Kamis, 18 Februari 2021

Persidangan Seteah Pandemi Berlalu

 Persidangan Seteah Pandemi Berlalu

Sampai saat ini Pemerintah masih bekerja keras memerangi pandemi Covid-19 yang belum tahu kapan akan berakhir. Segala daya dan upaya tetap dilakukan terutama dalam menjaga terlaksananya Protokol Kesehatan (Prokes) secara ketat. Masyarakatpun dituntut supaya tertib mengikuti PROKES yang sudah ditetapkan demi menjaga supaya Covid-19 tidak semakin luas menyebar. Demikian juga usaha vaksinasi terhadap seluruh warga negara Indonesia juga mulai dilakukan. Meskipun membutuhkan waktu yang panjang, namun setidaknya secercah cahaya adanya harapan bahwa Covid-19 dapat diatasi mulai timbul. Kita harus tetap optimis bahwa pendemi ini dapat kita taklukan dengan kerjasama yang baik, saling bahu membahu antara Pemerintah dan masyarakat. Tanpa dukungan masyarakat, Pemerintah tidak akan bisa melakukan apap2 sedangkan tanpa ada tindakan dari Pemerintah, masyarakat akan semakin terkena dampak, langsung maupun tidak langsung dari pandemi Covid-19.
Apabila kita melihat di dunia peradilan saat ini, membuktikan bahwa meskipun efektif proses persidangan dilakukan secara online (daring), akan tetapi harus diakui proses persidangan menjadi tidak (kurang) efektif mengingat kurang baiknya kualitas sarana dan prasarana komunikasi yang digunakan. Misalnya saja, buruknya kualitas jaringan internet yang digunakan, kurang bagusnya sarana audio-video di ruang sidang dan masih banyak lagi kekurangan yang lain.
Lalu, bagaimana setelah pandemi berakhir? Harus diakui bahwa hal tersebut harus pula diperlukan aturan yang tegas yang berisi bagaimana proses persidangan setelah pandemi. Barangkali yang dapat dilakukan antara lain:
1. Tetap menjaga jarak di dalam ruang sidang;
2. Penataan ruang sidang yang lebih baik;
3. Terhadap berkas pidana yang tersangkanya lebih dari 4 orang, bisa dilakukan pemecahan berkas yang maksimal berisi 2 orang tersangka;
4. Pembatasan jumlah Penasihat Hukum (advokat) yang bisa hadir di ruang sidang;
5. Pembatasan jumlah pengunjung sidang;
6. Tetap menjaga PROKES;
Setidaknya 6 hal tersebut dapat dilakukan ketika persidangan dibuka kembali untuk dilakukan secara langsung di ruang sidang dan tidak lagi dilakukan secara daring. Memang untuk memberantas pandemi diperlukan waktu setidaknya lebih dari 5 tahun, namun setidaknya kita sudah memiliki rencana apa yang harus dilakukan ketika pandemi berakhir dan Mahkamah Agung harus memperhatikan hal tersebut. Semoga. (Admin)

Senin, 15 Februari 2021

Apakah Persidangan Online Menurunkan Kualitas Pemeriksaan dan Putusan?

 Pertanyaan ini banyak ditanyakan oleh masyarakat terhadap proses persidangan di kantor pengadilan yang dilakukan secara online. Merupakan hal yang wajar tentunya, sebab masyarakat tentu menginginkan bahwa penegakan hukum tidak kendor meskipun saat ini kita semua sedang berjuang menghadapi Covid-19 yang merupakan pandemi yang masih belum bisa dituntaskan oleh banyak negara di dunia, termasuk Indonesia.

Sejatinya, persidangan secara online tidak menghilangkan esensi atau inti dari proses sidang itu sendiri. Dalam perkara pidana, proses persidangan akan dimulai dari pembacaan surat dakwaan, dilanjutkan dengan Tanggapan (Eksepsi) dari Terdakwa atau Penasihat Hukumnya, lalu dilanjutkan dengan Tanggapan dari Penuntut Umum. Kemudian, dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi-saksi dan alat bukti lainnya, seterusnya ada pemeriksaaan Terdakwa, termasuk apabila Terdakwa akan mengajukan saksi yang meringankan (a de charge). Dilanjutkan dengan pembacaan Surat Tuntutan dari Penuntut Umum, yang ditanggapi oleh Terdakwa/Penasihat Hukum Terdakwa dalam bentuk Pembelaan (Pledooi). Dari pembelaan tersebut ditanggapi oleh Penuntut Umum dan ditutup dengan Pembacaan Putusan.
Demikian juga dengan perkara perdata, diawali dengan mengecek kehadiran pihak penggugat dan tergugat, apabila belum lengkap akan dipanggil kembali, untuk penggugat akan dipanggil maksimal 2 (dua) kali dan tergugat maksimal 3 (tiga) kali. Apabila sudah lengkap akan dilanjutkan dengan MEDIASI dengan menunjuk Mediator, bisa dari luar atau menunjuk Hakim diluar Majelis sebagai Mediator. Apabila mediasi berhasil akan dibuatkan Akta Perdamaian (Acta van Dading) apabila mediasi gagal, dialnjutkan dengan pembacaan gugatan. Atas gugatan penggugat, pihak tergugat punya hak untuk mengajukan jawaban (eksepsi) dan atas jawaban tergugat, penggugat mempunyai hak mengajukan Replik dan atas replik penggugat, tergugat punya hak untuk mengajukan Duplik. Setelah duplik, apabila dalam Jawaban (Eksepsi) terdapat perihal kewenangan mengadili, maka akan diputus dalam Putusan Sela, apabila tidak ada hal mengenai kewenangan mengadili, maka sidang akan dilanjutkan dengan pembuktian, dengan dimulai dari bukti surat dari penggugat dan tergugat, dilanjutkan dengan bukti saksi. Apabila perkara perdata tersebut mengenai tanah dan/atau bangunan, maka Majelis Hakim akan melakukan Pemeriksaan Setempat, untuk melihat secara langsung obyek sengketa beserta batas-batasnya. Setelah pembuktian selesai dilanjutkan dengan masing-masing pihak mengajukan kesimpulan yang berisi fakta hukum yang terbukti di persidangan berdasarkan pandangan dari pihak penggugat maupun tergugat. Dan, terakhir, ditutup dengan Pembacaan Putusan.
Semua proses persidangan tersebut tetap dilakukan secara tertib sebab, dengan terlewatnya satu saja proses persidangan tersebut, maka Putusan Hakim akan menjadi BATAL DEMI HUKUM. Oleh sebab itu, meskipun persidangan dilakukan secara online, tetap dilakukan sesuai prosedur proses persidangan dan persidangan tetap dilakukan terbuka untuk umum. Semua proses persidangan dituangkan dalam Berita Acara Sidang dan setiap putusan akan diunggap (upload) dalam website Mahkamah Agung RI yang daat diakses oleh setiap warga masyarakat.
Jadi, tidak ada alasan untuk mengatakan bahwa proses persidangan online akan mengurangi kualitas persidangan itu sendiri. (Admin).

Kecelakaan Lalu Lintas

    Ritual Mudik menjelang Hari Raya Idul Fitri telah tuntas dilakukan dengan berbagai variasinya. Masyarakat yang mudik dengan mengguna...