seorang Penuntut Umum, tetapi seorang Penuntut Umum pasti seorang Jaksa. Akan tetapi dengan adanya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), maka sorang Penuntut Umum dari KPK belum tentu seorang Jaksa, hal ini dikarenakan berdasarkan ketentuan Pasal 51 ayat (1) UU nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU Nomor 19 Tahun 2019, menyebutkan bahwa "Penuntut adalah Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi yang diangkat dan diberhentikan oleh Komisi Pemberantasan Kosupsi."


Meskipun pada prakteknya di lapangan, Penuntut Umum dari KPK adalah juga seorang Jaksa akan tetapi ada juga Penuntut Umum dari KPK bukan seoang Jaksa, namun telah mendapatkan pendidikan dan pelatihan mengenai tugas-tugas Jaksa sebagai Penuntut Umum.

Selanjutnya mengenai Bentuk Surat Dakwaan maka akan tersaji sebagaimana tulisan di bawah ini.

Bentuk Surat Dakwaan


Dalam hukum pidana dikenal yang namannya surat dakwaan atau kalau di hukum perdata dikenal sebagai surat gugatan. Surat dakwaan ini yang merupakan awal dilakukannya proses penuntutan, dibuat oleh Penuntut Umum yang akan menjadi dasar dilakukannya pemeriksaan di persidangan.

M. Yahya Harahap mengatakan bahwa yang dimasud dengan surat dakwaan adalah surat atau akta yang memuat tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa yang disimpulkan dan ditarik dari hasil pemeriksaan penyidikan dan merupakan dasar serta landasan bagi hakim dalam pemeriksaan di muka sidang pengadilan. Sedangkan Andi Hamzah mengatakan bahwa yang dimaksud dengan surat dakwaan adalah dasar penting hukum acara pidana, karena berdasarkan hal yang dimuat dalam surat itu, hakim akan memeriksa perkara itu.

Selanjutnya mengenai surat dakwaan, diatur terperinci di dalam pasal 145 KUHAP yang menyebutkan:
(1) Penuntut Umum melimpahkan perkara ke pengadilan negeri dengan permintaan agar segera mengadili perkara tersebut disertai dengan surat dakwaan;
(2) Penuntut Umum membuat surat dakwaan yang diberi tanggal dan ditandatangani serta berisi: :
a. Nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan tersangka;
b. Uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwaakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan;
(3) Surat dakwaan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b, batal demi hukum;
(4) Turunan surat pelimpahan perkara beserta surat dakwaan disampaikan kepada tersangka atau kuasanya atau penasihat hukumnya dan penyidik, pada saat yang bersamaan dengan penyampaian surat pelimpahan perkara tersebut ke pengadilan negeri;

