Selasa, 02 Maret 2021

Kenapa Orang Suka Berbuat Korupsi

 Kiranya menjadi pertanyaan yang sangat umum dilontarkan anggota masyarakat berkaitan dengan makin maraknya perkara korupsi yang terungkap di masyarakat. Adalah wajar masyarakat bertanya-tanya mengapa orang-orang yang melakukan korupsi adalah orang-orang yang secara ekonomi bukanlah orang yang kekurangan secara materi, dilihat dari pangkat dan kedudukan, pelaku tindak pidana korupsi seringkali adalah para pejabat tinggi dan mempunyai kedudukan politis yang mapan. Lalu kenapa orang-orang terhormat tersebut masih melakukan tindak pidana korupsi?Secara sosiologis, banyak hal yang menjadikan seseorang menjadi pelaku tindak pidana, termasuk tindak pidana korupsi. Apa itu?1. Memiliki perilaku berbuat jahat, disadari atau tidak setiap orang memiliki peluang melakukan perilaku buruk. Apabila hal tersebut diperturutkan, maka bukan tidak mungkin akan menjadi perilaku yang benar-benar dilakukannya.2. Pengaruh lingkungan, banyak yang mengatakan bahwa pergaulan seseroang bisa merubah perilakunya. Seseorang yang selalu bergaul dengan orang-orang dengan perilaku yang buruk maka baik langsung maupun tidak langsung bisa terpapar dari perilaku orang-orang di sekitarnya.3. Perilaku hidup hedonis, yaitu perilaku yang ingin hidup mewah, bergelimang harta dan merasa bisa menguasai segalanya dengan harta yang dimilikinya. Perilaku ini kiranya menjadi faktor utama seseorang melakukan tindak pidana korupsi.4. Perilaku ingin pamer, harus diakui banhwa saat ini banyak anggota masyarakat yang ingin dianggap kaya harta, namun sejujurnya miskin rasa empati. Dirinya ingin dianggap punya segalanya dan merasa tidak senang apabila ada orang lain yang memiliki kekayaan lebih dari yang dimilikinya.5. Ada peluang, ada satu contoh yang bisa dijadikan indikator dari hal yang kelima ini, yaitu ketika ada pembagian dana desa yang seharusnya diperuntukkan untuk pembangunan desa, dana tersebut dititipkan ke rekening Kepala Desa, Namun apa yang terjadi? Ketika seorang secara tiba-tiba mendapat kiriman uang sejumlah ratusan juta rupiah, maka dia merasa punya peluang untuk menggunakan uang tersebut tidak pada peruntukkannya, misalkan membeli kendaraan baru bagi dirinya pribadi atau uang tersbeut digunakan untuk menambah istri dan masih banyak lainnya.Kiranya 5 (lima) hal tersebut yang bisa menjadi penyebab utama seseorang melakukan tindak pidana korupsi, disamping pasti masih banyak faktor lainnya. Lalu, apa tugas kita sebagai anggota masyarakat? KIta punya peranan penting untuk selalu mengingatkan pejabat yang kita ketahui akan berperilaku melakukan tindak pidana korupsi. Ingatkan, ingatkan dan selalu ingatkan bahwa perbuatannya tidak benar. Bagaimana caranya? Bisa kita sampaikan kepada Aparat Penegak Hukum (khususnya kepada Polisi dan Jaksa), atau kita sampaikan melalui media massa atau media sosial. Namun harus diingat ketika kita mengatakan bahwa ada dugaan tindak pidana korupsi di media massa maupun media sosial, maka kita juga harus sudah siap dengan bukti-buktinya. Sebab tanpa adanya bukti, maka apa yang kita kemukakan akan menjadi fitnah. Semoga. (Admin).

Kamis, 18 Februari 2021

Persidangan Seteah Pandemi Berlalu

 Persidangan Seteah Pandemi Berlalu

Sampai saat ini Pemerintah masih bekerja keras memerangi pandemi Covid-19 yang belum tahu kapan akan berakhir. Segala daya dan upaya tetap dilakukan terutama dalam menjaga terlaksananya Protokol Kesehatan (Prokes) secara ketat. Masyarakatpun dituntut supaya tertib mengikuti PROKES yang sudah ditetapkan demi menjaga supaya Covid-19 tidak semakin luas menyebar. Demikian juga usaha vaksinasi terhadap seluruh warga negara Indonesia juga mulai dilakukan. Meskipun membutuhkan waktu yang panjang, namun setidaknya secercah cahaya adanya harapan bahwa Covid-19 dapat diatasi mulai timbul. Kita harus tetap optimis bahwa pendemi ini dapat kita taklukan dengan kerjasama yang baik, saling bahu membahu antara Pemerintah dan masyarakat. Tanpa dukungan masyarakat, Pemerintah tidak akan bisa melakukan apap2 sedangkan tanpa ada tindakan dari Pemerintah, masyarakat akan semakin terkena dampak, langsung maupun tidak langsung dari pandemi Covid-19.
Apabila kita melihat di dunia peradilan saat ini, membuktikan bahwa meskipun efektif proses persidangan dilakukan secara online (daring), akan tetapi harus diakui proses persidangan menjadi tidak (kurang) efektif mengingat kurang baiknya kualitas sarana dan prasarana komunikasi yang digunakan. Misalnya saja, buruknya kualitas jaringan internet yang digunakan, kurang bagusnya sarana audio-video di ruang sidang dan masih banyak lagi kekurangan yang lain.
Lalu, bagaimana setelah pandemi berakhir? Harus diakui bahwa hal tersebut harus pula diperlukan aturan yang tegas yang berisi bagaimana proses persidangan setelah pandemi. Barangkali yang dapat dilakukan antara lain:
1. Tetap menjaga jarak di dalam ruang sidang;
2. Penataan ruang sidang yang lebih baik;
3. Terhadap berkas pidana yang tersangkanya lebih dari 4 orang, bisa dilakukan pemecahan berkas yang maksimal berisi 2 orang tersangka;
4. Pembatasan jumlah Penasihat Hukum (advokat) yang bisa hadir di ruang sidang;
5. Pembatasan jumlah pengunjung sidang;
6. Tetap menjaga PROKES;
Setidaknya 6 hal tersebut dapat dilakukan ketika persidangan dibuka kembali untuk dilakukan secara langsung di ruang sidang dan tidak lagi dilakukan secara daring. Memang untuk memberantas pandemi diperlukan waktu setidaknya lebih dari 5 tahun, namun setidaknya kita sudah memiliki rencana apa yang harus dilakukan ketika pandemi berakhir dan Mahkamah Agung harus memperhatikan hal tersebut. Semoga. (Admin)

