Selasa, 18 Oktober 2022

BHiM di Youtube

BHiM di Youtube


Sebenarnya ada keinginan untuk membuka BHiM di Youtube, namun mengingat keterbatasan waktu dan personal, masih belum dapat dilakukan. Mohon doanya mudah-mudahan tahun depan bisa terealiasasi.

Hukum Acara Pidana

 Hukum Acara Pidana


Perhatian masyarakat Indonesia saat ini sedang tertuju kepada proses persidangan perkara atas nama Terdakwa FS dan semua pasti berharap cemas, apakah perakra ini akan berakhir dengan putusan yang mengecewakan dan tidak sesuai dengan harapan.
Untuk mengetahui apakah hal tersebut bisa terjadi atau tidak, maka kami akan mencoba memberikan gambaran singkat.
Dalam perkara FS, tentu yang menjadi perhatian dari masyarakat awam dan juga dari keluarga korban adalah FS diduga sebagai pelaku intelektual dari sebuah perbuatan pembunuhan. Sebagai dalang dari suatu pembunuhan, tentunya banyak yang berharap FS akan dihukum dengan pidana maksimal yaitu pidana mati. Namun apakah Terdakwa FS dalam perkara yang saat ini sedang disidangkan akan mendapat hukuman maksmial yaitu pidana mati?
Untuk menjawabnya, kita harus mencermati Surat Dakwaan yang diajukan oleh Penuntut Umum di persidangan. Adakah Penuntut Umum mencantumkan dakwaan berdasarkan ketentuan pasal 340 KUH Pidana yang mempunyai ancaman pidana mati? Dalam surat dakwaan yang pasti disusun dengan sistematika subsidairitas, yaitu disusun dengan menempatkan pasal dakwaan Primair yaitu pasal dengan ancaman pidana tertinggi dilanjutkan dengan dakwaan Subsidair yaitu pasal yang mempunyai ancaman lebih ringan, yaitu pasal 338 KUH Pidana, dilanjutkan dengan dakwaan Lebih Subsidair yaitu dengan pasal yang ancaman pidananya lebih rendah dari pasal dalam dakwaan subsidair, yaitu pasal 351 ayat (3) KUH Pidana, dilanjutkan dengan dakwaan Lebih Lebih Subsidair yaitu dengan pasal yang lebih rendah lagi ancaman pidananya dan seterusnya.
Apabila disusun sebagaimana telah diuraikan di atas, maka kemungkinanTerdakwa FS akan mendapatkan pidana maksimal masih terbuka. Tinggal menunggu pembuktian di persidangan, fakta hukum mana yang terubukti secara sah dan meyakinkan.
Dan harus diingat, bahwa yang menjadi dasar putusan Majelis Hakim adalah fakta hukum yang terbukti di persidangan dan bukan berdasarkan obrolan orang di warung kopi. Oleh sebab itu, mari kita tunggu dengan sabar proses persidangan dari perkara FS ini. Semua sudah diatur di dalam Hukum Acara Pidana Indonesia, mengenai proses persidangan. 

Persidangan Perkara FS

 Persidangan Perkara FS

Selayaknya pertandingan sepak bola, peluit pertandingan sudah ditiup yaitu dengan dimulai proses persidangan dalam perkara atas nama FS. Bagaikan 2 (dua) tim yang saling bertanding, yaitu dari pihak Jaksa/Penuntut Umum yang mewakili Negara dan juga warga negara Indonesia akan berhadapan dengan pihak advokasi dari Terdakwa FS yang didampingi oleh beberapa advokat yang sudah masyhur kemampuannya beracara di perisdangan, sedangkan Majelis Hakim akan bertindak sebagai wasit yang akan menjaga atauran-aturan persidangan demi terbukanya fakta hukum di persidangan.
Lalu, bagaimana posisi kita sebagai penonton? Layaknya suatu pertandingan tentu ada penonton yang lebih mendukung salah satu tim yang bertanding dibandingkan tim lainnya. Sudah pasti banyak yang mendukung pihak Penuntut Umum untuk membuktikan Surat Dakwaannya, namun juga tidak sedikit yang mendukung pihak RS dengan segala alasannya. Apakah salah? Tentu saja tidak, namun perlu diingat bahwa kita harus memberikan kepercayaan sepenuhnya kepada Penuntut Umum untuk membuktikan Surat Dakwaannya dan kepada pihak Penasihat Hukum Terdakwa FS, juga mempunyai hak yang sama dalam mematahkan dalil-dalil Penuntut Umum dalam Surat Dakwaannya. Bagaimana dengan Majelis Hakim? Secara obyektif saya percaya akan kompetensi dan juga integritas Majelis Hakim yang akan menyidangkan perkara FS. Saya yakin Majelis Hakim akan menjadi pemutus perkara yang adil berdasarkan fakta hukum yang terbukti selama persidangan.
Proses persidangan masih panjang dan bagi orang awam mungkin akan membosankan, namun dari proses persidangan tersebut kita banyak pelajaran yang bisa kita ambil. Salah satunya adalah siapapun mempunyai kedudukan yang sama di hadapan hukum, tanpa memandang derajat, pangkat maupun kedudukan seseorang.
Terakhir, monggo, sama-sama kita saksikan proses persidangan perkara atas nama Terdakwa FS dan mungkin juga bisa menguras air mata. Tetapi itulah persidangan dengan segala dinamikanya yang bisa menjadi bahan instropeksi bagi kita semua.

