Selasa, 01 Oktober 2024

Beras...Oh Beras.....

Sebuah tulisan bukan tentang hukum tetapi tentang berkurangnya ketersediaaan bahan pokok sehari-hari, yaitu beras. Beberapa minggu terakhir ini kita dihebohkan dengan berita tentang naiknya harga beras di berbagai daerah di Indonesia, bahkan hampir di semua daerah mengalami hal yang sama. Hal ini tentu jadi hal yang ironi mengigat bahwa Indonesia terkenal sebagai negara agraris, meskipun bukan negara agraris terbesar di dunia, tapi luas lahan pertanian di Indonesia cukup luas.
Banyak orang yang bertanya-tanya kenapa negara Indonesia terkenal sebagai negara agraris ini justru mengalami kenaikan harga beras yang cukup signifikan saat ini. Untuk menjawabnya tentu kita harus melihatnya secara historis kenapa negara kita mengalamai hal ini.
1. Penyeragaman Makanan Pokok
Pada dasarnya, masyarakat Indonesia memiliki berbagai macam makanan pokok, dari mulai nasi, ubi rambat, ubi jalar, jagung hingga sagu. Hanya saja di era pemerintahan Presiden Suharto, kesemuanya diubah sehingga menjadikan nasi sebagai bahan makanan pokok. Di saat itulah, sekitar awal tahun 1980an dimulailah dipernalkanlah beras sebagai makanan pokok masyarakat Indonesia dengan berbagai pro kontra yang menyertainya, namun faktanya, pemerintah saat itu berhasil menjadikan beras sebagai makanan pokok sebagian besar masyarakat Indonesia, meskipun ada beberapa wilayah di Indonsia yang masyarakatnya masih tetap mengkonsumsi selain nasi sebagai makanan pokoknya.
2. Swasembada Beras
Karena masyarakat Indonesia dipaksakan untuk mengkonsumsi nasi sebagai makanan pokok, ada baiknya juga yaitu di sekitar tahun 1984-1985 negara kita mampu swasembada beras. Hal ini juga ditopang dengan pembukaan lahan pertanian besar-besaran baik di Pulau Jawa maupun di luar Pulau Jawa dan prestasi ini juga mendapatkan penghargaan dari Badan Pangan Dunia (WFO) yang menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara yang berhasil swasembada beras.
3. Gagalnya Satu Juta Lahan Pertanian
Disamping prestasi swasembada beras, ada juga kegagalan pemerintahan Presiden Suharto ketika akan membuka satu juta hektar lahan pertanian di atas lahan gambut di Provisi Kalimantan Tengah. Mungkin, kurangnya perencanaan atas pembukaan lahan pertanian di atas lahan gambut tersebut. Hal ini rupanya menjadikan Indonesia gagal swasembada beras di tahun-tahun setelahnya, mengingat berkurangnya lahan pertanian khususnya di Pulau Jawa. Berkurangnya lahan ini juga ditambah lagi dengan berkurangnya anak muda yang mau kerja sebagai petani, sebagian besar anak muda saat ini merasa lebih sukses dengan bekerja di sektor industri bukan sebagai petani.
4. Kurangnya Antisipasi Musim
Jujur saja, untuk yang satu ini, pemerintahan kita selalu gagap dalam menyikapinya. Sudah paham bahwa kita mempunyai dua musim utama yaitu musim hujan dan musim kemarau, akan tetapi hal ini tidak disikapi dengan bijaksana. Hal ini bisa terlihat saat musim hujan kita kebanjiran dan saat musim kemarau kita mengalami kekeringan kekurangan air. Sangat jarang ada kebijakan membangun waduk atau bendungan untuk bisa menampung air hujan yang melimpah dan menyimpannya untuk digunakan di saat musim kemarau. Selama bertahun-tahun selalu berulang kejadian kebanjiran dan kekeringan menimpa negeri ini tanpa ada usaha yang maksimal untuk mengatasinya, apalagi pada saat ini kondisi iklim global memang sangat tidak mendukung usaha pertanian dalam segala bentuknya. Ditambah lagi, saat ini banyak negara produsen beras menahan hasil panen berasnya untuk tidak dikirim ke negara lain (tidak melakukan ekspor) sehingga hal ini membuat negara-negara yang bisa mengimpor beras menjadi kelimpungan mencari negara pengekspor beras.
5. Tidak Terawatnya Sarana & Prasana Transportasi
Selama bertahun-tahun kita pasti paham kondisi jalan raya di Indonesia, meskipun disebut sebagai jalan negara, tetapi kondisinya bagaikan jalan tak bertuan, penuh lubang dan sulit dilewati bahkan oleh kendaraan besar sekalipun dan hal ini seakan tidak pernah mendapat perhatian dari pemerintah. Belum lagi masalah kendaraan angkutan barang yang sebagian besar juga perlu mendapat perhatian karena faktor usia kendaraan angkutan barang tersebut.
6. Kurangnya Intensifikasi Pertanian
Hal ini yang seharusnya dilakukan ketika terjadi pengurangan jumlah lahan pertanian. Intensifikasi pertanian ini termasuk penelitian untuk menemukan vaietas bibit unggul maupun pembuatan produk pendukung usaha pertanian seperti produk pupuk maupun alat-alat pertanian. Kurangnya intensifikasi pertanian ini justru akan membuat turunnya produk pertanian yang akan membuat kondisi seperti yang kita alami sekarang ini.
Kiranya beberapa hal di atas yang perlu menjadi perhatian kita semua, jangan sampai kita hanya bisa menyalahkan pemerintah karena naiknya harga beras namun kita tidak instrospeksi diri bahwa sebenarnya kita sendiri yang membuat kondisi seperti saat ini. Harus ada upaya maksmial yang perlu kita lakukan supaya di kemudian hari kita tidak lagi mengeluhkan naiknya harga beras.


Beras...Oh Beras.....

Sebuah tulisan bukan tentang hukum tetapi tentang berkurangnya ketersediaaan bahan pokok sehari-hari, yaitu beras. Beberapa minggu terakhir ...