Kamis, 18 Mei 2017

KEKERASAN DI MUKA UMUM

Perihal kekerasan di muka umum telah diatur dalam ketentuan pasal 170 KUHP yang menyebutkan :
(1) Barangsiapa yang dimuka umum bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang atau barang, dihukum penjara selama-lamanya lima tahun enam bulan ;
(2) Tersalah dihukum :
1e. Dengan penjara selama-lamanya tujuh tahun, jika ia dengan sengaja merusakkan barang atau jika kekerasan yang dilakukannya itu menyebabkan luka ;
2e. Dengan penjara selama-lamanya sembilan tahun, jika kekerasana itu menyebabkan luka berat pada tubuh ;
3e. Dengan penjara selama-lamanya dua belas tahun, jika kekerasan itu menyebabkan matinya orang.
Penjelasan pasal ini secara singkat adalah sebagai berikut :
1. Yang dilarang dalam pasal ini ialah "Melakukan kekerasan". Apa yang dimaksudkan dengan KEKERASAN lihat catatan pada pasal 89 KUHP. Kekerasan yang dilakukan ini biasanya terdiri dari MERUSAK BARANG" atau "PENGANIAYAAN" akan tetapi dapat pula kurang daripada itu, sudah cukup misalnya bila orang-orang melemparkan batu kepada orang lain atau rumah, atau membuang-buang barang dagangan sehingga berantakan, meskipun tidak ada maksud yang tentu untuk menyakiti orang atau merusak barang itu ; "Melakukan kekerasan" dalam pasal ini bukan merupakan suatu alat atau daya upaya untuk mencapai sesuatu seperti halnya dalam pasal 146, 211, 212 KUHP dan lain-lainnya, akan tetapi merupakan suatu TUJUAN. Disamping itu TIDAK PULA MASUK KENAKALAN dalam pasal 489 KUHP, PENGANIAYAAN dalam pasal 351 KUHP dan merusak barang dalam pasal 406 KUHP dan sebagainya.
2. Kekerasan itu harus dilakukan BERSAMA-SAMA, artinya oleh sedikit-dikitnya DUA ORANG ATAU LEBIH. Orang-orang yang hanya mengikuti dan tidak benar-benar turut melakukan kekerasan tidak dapat dikenakan pasal ini.
3. Kekerasan itu ditujukan kepada ORANG atau BARANG. Hewan atau binatang masuk pula dalam pengertian barang. Pasal ini tidak membatasi bahwa orang (badan) atau barang itu harus KEPUNYAAN ORANG LAIN, sehingga MILIK SENDIRI masuk pula dalam pasal ini, meskipun tidak akan terjadi orang melakukan kekerasan terhadap diri atau barangnya sendiri sebagai tujuan, kalau sebagai ALAT atau DAYA UPAYA untuk mencapai suatu hal, mungkin bisa juga terjadi.
4. Kekerasan itu hasru dilakukan DIMUKA UMUM, karena kejahatan ini memang dimasukkan ke dalam golongan KEJAHATAN KETERTIBAN UMUM. Arti DIMUKA UMUM adalah DI TEMPAT PUBLIK DAPAT MELIHATNYA.

Senin, 15 Mei 2017

BELAJAR HUKUM ITU MUDAH

SILAHKAN GABUNG :