Mengenai bentuk surat dakwaan, dalam teori hukum acara pidana, dikenal beberapa bentuk surat dakwaan, antara lain adalah:
1) Dakwaan Tunggal, yaitu surat dakwaan yang disusun dengan hanya mencantumkan 1 (satu) pasal dari KUH Pidana yang akan didakwakan kepada Terdakwa. Misalnya, Penuntut Umum hanya mencantumkan pasal 362 KUH Pidana dalam surat dakwaannya. Pembuktiannya langsung pada pasal yang didakwakan;
2) Dakwaan Subsidairitas, yaitu surat dakwaan yang dibuat oleh Penuntut Umum dengan mencantumkan pasal yang didakwakan yang disusun secara subsidairitas atau disusun dari mulai dakwaan primair dilanjutkan dengan dakwaan subsidair dilanjutkan dengan dakwaan lebih subsidair dilanjutkan dengan dakwaan lebih lebih subsidair dilanjutkan dengan dakwaan lebih lebih lebih subsidair dan seterusnya. Biasanya tersusun hanya sampai pada tingkat lebih subsidair. Misalnya adalah dakwaan primair pasal 340 KUH Pidana, dakwaan subsidair pasal 338 KUH Pidana dakwaan lebih subsidair pasal 351 ayat (3) KUH Pidana. Demikian juga untuk tindak pidana korupsi atau tindak pidana lain yang tidak diatur di dalam KUH Pidana. Pembuktiannya dilakukan dengan membutikan dakwaan primair, jika tidak terbukti maka akan dibuktikan dakwaan subsidair, demikian seterusnya;
3) Dakwaan Alternatif, yaitu surat dakwaan yang disusun oleh Penuntut Umum dengan mencantumkan dakwaan pertama/kesatu diikui dengan kata ATAU dakwaan kedua dan seterusnya. Misalnya adalah dakwaan kesatu/pertama adalah pasal 330 KUH Pidana (pasal tentang perjudian) ATAU dakwaan kedua pasal 330 (bis) KUH Pidana (juga pasal tentang perjudian). Pembuktiannya langsung pada pasal yang kiranya sesuai dengan fakta yang terbukti selama persidangan;
4) Dakwaan Kumulatif, ada 2 (dua) bentuk dakwaan kumulatif, yaitu:
a) Surat dakwaan yang disusun dengan menggunakan kata DAN, misalnya dakwaan pertama/kesatu pasal 362 KUH Pidana DAN dakwaan kedua pasal 170 ayat (1) KUH Pidana, atau;
b) Surat dakwaan yang mengkumulatifkan antara dakwaan subsidairitas dengan dakwaan dakwaan alternatif, misalnya dakwaan primair pasal 340 KUH Pidana, dakwaan subsidair pasal 351 ayat (3) KUH Pidana ATAU pasal 170 ayat (1) KUH Pidana. Pembuktiannya dilakukan dengan cara melihat fakta hukum yang terbukti selama persidangan, yaitu apabila faktanya adalah pada dakwaan subsidairitas, maka dibuktikan dulu dakwaan primair yang apabila tidak terbukti akan dibuktikan dakwaan subsidair, atau apabila fakta hukum yang terbukti adalah dakwaan alternatif, maka akan langsung dibuktikan dakwaan alternatif.

Demikian penjelasan singkat mengenai metode penyusunan surat dakwaan agar bisa menjadi pengetahuan kita bersama saat kita mendapat berita mengenai persidangan suatu kasus tindak pidana.Mengenai pertimbangan majelis hakim terhadap surat dakwaan dari Penuntut Umum akan kami bahas pada bagian yang lain. Terima kasih.

Kamis, 23 Februari 2023

KEJAHATAN TERHADAP KETERTIBAN UMUM (Bagian 14 - 1)

 KEJAHATAN TERHADAP KETERTIBAN UMUM (Bagian 14 - 1)

 

 

Melanjutkan pembahasan tentang kejahatan terhadap ketertiban umum, maka kita akan membahas ketentuan pasal 167 KUH Pidana yang akan kami bahas dalam 2 (dua) bagian. Pasal 167 KUH Pidana menyebutkan sebagai berikut :

(1)  Barangsiapa dengan melawan hak orang lain masuk dengan memaksa ke dalam rumah maupun ruangan yang tertutup atau pekarangan, yang dipakai oleh orang lain, atau sedang ada disitu dengan tidak ada haknya, tidak dengan segera pergi dari tempat itu atas permintaan orang yang berhak atau atas nama orang yang berhak, dihukum penjara selama-lamanya 9 (sembilan) bukan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 4.500,00 (empat ribu lima ratus rupiah);

(2)  Barangsiapa masuk dengan memecah atau memanjat, memakai kunci palsu, perintah palsu atau pakaian dinas palsu atau barangsiapa dengan tidak setahu yang berhak dan lain daripada lantaran keliru, masuk ke tempat yang tersebut tadi dan kedapatan di sana pada waktu malam, dianggap sebagai sudah masuk dengan memaksa (lihat ketentuan Pasal 98 KUH Pidana);

(3)  Jika ia mengeluarkan ancaman atai memakai daya upaya yang dapat menakutkan, maka dihukum penjara selama-lamanya 1 (satu) Tahun 4 (empat) Bulan;

(4)  Hukuman yang ditentukan dalam ayast (1) dan (3) dapat ditambah dengan sepertiganya, kalau kejahatan itu dilakukan oleh 2 (dua) orang bersama-sama atau lebih (lihat ketentuan Pasal 88 KUH Pidana, Pasal 168 KUH Pidana, Pasal 235 KUH Pidana, Pasal 363 KUH Pidana, Pasal 365 KUH Pidana dan Pasal 429 KUH Pidana).

