Selasa, 10 Oktober 2023

Catatan Singkat Kasus Kopi Sianida



 

 

            Kembali ramai pemberiataan mengenai sebuah film singkat dengan judul Iced Cool yang membahas kembali mengenai perkara kopi sianida yang melibatkan seorang Terdakwa bernama Jessica Kumala Wongso yang sudah diputus dengan putusan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) yaitu dengan putusan pidana penjara selama 20 (dua puluh) tahun penjara. Apapun putusan yang dijatuhkan tersebut, harus kita hormati, mengingat negara kita menjujung tinggi supremasi hukum sebagai salah satu sarana pengatur tata kehidupan masyarakat.

            Catatan ini bukan bermaksud membahas mengenai putusan yang sudah dijatuhkan, hanya sekedar membahas hal-hal kecil yang mungkin terlewatkan selama persidangan kasus tersebut, baik di tingkat pertama (di Pengadilan Negeri), di tingkat banding (di Pengadilan Tinggi), di tingkat kasasi (di Mahkamah Agung) maupun di tingkat peninjauan kembali (di Mahkamah Agung). Hal ini hanya sebagai pengingat bagi kita semua, bahwa jalannya persidangan harus dilakukan secara detail dan teliti sehingga bisa menghasilkan putusan yang berdasarkan fakta hukum yang terungkap dalam persidangan.

            Perkara kopi sianida terjadi di tahun 2016 dan putusan atas perkara tersebut telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) pada tahun 2017. Dari jalannya persidangan perkara tersebut, dapat diberikan beberapa catatan singkat :

1)      Belum diterapkannya Scientific Evidence sebagai alat bukti dalam persidangan, yaitu:

-       Pada tahun-tahun tersebut prsedur persidangan perkara pidana, khususnya dalam  hal pembuktian, masih mengacu kepada ketentuan Pasal 184 ayat (1) KUHAP yang menyebutkan alat bukti yang sah adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan Terdakwa;

-       Untuk keterangan saksi, sangat mungkin terjadi tidak ada saksi yang melihat langsung kejadian tindak pidana yang dilakukan oleh Terdakwa;

-       Untuk keterangan ahli, hanya didsarkan pada keilmuan yang dimilki oleh ahli yang diperiksa di persidangan yang tidak akan menjelaskan fakta yang terjadi pada tindak pidana yang dilakukan oleh Terdakwa maupun kondisi korban;

-       Untuk bukti surat, masih didasarkan pada surat-surat yang dibuat atas sumpah atau surat yang dikuatkan dengan sumpah yang hanya tertuju pada surat berupa akta resmi maupun akta di bawah tangan yang dikuatkan oleh sumpah;

-       Untuk petunjuk, masih didasarkan pada kesesuaian antara bukti keterangan saksi, keterangan ahli, bukti surat maupun keterangan Terdakwa;

-       Untuk keterangan Terdakwa, sangat mungkin Terdakwa akan menyangkal segala dakwaan terhadap dirinya dengan berbagai alibi;

-       Pada perkara a quo hanya terdapat bukti surat Visum et Repertum yang kekuatan pembuktiannya cukup lemah mengingat dalam perkara pembunuhan atau menghilangkan nyawa seseorang, seharusnya dilakukan Otopsi yang kemudian dituangkan dalam Berita Acara Otopsi yang dapat digunakan sebagai bukti berdasarkan keilmuan atau Scientific Evidence;

-       Ketika putusan Hakim didasarkan pada Scientific Evidence maka putusan tersebut dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan bukan putusan yang berdasarkan asumsi-asumsi yang tidak bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah;

-       Sebenarnya penggunaan Scientific Evidence sebagai alat pembuktian di persidangan, baru muncul dan digunakan pada pertengahan tahun 2016 akan tetapi belum digunakan secara merata, bahkan di pengadilan negeri yang berada di Jakarta sekalipun;

-       Selain Berita Acara Otopsi, yang juga termasuk dalam Scientific Evidence adalah Berita Acara Digital Forensic yang akan dijelaskan di bawah;

-          Scientific Evidence seharusnya sudah masuk di dalam ketentuan bukti surat sebagaimana ketentuan Pasal 184 ayat (1) KUHAP sebagaimana telah penuis jelaskan dalam tulisan sebelumnya di https://santhoshakim.blogspot.com/search?q=alat+bukti+ilmiah;  

2)      Tidak dilakukannya Otopsi, yaitu :

-          Dalam berbagai kasus pembunuhan atau penghilangan nyawa seseorang, pihak Penyidik selalu meminta dilakukannya otopsi kepada pihak yang berwenang, yaitu pihak Kedokteran Forensik yang ada di Rumah Sakit;

-          Alasan harus dilakukannya otopsi adalah supaya dapat diketahui secara tepat penyebab kematian seseorang dalam suatu perkara pidana;

-          Sangat mungkin terjadi seseorang meninggal bukan karena sabetan senjata tajam atau terkena peluru senjata api tetapi karena keracunan minuman atau makanan, meskipun di tubuh orang tersebut terdapat bekas tebasan senjata tajam atau lubang peluru dari senjata api;