https://www.facebook.com/belajarhukumitumudah/

SERANGAN SIBER

Siapkah undang-undang ITE kita mengantisipasi serangan siber dari negara lain ? Pertanyaan tersebut harus bisa menjadi pemicu atau trigger terhadap upaya pemerintah dalam melindungi warga negaranya yang biasa menggunakan perangkat IT yang terkoneksi ke jaringan internet, sebab masih banyak lubang di dalam undang-undang ITE kita yang memungkinkan seseorang melakukan serangan siber dari luar wilayah hukum Indonesia. Harapan masyarakat sebenarnya mudah saja yaitu terlindunginya jaringan internet yang mereka gunakan dari berbagai macam serangan siber baik berupa virus maupun malware yang seringkali belum dipahami karena keterbatasan informasi dari pemerintah sebagai regulator penyelenggaraan jaringan internet di Indonesia. Pemerintah harus lebih aktif lagi dengan memperbaiki undang-undang yang ada, juga dengan aktif memberikan sosialisasi terhadap kemungkinan munculnya berbagai macam serangan siber dan aktif membantu masyarakat yang membutuhkan bantuan berupa pelindungan dalam penggunaan internet. Ini semua menjadi tantangan yang tidak mudah bagi pemerintah namun kita sebagai warga negara juga harus mendukung upaya pemerintah tersebut dengan ikut memperkuat dan memperbaiki jaringan internet yang kita miliki dan kita gunakan. Jangan mudah terprovokasi dengan berbagai informasi yang tidak jelas dan menyesatkan, lebih baik kita men "setting" hardware maupun software dari perangkat digital yang kita miliki dengan berbagai perlindungan dari serangan siber, misalnya dengan selalu meng "upgrade" baik software maupun anti virus yang kita miliki, sekaligus melaporkan apabila ada perilaku "daring" yang membahayakan perangkat-perangkat digital kita. Semoga apa yang kita lakukan bisa bermanfaat bagi kita sendiri dan juga mendorong pemerintah melakukan upaya seoptimal mungkin dalam perlindungan jaringan internet di Indonesia.

Selasa, 09 Mei 2017

HAPUSNYA HUKUMAN

Hapusnya hukuman adalah sebagaimana diatur dalam pasal 83 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang menyebutkan : "Hak menjalankan hukuman hapus karena si terhukum meninggal dunia."
Secara singkat penjelasan pasal ini adalah "Disini yang hapus adalah hak menjalankan hukuman (strafexecutie). Jika orang setelah dengan vonis dijatuhi pidana kemudian meninggal dunia, maka hukuman itu tidak dijalankan lagi kecuali dalam hal pelanggaran tentang penghasilan Negara dan cukai, dalam hal denda, perampasan barang dan ongkos perkara yang ada dapat ditagihkan kepada ahli warisnya."
Pasal ini secara eksplisit mengatur bahwa dengan meninggalnya seorang Terpidana, maka hapus pula pidana yang ditanggungnya, akan tetapi terhadap pidana tambahan berupa denda, perampasan harta atau uang pengganti (dalam perkara tindak pidana korupsi) dapat ditagihkan kepada ahli warisnya melalui mekanisme gugatan perdata.

Senin, 08 Mei 2017

PENGERTIAN PENYIDIK

Pengertian Penyidik adalah sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang menyebutkan :
"Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan."
Dari ketentuan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa selain pejabat kepolisian negara Republik Indonesia, maka pejabat pegawai negeri sipil tertentu dapat diberikan tugas berdasarkan undang-undang dapat melakukan penyidikan. Contoh mudah dari ketentuan ini adalah Jaksa, yang dalam perkara-perkara tertentu juga diberikan kewenangan untuk melakukan penyidikan, misalkan dalam perkara tindak pidana korupsi, sehingga dalam upaya pencegahan dan penindakan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), para penyidiknya terdiri dari unsur kepolisian dan kejaksaan yang diperbantukan menjalankan tugas-tugas KPK. Sampai saat ini KUHAP tidak memberikan ruang bagi penyidik swasta sebagaimana banyak dilakukan pada sistem hukum acara di beberapa negara, sebab tugas-tugas penyidikan merupakan tugas yang berat dalam upaya mencari alat bukti terhadap suatu tindak pidana yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di persidanga, sehingga dibutuhkan kinerja yang dapat dipertanggungjawabkan.