 

Dari ketentuan Pasal 167 KUH Pidana tersebut, dapat dijelaskan seacra singkat sebagai berikut :

1.    Kejahatan ini biasanya disebut huisvredebreuk atau pelanggaran hak kebebasan rumah tangga;

2.    Perbuatan yang diancam hukuman dalam pasal ini adalah :

a.    Dengan melawan hak masuk dengan paksa ke dalam rumah, ruangan tertutup dan sebagainya;

b.    Dengan melawan hak berada di rumah, ruangan tertutup tersebut, tidak dengan segera pergi dari tempat itu atas permintaan orang yang berhak atau atas nama orang yang berhak;

3.    Masuk begitu saja belum berarti masuk dengan paksa, yang dimaksud dengan masuk dengan paksa ialah masuk dengan melawan kehendak yang dinyatakan lebih dahulu dari orang orang yang berhak;

Pernyataan kehendak ini bisa terjadi dengan berbagai cara, misalnya :

a)    Dengan perkataan, dengan perbuatan dengan tanda tulisan Dilarang Masuk atau tanda-tanda lain yang sama artinya dan dapat dimengerti oleh orang di daerah itu;

b)    Dengan pintu pagar atau pintu rumah yang hanya ditutup begitu saja belum berarti bahwa orang tidak boleh masuk, apabila pintu itu dikunci dengan kunci atau alat pengunci lain atau ditempel dengan tulisan Dilarang Masuk, maka barulah berarti, bahwa orang tidak boleh masuk di tempat tersebut;

c)    Seorang penagih hutang, penjual sayur, pengemis dan lain-lain yang masuk ke dalam pekarangan atau rumah orang yang tidak memekai tanda Dilarang Masuk atau pintu yang dikunci, itu belum berarti masuk dengan paksa dan tidak bisa dihukum;

d)    Akan tetapi jika kemudian orang yang berhak lalu menuntut supaya mereka itu pergi, mareka harus segera meninggalkan tempat tersebut. Jika tuntutan itu diulangi sampai 3 (tiga) kali tidak diindahkan, maka mereka sudah dapat dihukum;

e)    Orang yang masuk ke dalam rumah orang lain, sedang yang punya rumah melarangnya dnegan berkata Tidak Boleh atau dengan jalan menghalang-halangi pintunya akan tetapi ia memaksa saja untuk masuk, itu sudah boleh dikatakan masuk dengan paksa dan dapat dihukum. (BERSAMBUNG).

 

 

 

 

 

Rabu, 22 Februari 2023

KEJAHATAN TERHADAP KETERTIBAN UMUM (Bagian 13)

 KEJAHATAN TERHADAP KETERTIBAN UMUM (Bagian 13)

 

Melanjutkan pembahasan mengenai kejahtan terhadap ketertiban umum, maka selanjutnya kita akan membahas ketertuan Pasal 166 KUH Pidana yang menyebutkan sebagai berikut :

 

“Ketentuan Pasal 164 KUH Pidana dan Pasal 165 KUH Pidana tidak berlaku bagi orang, jika pemberitahuan itu akan mendatangkan bahaya penuntutan hukuman bagi dirinya, bagi salah satu kaum keluarganya sedarah atau keluarganya karena perkawinan dalam keturunan yang lurus atau derajatkedua tau ketiga dari keturunan menyimpang bagi suaminya (istrinya) atau bekas suaminya (istrinya) atau bagi seorang lain, yang kalau dituntut, boleh ia meminta supaya tidak usah memberikan keterangan sebagai saksi, berhubung dengan jabatan atau pekerjaannya.” (Lihat ketentuan Pasal 221 huruf s KUH Pidana, Pasal 367 KUH Pidana, Pasal 370 KUH Pidana, Pasal 394 KUH Pidana, Pasal 494 KUH Pidana dan Pasal 525 KUH Pidana).”