-          Keakuratan dari penyebab kematian korban dari hasil otopsi ini yang kemudian dituangkan dalam Berita Acara Otopsi yang akan digunakan sebagai bukti berdasarkan keilmuan atau Scientific Evidence;

-          Dengan adanya Scientific Evidence, maka apapun putusan Hakim dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dapat menjadi rujukan bagi putusan sejenis selanjutnya atau (jurisprudence);

3)      Tidak dilakukannya Digital Forensic, yaitu :

-          Pada persidangan kasus kopi sianida juga dimunculkan bukti rekaman CCTV yang bisa menggambarkan keadaan pada saat kejadian;

-          Dalam tulisan penulis sebelumnya di https://santhoshakim.blogspot.com/search?q=digital+forensic, telah dijelaskan bagaimana tahapan sebuah dokumen elektronik, baik itu berupa email maupun gambar atau film bisa dijadikan alat bukti di persidangan;

-          Dalam kasus a quo, baik Penyidik maupun Penuntut Umum tidak melakukan Digital Forensic terhadap bukti dalam CCTV, bahkan Majelis Hakimpun tidak pula menanyakan apakah terhadap barang bukti CCTV sudah dilakukan Digital Forensic atau belum;

-          Dalam persidangan modern, ketiadaan Digital Forensic atas suatu bukti digital, maka bukti digital tersebut harus dinyatakan tidak dapat digunakan sebagai alat bukti di persidangan;

-       Apabila terhadap suatu bukti digital sudah dilakukan Digital Forensic, maka bukti digital tersebut sudah dikategorikan sebagai bukti berdasarkan keilmuan atau Scientific Evidence;

           Kiranya, hal tersebut di atas yang menjadi catatan dari perkara kopi sianida yang saat ini putusannya telah mempunyai kekuatan hukum mengikat (inkracht van gewijsde). Semoga hal ini bisa menjadi pembelajaran bagi kita semua dalam upaya penegakan hukum di Indonesia. 

Senin, 09 Oktober 2023

Bagaimana cara mendirikan Perseroan Terbatas (PT) di Indonesia?




1)    Mengajukan nama Perseroan Terbatas (PT) yang didaftarkan oleh Notaris melalui Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) Kemenkumham dengan melampirkan persyaratan yang dibutuhkan yaitu asli formulir dan pendirian surat kuasa, fotocopy Kartu Identitas Penduduk (KTP) para pendirinya dan para pengurus perusahaan dan fotocopy Kartu Keluarga (“KK”) pimpinan/pendiri PT;

2)    Melakukan pembuatan Akta Pendirian PT di Notaris;

3)    Pembuatan SKDP (Surat Keterangan  Domisili PT) yang diajukan kepada Kantor Kelurahan setempat sesuai dengan alamat kantor PT berada, sebagai bukti keterangan/keberadaan alamat perusahaan (domisili gedung, jika di gedung) dengan melampirkan fotocopy Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tahun terakhir, Perjanjian Sewa atau kontrak tempat usaha bagi yang berdomisili bukan di gedung perkantoran, Kartu Tanda Penduduk (KTP) Direktur, Izin Mendirikan Bangun (IMB) jika PT tidak berada di gedung perkantoran;

4)    Pembuatan NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) yang diajukan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak sesuai dengan keberadaan domisili PT dengan melampirkan NPWP pribadi Direktur PT, fotocopy KTP Direktur (atau fotocopy Paspor bagi WNA, khusus PT PMA), SKDP, dan Akta Pendirian PT;

5)    Pembuatan Anggaran Dasar PT yang diajukan kepada Menteri Kemenkumham untuk mendapatkan pengesahan Anggaran Dasar Perseroan (akta pendirian) sebagai badan hukum PT sesuai dengan UUPT dengan melampirkan  Bukti Setor Bank senilai Modal Disetor dalam Akta Pendirian, Bukti Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebagai pembayaran berita acara negara dan asli Akta Pendirian PT;

6)    Mengajukan SIUP (Surat Ijin Usaha Perdagangan) yang diajukan Kepala Suku Dinas Perindustrian dan Perdagangan dan/atau Koperasi Usaha Mikro Kecil Menengah dan Perdagangan kota atau kabupaten terkait sesuai dengan domisili PT. Adapun klasifikasi dari SIUP berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan No.39/M-DAG/PER/12/2011 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Perdagangan No.36/M-DAG/PER/9/2007 tentang Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan;

7)    Mengajukan TDP (Tanda Daftar Perusahaan) yang diajukan kepada Kepala Suku Dinas Perindustrian dan Perdagangan dan/atau Koperasi Usaha Mikro Kecil Menengah dan Perdagangan Kota atau Kabupaten terkait sesuai dengan domisili perusahaan dan bagi perusahaan yang telah terdaftar akan diberikan sertifikat TDP sebagai bukti bahwa perusahaan/badan usaha telah melakukan wajib daftar perusahaan sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No.37/M-DAG/PER/9/2007 tentang Penyelenggaraan Pendaftaran Perusahaan;

8) Mengajukan permohonan pencantuman PT di dalam Berita Acara Negara Republik Indonesia (BNRI) kepada Menteri Kemenkumham, yaitu bahwa setelah perusahaan melakukan wajib daftar perusahaan dan telah mendapatkan pengesahan dari Menteri Kemenkumham, maka harus di umumkan dalam BNRI dari perusahaan yang telah diumumkan dalam BNRI, maka PT telah sempurna statusnya sebagai badan hukum.