Kamis, 13 Oktober 2022

Perkara FS

 Perkara FS


Saat ini perkara atas nama FS sudah dilimpahkan oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Saatnya memberikan kesempatan kepada Jaksa/Penuntut Umum membuktikan di persidangan berdasarkan bukti saksi, bukti surat, bukti persangkaan dan bukti pengakuan. Mengawal jalannya persidangan adalah wajib bagi setiap warga negara namun dilarang membuat gaduh dengan membuat berbagai macam pendapat/komentar atau bahkan membuat hoax. Serahkan semuanya pada pembuktian di persidangan dan apabila pembuktiannya lemah maka beban ada di pihak Penyidik dalam hal ini adalah pihak Kepolisian, yang kurang gigih mencari alat bukti sebelum persidangan sedangkan Jaksa/Penuntut Umum juga mempunyai kewajiban untuk membuktikan bahwa surat dakwaannya adalah benar dan dapat dibuktikan secara sah dan meyakinkan. Tidak ada yang sempurna karena kesempurnaan adalah mutlak milik sang Illahi, Tuhan semesta alam, namun setidaknya kita bisa mengawal persidangan supaya tidak terjadi penyimpangan dalam segala bentuknya. Dan karena sifat persidangan adalah terbuka untuk umum, maka segala informasi selama jalannya persidangan menjadi hak publik. Yang harus diwaspadai adalah pemberitaan yang tidak akurat mengenai jalannya persidangan. Hal tersebut bisa terjadi karena pemahaman hukum khususnya hukum acara pidana yang tidak baik atau bisa diakibatkan adanya kepentingan-kepentingan tertentu yang menguntungkan seseorang atau sekelompok orang. Jadi, monggo dinikmati aja jalannya persidangan.

Senin, 05 September 2022

KEJAHATAN TERHADAP KETERTIBAN UMUM

 KEJAHATAN TERHADAP KETERTIBAN UMUM


Dalam kesempatan ini kami akan memulai pembahasan mengenai ketentuan Kejahatan Terhadap Ketertiban Umum. Perihal menegani ketentuan Kejahatan Terhadap Ketertiban Umum diatur di Pasal 154 sampai dengan Pasal 182 KUH Pidana. Pertama, kami akan membahas ketentuan Pasal 154 KUH Pidana, yang menyebutkan "Barangsiapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan kepada Pemerintah Negara Indonesia, dihukum penjara selama-lamanya 7 (tuju) tahun dan denda sebanyak-banyaknya Rp 4.500,00 (empat ribu lima ratus rupiah). Lihat ketentuan Pasal 155 huruf s dan Pasal 207 KUH Pidana."
Dari ketentuan Pasal 154 KUH Pidana ini dapat dijelaskan secara singkat sebagai berikut :
1) Pasal 154 - 157 KUH Pidana adalah yang biasa disebut delik-delik kebencian (haartzaai artikelen) yang maksudnya untuk menjaga ketentraman dan ketertiban umum di kalangan penduduk, jangan samapi kena rupa-rupa hasutan yang mengacau dan memecahbelah dengan jalan berpidato, tulisan, gambar dan sebagainya di depan umum atau di surat kabar;
2) Pasal 154 memutuskan DELIK PERS (PERS -DELICT) sedangkan Pasal 155 mengenai DELIK PENYEBARAN (VERSPEIDING-DELICT);
3) Dengan UU Nomor 19 Tahun 2016 yang merupakan Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, maka diatur pula mengenai kejahatan yang dilakukan melalui media online dengan berbagai platformnya, sehingga UU ITE merupakan secara tidak langsung merupakan perluasan dari ketentuan Pasal 154 KUH Pidana ini. (BERSAMBUNG).