 

Dari ketentuan Pasal 166 KUH Pidana ini secara singkat dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Tentang keluarga sedarah, keluarga perkawinan, keturunan lurus dan menyimpang dan tentang derajat, lihat ketentuan Pasal 72 KUHP;

2. Ketentuan Pasal 72 KUH Pidana pada pokoknya mengatur tentang siapa yang dapat mengajukan pengaduan atas suatu tindak pidana yang bersifat aduan yaitu tindak pidana yang hanya dapat dilaporkan oleh keluarga dari pelaku kejahatan, misalnya adalah tindak pidana pencurian dalam keluarga;

3.  Mengenai ketentuan orang yang dapat meminta tidak usah menjadi saksi atau disebut dengan hak undur diri dari kesaksian, ialah

·   Sebagaimana diatur di dalam Pasal 274 HIR (Het Indische Reglemen / Reglemen Indonesia yang diperbaharui), yaitu :

a)  Keluarga sedarah atau keluarga karena perkawinan dalam turunan lurus ke atas atau ke bawah dari orang yang didakwa atau dari salah seorang kawannya yang sama didakwa, contohnya orang tua Terdakwa, kakak/adek dari Terdakwa, suami/istri dari Terdakwa dan lain sebagainya;

b)  Saudara laki-laki dan saudara perempuan, ipar laki-laki atau perempuan dari orang yang didakwa atau salah seorang kawannya yang sama didakwa, termasuk saudara ibu atau saudara bapak, baik laki-laki maupun perempuan yang terhubung karena perkawinandan anak saudara laki-laki atau anak saudara perempuan;

c)  Suami atau istri dari orang yang didakwa atau salah seorang kawannya yang sama didakwa, biarpun sudah bercerai.

·   Sebagaimana diatur di dalam Pasal 277 HIR (Het Indische Reglemen / Reglemen Indonesia yang diperbaharui), yaitu :

- Orang-orang yang karena martabatnya, pekerjaanya yang sah diwajibkan menyimpan rahasia, akan tetapi hanya mengenai hal-hal yang diberitahukan kepadanya karena martabat atau jabatannya itu, misalnya dokter, pemuka agama dan lain sebagainya. (BERSAMBUNG).

4.     

 

 

Kamis, 16 Februari 2023

Menulislah Maka Namamu Akan Dikenal

 Menulislah Maka Namamu Akan Dikenal



Hari ini kami buatkan tulisan yang mungkin bisa memberikan inspirasi kepada kita semua. Tulisan ini berkaitan dengan keadaan riil di Indonesia yang minim literasi (bahan tulisan) dan minim atau rendahnya minat membaca bahan bacaan yang berkualitas, meskipun disampaikan melalui media sosial sekalipun. Dalam tulisan ini Admin akan menggunakan penyebutan SAYA untuk mempermudah dalam membacanya.

Berawal dari sekitar tahun 2013 saat bertugas di Tegal, saya diberikan kesempatan untuk mengambil kuliah Magister Hukum tapi kuliahnya di Semarang. Kuliah setiap akhir pekan yaitu Jum'at dan Sabtu, terkadang sampai hari Minggu, bolak balik Tegal Semarang, benar-benar penuh perjuangan dan alhamdulillah bisa selesai.

Pada saat kuliah S2 tersebut, saya mendapatkan tugas untuk menulis berbagai macam makalah hukum dengan beebagai judul dan topik. Dari kebiasaan menulis berbagai makalah tersebut, akhirnya ketika lulus S2 di tahun 2015, kebiasaan tersebut berlanjut, meskipun tidak sesering saat masih kuliah.

Perlahan namun pasti, saya berhasil menulis beberapa topik hukum, kemudian karena dari tahun 2015 saya sudah menjadi penulis di Blogger (santhoshakim.blogger.com), maka terpikirkan bahwa saya sebagai seorang sarjana hukum memiliki kewajiban untuk membagikan ilmu saya kepada masyarakat, sehingga kemudian di tahun 2016, saya membuat Halaman Belajar Hukum itu Mudah (BHiM) ini. Harapan saya supaya bisa memberikan pencerahan di bidang hukum kepada masyarakat semampu saya.

Dari tahun 2015, saya sudah sering mengirimkan tulisan saya yang diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris ke beberapa Jurnal Internasional dan sempat kurang lebih 4 (empat) kali terbit. Dari hal tersebut, makalah saaya mulai menjadi rujukan dari beberapa adik-adik mahasiswa dari beberapa perguruan tinggi bahkan beberapa orang Hakim Agung Indonesia juga menggunakannya sebagai dasar penulisan Disertasi (S3) beliau, tentunya dengan penambahan bahan tulisan yang lebih lengkap.