Minggu, 01 Oktober 2023

Tanah Mempunyai Fungsi Sosial (Bagian 2)

 


 

Membicarakan mengenai fungsi sosial dari tanah, maka pertanyaan adalah apakah Pemerintah sebagai pemegang amanat rakyat dalam mewujudkan keadilan bagi rakyat bisa dengan seenaknya mengambil tanah yang dikuasai masyarakat yang memiliki alas hak yang sah, seperti Serifikat Hak Milik (SHM)? Jawabannya tentu tidak. Pemerintah tetap harus menghargai kepemilikan tanah oleh masyarakat dengan cara memberikan penggantian kepada warga masyarakat yang tanahnya akan diambil oleh Pemerintah yang akan digunakan untuk membangun sarana umum atau fasilitas sosial.

bagaimana bentuk penggantian tersebut? Penggantian tersebut bisa dalam bentuk uang atau bentuk lainnya seperti pengganti lahan yang disebut dengan relokasi atau bentuk lainnya seperti setelah memberikan penggantian dalam bentuk uang, Pemerintah dapat juga memberikan hak kepada masyarakat yang tanahnya digunakan untuk kepentingan sosial, untuk bisa beraktifiktas di lahan yang sudah dibangun tersebut.

Kepentingan umum sebagai fungsi sosial tidak terbatas pada pembangunan lahan pemakaman atau pembangunan jalan, tetapi juga bisa dalam bentuk pembangunan pabrik yang memproduksi kebutuhan masyarakat. Apabila lahan yang dibangun tersebut benar dibangunkan gedung pabrik, maka bisa juga Pemerintah memberikan prioritas kepada masyarakat yang lahannyaa digunakan untuk bekerja pada pabrik yang dibangun tersebut dengan berbagai posisi kerja sesuai dengan kemampuan masing-masing anggota masyarakat tersebut.

Apabila penggantian tersebut dalam bentuk pemberian uang, maka saat ini sudah tidak dikenal istilah GANTI RUGI namun sudah menjadi GANTI UNTUNG, yaitu dengan memberikan penggantian sesuai dengan harga pasaran suatu lahan, termasuk bangunan yang berdiri di atasnya dan bukan lagi harga didasarkan pada perhitungan sepihak dari Pemerintah saja namun juga penetapan harga tersebut juga melibatkan masyarakat yang tanahnya akan digunakan.

Bagamana apabila tanah yang akan digunakan merupakan hutan? Pada dasarnya hutan dikuasai oleh Pemerintah yang harus digunakan untuk kesejahteraan masyarakat. Apabila pada hutan tersebut terletak alas hak berdasarkan Hukum Adat, maka setidaknya masyarakat di sekitar hutan tersebut mengajukan permohonan secara tertulis kepada Badan Pertanahan Nasional untuk dibuatkan Penetapan suatu kawasan hutan sebagai hutan yang mempunyai alas hak berdasarkan Hukum Adat. Hal ini disebabkan Hukum Adat memang diakui keberadaannya dalam sistem hukum nasional Indonesia, akan tetapi seringkali belum ada kesadaran dari masyarakat yang mengakui Hukum Adat sebagai hukum yang mengatur kehidupan sosialnya yang menyatakan hak tersebut, yang harus dlakukan dengan mengajukan permohonan sebagaimana disebutkan di atas.

Yang banyak terjadi adalah ketika Pemerintah akan menggunakan sebuah kawasan hutan sebagai sarana untuk membangun atau menggunakannya dengan tujuan demi kesejahteraan masyarakat, kemudian muncul penolakan dari masyarakat di sekitar kawasan hutan tersebut namun penolakan tersebut tanpa didasari oleh alasan yan dapat dipertanggungjawabkan. Meskipun Hukum Adat merupakan hukum yang tidak tertulis namundemi keteraturan pengaturan terhadap kepemilikan Hukum Adat atas sesuatu benda berwujud, tetap harus didasarkan pada suatu penetapan sebagai bukti tertulis. Hal i ini juga untuk mengantisipasi apabila nantinya harus bersengketa di pengadilan, maka bukti yang digunakan adalah bukti tertulis sebagai alat bukti yang dapat dipertimbangkan oleh Hakim dalam menjatuhkan putusan.

Tulisan ini hanya sekedar memberikan sedikit pemaahaman kepada kita semua, bahwa sebidang tanah tetap mempunyai fungsi sosial, namun dalam penerapan dalam kehidupan sehari-hari tetap ada aturan main yang harus dipahami dan dilakasanakan. (SELESAI).  

 

 

 

Kecelakaan Lalu Lintas

    Ritual Mudik menjelang Hari Raya Idul Fitri telah tuntas dilakukan dengan berbagai variasinya. Masyarakat yang mudik dengan mengguna...