Senin, 15 Agustus 2022

Pembelajaran Dari Kasus FS

 Pembelajaran Dari Kasus FS


Kami tidak akan membahas mengenai jalannya pemeriksaan dari kasus yang melibatkan FS, seorang Jenderal di lembaga Aparat Penegak Hukum di Indonesia, namun hanya akan membagikan catatan sebagai pengingat kita semua.
1) Sebagai bagian dari suatu perkara tindak pidana, sudah seharusnya dipahami bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan jalannya penyidikan, semua akan dibuktikan di persidangan. Segala hal yang terungkap selama persidangan harus dianggap sebagai fakta hukum yang tidak terbantahkan, sehingga dengan demikian, maka semua opini dan obrolan warung kopi selama penyidikan harus diabaikan;
2) Semua pihak yang terlibat harus dianggap tidak bersalah sebelum adanya putusan Hakim yang menyatakan bahwa pihak-pihak tersebut dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan suatu tindak pidana;
3) Masyarakat harus menghargai penyidikan yang dilakukan oleh Penyidik, seandainya ada kejanggalan, pihak yang berkaitan dengan perkara tersebut bisa mengajukan PRA PERADILAN untuk menguji apakah penyidikan yang dilakukan sudah sesuai sebagaimana diatur dalam Undang-Undnag yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP);
4) Yang terpenting adalah masyarakat harus menghormati Putusan Hakim dalam perkara tersebut, karena Putusan Hakim ada berdasarkan fakta hukum yang terbukti selama persidangan.
Kiranya 4 (empat) hal tersebut bisa menjadi pedoman bagi masyarakat dalam menyikapi perkembangan perkara ini.

Rabu, 10 Agustus 2022

Kejahatan Terhadap Jiwa Orang (Bagian 13 / PENUTUP)

 Kejahatan Terhadap Jiwa Orang (Bagian 13 / PENUTUP)

Pasal terakhir yang mengatur tentang kejahatan terhadap jiwa orang adalah Pasal 350 KUH Pidana, yang menyebutkan : "Pada waktu menjatuhkan hukuman karena makar mati (doodslag), pembunuhan direncanakan (moord) atau karena salah satu kejahatan yang diterangkan dalam Pasal 344 KUH Pidana, Pasal 347 KUH Pidana dan Pasal 348 KUH Pidana dapat dijatuhkan hukuman mencabut hak yang tersebut dalam Pasal 35 ayat (1) No. 1 s/d 5 KUH Pidana." Sebagai tambahan informasi, bahwa ketentuan Pasal 35 ayat (1) KUH Pidana menyebutkan sebagai berikut :
Hak si tersalah yang boleh dicabut dengan keputusan hakim dalam hal yang ditentukan dalam Kitab Undang-Undang ini atau dalam Undang-Undang umum yang lain, adalah :
1. Hak menjabat segala jabatan atau jabatan yang ditentukan;
2. Hak masuk pada kekuasaan bersenjata;
3. Hak memilih dan hak boleh dipilih pada pemilihan yang dilakukan menurut undang-undang umum;
4. Hak menjadi penasihat atau penguasa alamat (wali yang diakui sah oleh Negara) dan menjadi wali pengawas, menjadi kurator pengawas atas orang lain dari anaknya sendiri;
5. Kuasa bapak, kuasa wali dan penjagaan (kuratel/curatele) atas anak sendiri;
6. Hak melakukan pekerjaan yang ditentukan.
Dari ketentuan Pasal 350 KUH Pidana ini dapat diterangkan secara singkat sebagai berikut :
1. Pelaku kejahatan yang terbukti di persidangan, dapat dijatuhi hukuman tambahan sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 35 ayat (1) No. 1 s/d 5 KUH Pidana;
2. Hukuman tambahan ini diberlakukan untuk mencegah pelaku kejahatan untuk mengambil keuntungan atas pekerjaan atau jabatan yang sedang dijalankan atau yang akan dijalankannya;
Demikian penjelasan singkat mengenai Kejahatan Terhadap Jiwa Orang yang bisa kami sampaikan. Dan untuk selanjutnya kami akan menyampaikan pengaturan yang lain sebagaimana diatur di dalam KUH Pidana. Mohon maaf apabila terdapat kekurangan di dalam pembahasan ini.

DIMANA TANAH DIPIJAK, DISANA NASI DIMAKAN

                Sebuah prinsip yang selalu saya pegang saat saya masih sering merantau dan sebagai informasi saja, saya sudah berantau d...