Kemudian, dari tahun 2016, saya mencoba untuk mendaftarkan diri pada beberapa Seminar Internasional namun saya lebih memilih yang diadakan di luar negeri, dengan pertimbangan bahwa saya akan lebih banyak belajar dari para pakar yang berasal dari luar negeri. Dan alhamdulillah, beberapa kali saya diundang sebagai pembicara di Seminar Internasional, diantaranya yang diadakan di Kuala Lumpur, Bangkok dan SIngapura. Namun ada satu Seminar Internasional yang terpaksa dibatalkan, yaitu yang diadakan di London pada tahun 2020 dikarenakan ada saat itu sedang puncaknya penyebaran Covid-19, meskipun pada saat itu saya sudah persiapan untuk berangkat ke London.

Beberapa tahun belakangan ini, saya mencoba untuk mendaftarkan diri pada program beasiswa S3 di luar negeri. Pasti banyak yang bertanya kenapa tidak mengambil beasiswa S3 di dalam negeri, hal ini dikarenakan hampir seluruh beasiswa S3 di dalam negeri dibatasi oleh usia yaitu maksimal 45 tahun sedangkan usia saya sendiri sudah diatas 45 tahun, jadi tidak akan mungkin diterima.

Dari beberapa penawaran beasiswa dari luar negeri tersebut, sebagian ada yang mengenakan biaya atas pendaftarannya yang besarannya cukup besar dalam kurs rupiah meskipun beasiswa yang diberikan merupakan beasiswa penuh, dalam arti selain uang kuliah juga ditanggung biaya hidup, termasuk kalo membawa suami/istri, uang penelitian termasuk tiket pesawat pulang pergi ke Indonesia sebanyak 2 (dua) kali dalam satu tahun. Karena memang saya tidak memiliki biaya untuk membayar biaya pendaftaran, maka saya tetap mencari yang bebas biaya pendaftaran dan alhamdulilah saya mendapatkan beberapa penawaran dari perguruan tinggi di Rusia, sambil menunggu juga jawaban atas pendaftaran di Hungaria maupun Rumania.

Mungkin banyak yang bertanya bagaimana bisa mendapatkan penawaran tersebut? Pada dasarnya ketika kita mendaftar, selalu ada kolom dalam formulir pendaftaran yang berisi link website yang berkaitan dengan keaktifan kita menulis secara online atau apabila kita mempunyai buku yang sudah dicetak. Meskipun bukan syarat utama, tetapi hal tersebut dapat membantu kita ketika kita mendaftar beasiswa di luar negeri. Mereka akan melihat apakah pendaftarnya adalah calon siswa yang aktif menulis atau hanya suka plagiat.

Akhir kata, tulisan ini tidak bermaksud untuk membanggakan diri, namun hanya sebuah motivasi bagi kita semua, tidak ada yang tidak mungkin terjadi kalau tidak rajin menulis. Dengan rajin menulis, nama kita akan dikenal bukan hanya di tingkat nasional namun juga di tingkat internasional. Namun harus diingat, yang dinilai adalah tulisan ilmiah, bukan tulisan yang berisi ujaran kebencian, narasi yang tidak jelas dan sejenisnya. Apabila tulisan tersebut berisi kritikan terhadap kebijakan pemerintah, juga harus dalam bentuk ilmiah dan didasari dengan data ilmiah yang benar dan bukan dibuat-buat.

Akhir kata, semoga tulisan ini bisa memberikan manfaat dan motivasi bagi kita semua. Kita harus bisa menunjukkan kepada dunia internasional bahwa bangsa kita bukan bangsa yang miskin literasi namun bangsa yang gemar menulis dan membaca. Terima kasih kepada semua yang sudah mengikuti Halaman Belajar Hukum itu Mudah (BHiM) ini dan juga yang sudah mengikuti blog saya, semoga Allah, Tuhan Yang Mahas Esa melindungi kita semua.

