Jumat, 10 Agustus 2018

Tahun 2019 Tahun Politik

Hanya sekitar 8 (delapan) bulan, bangsa Indonesia akan mempunyai hajatan politik besar yaitu Pemilihan Legislatif dan Pemilihan Presiden yang dilakukan secara langsung. Dapat dikatakan masa-masa inilah bangsa kita akan masuk dalam masa rawan, yaitu akan bertebaran kampanye politik baik yang dilakukan secara resmi selama masa kamapanye maupun yang dilakukan diluar masa kampanye. Berbagai macam cara digunakan selama melakukan kampanye baik yang dilakukan secara fair maupun cara-cara yang tidak terpuji (black campaign) yaitu cara-cara dengan menggunakan isu suku, ras maupun agama (SARA) yang mempunyai potensi perpecahan bangsa. Menjadi tugas kita bersama untuk menjaga agar kampanye yang dilakukan tetap dalam koridor hukum yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang sehingga tidak menimbulkan gesekan dan terjadinya tindak pidana. Hal ini terutama yang dilakukan melalui media sosial maupun media internet lainnya. Perbuatan yang melanggar hukum tersebut justru akan merugikan diri sendiri dan orang-orang di sekitar kita. Tetap jaga perilaku selama bermedia sosial, karena jarimu adalah harimaumu, salah ketik sedikit saja bisa berujung pidana. Mari kita saling mengingatkan sebagai sesama anak bangsa yang peduli akan kemajuan dan kedewasaan berpolitik di Indonesia.

Selasa, 07 Agustus 2018

Cara Memahami Hukum

Seringkali hukum berisikan materi yang menggunakan bahasa yang sulit dimengerti oleh masyarakat awam. Bukan perkara mudah untuk dapat memahami bahasa hukum jika tidak berlatar belakang sarjana hukum. Akan tetapi sebenarnya ada caa yang cukup mudah untuk memahami (bahasa) hukum. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa hukum tidak akan jauh pengertiannya dari akal logis manusia. Apa yang dipikirkan oleh manusia itu pula yang diterapkan dalam hukum.Contoh mudah, setiap orang yang bersalah harus dihukum. Di dalam Sosisologi hukum, hal ini disebut sebagai permis mayor atau pendapat yang umum dikemukakan oleh orang banyak. Satu tahap sudah dipahami bahwa setiap yang bersalah harus dihukum, namun kemudian muncul pendapat yang bisa dikatakan pendapat minor, bahwa terhadap perkara yang sama atau sejenis, hukuman yang dijatuhkan berbeda-beda. Adalah wajar apabila masyarakat mempertanyakan hal seperti itu, mengingat (dalam pemahaman masyarakat) apabila tindak pidanaya sejenis maka hukumannya harus sama. Ada beberapa sebab pemidanaan menjadi tidak sama, salah satu diantaranya yang merupakan hal pokok adalah, FAKTA YANG TERUNGKAP DALAM PERSIDANGAN. Tidak semua perkara yang sama atau sejenis memiliki fakta persidangan yang sama, mengingat bahwa pelakunya bisa berbeda, korbannya berbeda, alasan melakukan tindak pidana juga berbeda, selain itu juga faktor pelaku yang menyesali atau tidak menyesali perbuatannya dan juga pelaku adalah residivis (mengulangi perbuatannya) atau bukan. Hal-hal tersebut akan menjadi pertimbangan hakim dalam putusannya. Yang utama dalam sebuah putusan Hakim adalah Hakim tersebut memberikan pertimbangan yang cukup dan bisa diterima logika atas suatu tindak pidana. Oleh karena itu, maka memahami hukum harus menggunakan logika dan ketika ditemukan perbedaan penafsiran maka harus dicari sebabnya. Janganlah kita memahami hukum hanya setengah-setengah yang pada akhirnya akan menimbulkan gala paham atas suatu hukum yang berlaku.

Senin, 06 Agustus 2018

Sepenggal Cerita dari Diklat HAM

Semua orang pasti sudah mengenal dan mendengar mengenai Hak Asasi Manusia atau sering disingkat dengan HAM. Namun mungkin masih banyak yang belum paham, sempai batasan apa HAM dapat diterapkan. Hal ini berkaitan dengan adanya Kewajiban Asasi Manusia. Masih banyak masyarakat yang tidak menyadari bahwa ketika ia menuntut haknya maka sejatinya ia telah pula dibebani dengan kewajiban yang harus dilakukannya. Contoh mudah, ketika seorang murid bertanya kepada gurunya, kenapa dia selalu mendapat nilai yang kurang bagus, maka seharusnya sang murid tersebut juga bertanya pada dirinya, apakah dia sudah melaksanakan kewajibannya dengan baik, yaitu belajar. Sering kita mendengar atau melihat baik langsung maupun tidak langsung, adanya demonstrasi menuntut sesuatu hak, namun pernahkah para pendemo tersebut berpikir, bahwa dengan melakukan demonstrasi juga menghalangi hak orang lain untuk, misalkan, melewati jalan yang tertutup oleh peserta demo. Teringat pada persitiwa beberapa tahun yang lalu, ketika terjadi demonstrasi besar sehingga menutup bagian jalan di sepanjang Jalan Gatot Subroto Jakarta, ketika itu terdapat ambulance yang sedang membawa pasien seorang ibu yang akan melahirkan. Ambulance tersebut tidak dapat melintas di jalan yang sudah tertutup oleh peserta demonstrasi, sehingga dalam keadaan darurat ibu tersebut dapat melahirkan di tengah jalan tol di tengah-tengah peserta demonstrasi dengan bantuan paramedis dari mobil ambulance tersebut. Hak kita tidak akan terlepas dari hak orang lain, yang kemudian kita sebut sebagai kewajiban. Tanpa adanya kesadaran akan kewajiban kita maka tentunya akan sia-sia apabila kita hanya menuntut hak kita

Kecelakaan Lalu Lintas

    Ritual Mudik menjelang Hari Raya Idul Fitri telah tuntas dilakukan dengan berbagai variasinya. Masyarakat yang mudik dengan mengguna...