Kamis, 04 Mei 2017

5 W & 1 H

5 W & 1 H
Hari ini sejenak kita merenungkan bahwa sebenarnya ada persamaan antara pembuatan sebuah putusan dengan penulisan jurnalistik, yaitu sama-sama menggunakan metode penulisan berdasarkan 5 W dan 1 H, yaitu WHO, WHAT, WHEN, WHERE, WHY dan HOW.
1. WHO, setiap putusan baik itu perdata maaupun pidana, pada pokoknya memuat identitas dari pihak yang bersengketa dalam perkara perdata maupun identitas Terdakwa dalam perkara pidana. Ketika seorang Hakim tidak mempertimbangkan mengenai identitas ini yang dalam istilah asing disebut dengan WHO, maka dapat dipastikan bahwa Hakim tersebut kurang cermat dalam membuat pertimbangan dalam putusan yang dapat menyebabkan ERROR IN PERSONA atas putusan yang dibuatnya sehingga (dalam perkara pidana) sesuai dengan pasal 197 ayat (2) dapat menyebabkan putusan batal demi hukum dan apabila seorang Hakim dianggap kurang cernat di dalam mempertimbangkan identitas yang ada dalam putusannya maka dapat dikatakan bahwa Hakim tersebut tidak profesional di dalam melakukan tugas-tugasnya. Oleh sebab itu, maka dipelukan kehati-hatian dan kecermatan dari Hakim di dalam mempertimbangkannya.
2. WHAT, dapat diartikan sebagai apa yang terjadi sehingga terjadi suatu tindak pidana atau suatu perbuatan melawan hukum. Dalam perkara pidana, akan terpapar dalam Dakwaan Penuntut Umum sedangkan dalam perkara pidana akan dijabarkan dalam Surat Gugatan Penggugat. Hakim harus cermat dan jeli melakukan analisa yang dituangkan dalam putusananya, dengan melihat fakta yang terungkap dalam persidangan.
3. WHEN, diartikan sebagai waktu kejadian (tempus delicti) dari tindak pidana atau perbuatan melawan hukum. Fakta persidangan akan membuktikan apakah benar dalil tempus delicti adalah sama dengan yang ada dalam Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum atau Surat Gugatan Penggugat.
4. WHERE, diartikan sebagai tempat kejadian (locus delicti) dari tindak pidana atau perbuatan melawan hukum. Fakta persidangan akan membuktikan apakah benar dalil locus delicti adalah sama dengan yang ada dalam Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum atau Surat Gugatan Penggugat.
5.WHY, adalah alasan kenapa Terdakwa melakukan tindak pidana atau Tergugat melakukan perbuatan yang merugikan Penggugat. Kebenaran pembuktiannya akan sangat tergantung dari penilai Hakim yang menyidangkannya.
6. HOW, yaitu bagaimana cara suatu tindak pidana dilakukan oleh Terdakwa atau suatu perbuatan yang merugikan Penggugat dilakukan oleh Tergugat.
Pembuktian keenam unsur tersebut membutuhkan kejelian, kecermatan dan kehati-hatian dari Hakim yang menyidangkannya, mengingat nasib para pencari keadilan ada di tangan Hakim sebagai representasi Negara di dalam menegakan hukum dan keadilan.

Rabu, 03 Mei 2017

PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA PADA TINGKAT KASASI

Pemeriksaan pada tingkat kasasi dalam perkara pidana telah diatur dalam pasal 253 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan materi yang diperiksa oleh Majelis Hakim tingkat kasasi adalah sebagaimana diatur dalam ayat (1) yang menyebutkan :
"Pemeriksaan dalam tingkat kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung atas permintaan para pihak sebagaimana dimaksud dalam pasal 244 dan pasal 248 guna menentukan :
a. Apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya ;
Apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut kententuan undang-undang ;
c. Apakah benar pengadilan telah melampaui batas wewenangnya ?
Penjelasan singkat atas ketentuan pasal 253 ayat (1) KUHAP ini adalah sebagai berikut :
* Bahwa Mahkamah Agung sebagai Judex Jurist hanya memeriksa penerapan hukum yang dilakukan oleh Pengadilan Negeri maupun Pengadilan Tinggi sebagai Judex Facti ;
* Oleh karena Mahkamah Agung sebagai Judex Jurist, maka Mahkamah Agung tidak lagi memeriksa fakta yang terungkap dalam persidangan, akan tetapi hanya memeriksa apakah ketentuan hukum yang ada telah diterapkan sebagaimana mestinya terhadap fakta yang terungkap dalam persidangan tersebut ;
* Meski demikian, apabila pemohon kasasi dalam memori kasasinya dapat mendalilkan bahwa terdapat fakta hukum yang terungkap dalam persidangan akan tetapi tidak dipertimbangkan oleh Majelis Hakim pada Pengadilan Negeri maupun Pengadilan Tinggi, maka Mahkamah Agung dapat pula mempertimbangkan fakta hukum yang belum dipertimbangkan tersebut.

DIMANA TANAH DIPIJAK, DISANA NASI DIMAKAN

                Sebuah prinsip yang selalu saya pegang saat saya masih sering merantau dan sebagai informasi saja, saya sudah berantau d...