Rabu, 15 Februari 2023

Putusan Perkara FS (Bagian 2 - Tamat)

 Putusan Perkara FS (Bagian 2 - Tamat)


Masyarakat memberikan apresiasi yang tinggi atas putusan majelis hakim atas perkara FS dan kiranya jalannya persidangan yang bagaikan cerita sinetron bisa memberikan pelajaran hukum kepada masyarakat, bahwa proses persidangan adalah lama karena membutuhkan pembuktian dari masing-masing pihak, meskipun Mahkamah Agung sudah memberikan batasan bahwa untuk penyelesaian perkara pidana dan perdata tidak lebih dari 5 (lima) bulan sejak sidang pertama. Dari persidangan perkara FS tersebut, semoga bisa memberikan pencerahan hukum bagi masyarakat tentang rumitnya penyelesaian suatu perkara, contoh gampangnya, ketika kita menuduh orang lain melakukan tindak pidana seperti pencurian, tentunya orang yang dituduh tersebut akan membantah dan memberikan berbagai macam argumen. Hal tersebut adalah lumrah terjadi dan menjadi seni dalam pembuktian suatu perkara.

Hakim atau Majelis Hakim (dalam hal ini adalah dalam perkara pidana) dapat diibaratkan sebagai KOKI atau tukang masak dari bahan-bahan masakan yang disediakan oleh Jaksa/Penuntut Umum serta bumbu-bumbu yang diberikan oleh Terdakwa atau Penasihat Hukum Terdakwa. Meskipun "hasil masakan" dari koki majelis hakim bisa bermacam-macam rasanya akan tetapi ada standar "cara masak" yang harus dipatuhi dan tidak boleh disimpangi. Cara masak tersebut biasa kita kenal dengan istilah Hukum Acara, baik pidana maupun perdata. Mengenai "hasil masakan" majelis hakim atau biasa kita kenal dnegan istilah putusan hakim terjadi tergantung dari bahan-bahan yang disediakan oleh Jaksa/Penuntut Umum dan bumbu-bumbu yang disiapkan oleh Terdakwa atau Penasihat Hukum Terdakwa. Bahan-bahan dari Jaksa/Penuntut Umum adalah terdiri dari Surat Dakwaan yang dibuat berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dari Penyidik yaitu Kepolisiaan atau Komisi Pemberantasa Korupsi (KPK) untuk tindak pidana korupsi, alat bukti yang dihadirkan di persidangan yang terdiri dari keterangan saksi, keterangan ahli, surat, keterangan Terdakwa dan petunjuk sebagaimana diatur dalam Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Sedangkan bumbu-bumbu yang disipkan oleh Terdakwa atau Penasihat Hukum Terdakwa terdiri dari saksi yang meringankan (saksi a'de charge), keterangan ahli, bukti surat maupun bukti lain yang berkaitan dengan perkara tersebut.

Khusus dalam perkara FS, banyak masyarakat yang menanyakan mengenai ketentuan Pasal 100 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang baru, yang pada intinya bahwa FS bisa bebas setelah menjalani pidana penjara selama 10 tahun dan mendapatkan surat keterangan berkelakuan baik selama dipenjara. Menanggapi hal tersebut, kita harus ingat bahwa Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru tersebut, baru diterapkan pada tahun 2025 sehingga yang tindak pidana yang dilakukan sebelum tahun 2025 tetap menggunakan KUHP yang lama dan negara kita menganut azas RETROAKTIF yaitu suatu Undang-Undang yang berlaku tidak bisa diberlakukan surut ke belakang. Jelasnya, KUHP baru yang akan berlaku pada tahun 2025 tidak bisa diterapkan pada tindak pidana dan pidana yang dijatuhkan sebelum tahun 2025, meskiupun putusan pidana tersebut dijatuhkan pada tanggal 31 Desember 2024. Oleh karena itu FS sebagai Terpidana tetap dikenakan KUHP lama.

Berkaitan dengan pertanyaan, kapan FS akan dieksekusi? Kita harus paham dulu bahwa EKSEKUSI artinya adalah melaksanakan putusan pengadilan (atau putusan majelis hakim). Terhadap putusan hakim di tingkat pertama yaitu di pengadilan negeri, masih ada upaya hukum yaitu Banding di tingkat Pengadilan Tinggi, upaya hukum Kasasi (PK) di tingkat Mahkamah Agung dan Peninjauan Kembali di tingkat Mahkamah Agung. Khusus terhadap putusan hakim di tingkat pertama yang membebaskan Terdakwa dari pidana, maka hanya dapat dilakukan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK).

Dari upaya hukum tersebut, apakah dimungkinkan putusan hakim tingkat pertama bisa berubah? Jawabannya adalah SANGAT MUNGKIN, oleh karena itu menjadi kewajiban kita bersama untuk menjaga supaya hasil dari upaya hukum tersebut tidak berubah. Untuk itu mari kita bersama-sama membantu Mahkamah Agung untuk tetap menjaga marwahnya sehingga tidak terjadi lagi permainan perkara yang pada akhirnya merugikan para pencari keadilan. 

Selasa, 14 Februari 2023

Putusan Perkara FS

 Putusan Perkara FS


Babak akhir dari proses persidangan perkara atas nama FS telah digelar dan telah berakhir di tingkat pertama yaitu di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Banyak pihak yang memberikan pendapat atas putusan Majelis Hakim atas perkara FS. Puas atau tidak puas atas putusan tersebut menjadi hak bagi setiap orang, akan tetapi yang pasti bahwa Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah menyelesaikan tugasnya dengan baik.

Apresiasi atas kinerja Majleis Hakim dalam menyidangkan perkara yang menarik perhatian masyarakat tersebut, patut kita berikan, terlepas dari kekurang-kekurangan yang terjadi selama persidangan. Segala sesuatu yang terjadi selama persidangan telah dilakukan sesuai dengan Hukum Acara Pidana Indonesia yang merupakan Hukum Formal yang harus dipatuhi oleh setiap orang yang berkecimpung di bidang hukum khususnya hukum pidana.

Dengan adanya putusan hakim tersebut, maka masyarakat harus menerima putusan tersebut, kemudian apa hak bagi Terdakwa maupun Penuntut Umum yang merupakan perwakilan negara dan masyarakat?

Putusan dengan vonis pidana mati adalah merupakan vonis maksimal yang dapat dijatuhkan Majleis Hakim terhadap tindak pidana yang diancam dengan pidana mati. Apabila Terdakwa merasa tidak puas atas vonis tersebut, maka Terdakwa mempunyai hak untuk mengajukan Upaya Hukum, yaitu Banding, Kasasi maupun Peninjauan Kembali. Bagi Penuntut Umum, vonis pidnaa mati tersebut kiranya harus diterima meskipun dalam Surat Tuntutannya, Penuntut Umum menuntut Terdakwa dengan pidana seumur hidup, sehingga bisa dikatakan bahwa vonis Majelis Hakim lebih tinggi dari Surat Tuntutan dari Penuntut Umum.

Seandainya di tingkat Banding, ternyata vonis pidana mati berubah menjadi pidana selain pidana mati, maka Penuntut Umum mempunyai hak untuk mengajukan Upaya Hukum yaitu mengajukan Kasasi, demikian pula Terpidana (Terdakwa pada tingkat pertama) juga bisa mengajukan Kasasi apabila putusan pengadilan tingkat banding (Pengadilan Tinggi) tidk sesuai dengan harapannya.

Apabila putusan pengadilan tingkat banding (Pengadilan Tinggi) diajukan upaya hukum yaitu Kasasi di Mahkamah Agung, maka apabila putusan tingkat kasasi tidak sesuai dengan harapan Terpidana ataupun harapan Penuntut Umum, maka masing-masing pihak mempunyai hak untuk megajukan upaya hukum terakhir yaitu Peninjauan Kembali (PK ke Mahkamah Agung. Terhadap putusan PK tersebut merupakan putusan akhir yang tidak dapat diajukan upaya hukum lagi, kecuali ada alasan untuk kepentingan umum, maka hanya Penuntut Umum yang dapat mengajukan upaya hukum berupa Peninjauan Kembali (PK) untuk kedua kali. Dan atas putusan PK kedua tersebut, sudah tidak ada upaya hukum lagi.

Pertanyaannya, kapan FS akan dieksekusi? Harus dipahami terlebih dahulu bahwa yang dimaksud dengan eksekusi adalah melaksanakan putusan hakim, baik di bidang hukum pidana atau hukum perdata. Apapun yang diputuskan oleh Majelis Hakim, maka harus dilaksanakan, demikian pula dalam perkara FS.

Meski demikian, harus diingat bahwa pelaksanaan putusan Majelis Hakim tersebut tetap harus memperhatikan tahapan-tahapan sebagaimana yang telah dijelaskan di atas. Ada 2 (dua) kemungkinan pelaksanaan putusan yaitu putusan dilaksanakan sesuai dengan putusan pengadilan tingkat pertama, hal ini dikarenakan putusan upaya hukum semuanya menguatkan putusan pengadilan tingkat pertama atau pelaksanaan putusan berdasarkan putusan Majelis Hakim pada upaya hukum, baik pada tingkat banding maupun tingkat kasasi maupun PK.

Apa tugas kita sebagai masyarakat? Kita wajib mengawal putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tersebut, sehingga tidak terjadi permainan jual beli putusan pada tingkat banding, kasasi maupun PK. Semua orang harus menjadi saksi bahwa peradilan Indonesia sudah melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya.

Terhadap putusain terhadap Terdakwa lainnya, maka seluruh yang dijabarkan di atas juga berlaku. Oleh karena itu, maka kita harus mendukung peradilan Indonesia yang bersih dan berwibawa sehingga bisa menjadi kekuatan pembangunan Indonesia. (SEMOGA).

Senin, 13 Februari 2023

KEJAHATAN TERHADAP KETERTIBAN UMUM (Bagian 12)

 KEJAHATAN TERHADAP KETERTIBAN UMUM (Bagian 12)

 

Pembahasan selanjutnya mengenai kejahatan terhadap ketertiban umum adalah diatur di dalam Pasal 165 KUH Pidana, yang meneybutkan sebagai berikut :

 

(1)  Barangsiapa mengetahui, bahwa ada orang bermaksud hendak melakukan kejahatan yang diterangkan dalam pasal-pasal 104, pasal 106, pasal 107 dan pasal 108, pasal 110 s/d pasal 113 dan pasal 115 KUH Pidana, hendak melarikan diri waktu ada perang, hendak melakukan pengkhianatan militer, hendak melakukan pembunuhan, penculikan atau perkosaan, hendak melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam BAB VII Buku ini, jika menyebabkan bahaya maut, hendak melakukan salah satu kewaktunya, baik kepada pegawai polisi atau justisi, amupun kepada terancam, maka jika jadi kejahatan itu dilakukan, dihukum penjara selama-lamanya sembilan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 4.500,00 (empat ribu lima ratus rupiah);

 

(2)  Hukuman itu juga berlaku bagi orang yang mengetahui ada salah satu kejahatan yang tersebut dalam ayat pertama sudah dilakukan, sehingga terjadi bahaya maut, sedang pada waktu itu masih ada tempo untuk mencegah akibat kejahatan itu, sengaja melalalikan untuk memberitahukan hal itu sebagai tersebut tadi;

 

Dari hal sebagaimana tersebut di atas, maka dapat secara singkat diterangkan sebagai berikut :

1.    Harap dibaca catatan pada Pasal 164 KUH Pidana;

2.    Syarat-syarat dalam pasal ini dikatakan sama dengan syarat-syarat dalam  pasal 164 KUH Pidana, akan tetapi hal-hal yang diketahui orang itu adalah berlainan;

3.    Pasal ini memuat kewajiban untuk memberitahukan kepada pihak berwajib (Kepolisian) sebelum kejahatan tersebut dilakukan, akan tetapi juga memuat kewajiban memberitahukan kejahatan tersebut sesudah dilakukan apabila dengan terjadinya kejahatan tersebut ada bahaya maut yang mengancam;

4.    Pasal ini mengatur kewajiban bagi orang yang mengetahui suatu kejahatan untuk segera melaporkan kepada pihak berwajib (Kepolisian), baik ketika kejahatan tersebut belum dilakukan maupun ketika kejahatan tersebut sudah dilakukan;

5.    Setiap yang melanggar, diancam pidana sesuai dengan ketentuan Pasal 165 KUH Pidana tersebut;

6.    Mengenai ketentuan denda, Ketentuan pidana denda tetap mengacu pada ketentuan PERMA Nomor 12 Tahun 2012; (BERSAMBUNG).

 

Senin, 06 Februari 2023

Kecelakaan Lalu Lintas

    Ritual Mudik menjelang Hari Raya Idul Fitri telah tuntas dilakukan dengan berbagai variasinya. Masyarakat yang mudik dengan mengguna...