Senin, 15 Februari 2021

Apakah Persidangan Online Menurunkan Kualitas Pemeriksaan dan Putusan?

 Pertanyaan ini banyak ditanyakan oleh masyarakat terhadap proses persidangan di kantor pengadilan yang dilakukan secara online. Merupakan hal yang wajar tentunya, sebab masyarakat tentu menginginkan bahwa penegakan hukum tidak kendor meskipun saat ini kita semua sedang berjuang menghadapi Covid-19 yang merupakan pandemi yang masih belum bisa dituntaskan oleh banyak negara di dunia, termasuk Indonesia.

Sejatinya, persidangan secara online tidak menghilangkan esensi atau inti dari proses sidang itu sendiri. Dalam perkara pidana, proses persidangan akan dimulai dari pembacaan surat dakwaan, dilanjutkan dengan Tanggapan (Eksepsi) dari Terdakwa atau Penasihat Hukumnya, lalu dilanjutkan dengan Tanggapan dari Penuntut Umum. Kemudian, dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi-saksi dan alat bukti lainnya, seterusnya ada pemeriksaaan Terdakwa, termasuk apabila Terdakwa akan mengajukan saksi yang meringankan (a de charge). Dilanjutkan dengan pembacaan Surat Tuntutan dari Penuntut Umum, yang ditanggapi oleh Terdakwa/Penasihat Hukum Terdakwa dalam bentuk Pembelaan (Pledooi). Dari pembelaan tersebut ditanggapi oleh Penuntut Umum dan ditutup dengan Pembacaan Putusan.
Demikian juga dengan perkara perdata, diawali dengan mengecek kehadiran pihak penggugat dan tergugat, apabila belum lengkap akan dipanggil kembali, untuk penggugat akan dipanggil maksimal 2 (dua) kali dan tergugat maksimal 3 (tiga) kali. Apabila sudah lengkap akan dilanjutkan dengan MEDIASI dengan menunjuk Mediator, bisa dari luar atau menunjuk Hakim diluar Majelis sebagai Mediator. Apabila mediasi berhasil akan dibuatkan Akta Perdamaian (Acta van Dading) apabila mediasi gagal, dialnjutkan dengan pembacaan gugatan. Atas gugatan penggugat, pihak tergugat punya hak untuk mengajukan jawaban (eksepsi) dan atas jawaban tergugat, penggugat mempunyai hak mengajukan Replik dan atas replik penggugat, tergugat punya hak untuk mengajukan Duplik. Setelah duplik, apabila dalam Jawaban (Eksepsi) terdapat perihal kewenangan mengadili, maka akan diputus dalam Putusan Sela, apabila tidak ada hal mengenai kewenangan mengadili, maka sidang akan dilanjutkan dengan pembuktian, dengan dimulai dari bukti surat dari penggugat dan tergugat, dilanjutkan dengan bukti saksi. Apabila perkara perdata tersebut mengenai tanah dan/atau bangunan, maka Majelis Hakim akan melakukan Pemeriksaan Setempat, untuk melihat secara langsung obyek sengketa beserta batas-batasnya. Setelah pembuktian selesai dilanjutkan dengan masing-masing pihak mengajukan kesimpulan yang berisi fakta hukum yang terbukti di persidangan berdasarkan pandangan dari pihak penggugat maupun tergugat. Dan, terakhir, ditutup dengan Pembacaan Putusan.
Semua proses persidangan tersebut tetap dilakukan secara tertib sebab, dengan terlewatnya satu saja proses persidangan tersebut, maka Putusan Hakim akan menjadi BATAL DEMI HUKUM. Oleh sebab itu, meskipun persidangan dilakukan secara online, tetap dilakukan sesuai prosedur proses persidangan dan persidangan tetap dilakukan terbuka untuk umum. Semua proses persidangan dituangkan dalam Berita Acara Sidang dan setiap putusan akan diunggap (upload) dalam website Mahkamah Agung RI yang daat diakses oleh setiap warga masyarakat.
Jadi, tidak ada alasan untuk mengatakan bahwa proses persidangan online akan mengurangi kualitas persidangan itu sendiri. (Admin).

Rabu, 02 Desember 2020

EMPAT PILAR TEGAKNYA HUKUM

 

EMPAT PILAR TEGAKNYA HUKUM

 

            Berbicara mengenai tegaknya hukum di Indonesia, tidak akan terlepas dari peran serta masyarakat sebagai pemilik utama dari hukum itu sendiri. Masyakarat akan semakin menyadari pentingnya hukum ketika masyarakat ikut dilibatkan dalam proses penegakan hukum di Indonesia. Tanpa adanya peran serta masyarakat, tentunya akan menimbulkan syak wasangka dalam diri masyarakat itu sendiri bahwa ada “pat gulipat” diantara para aparat hukum dan juga antara aparat hukum dengan pihak yang terlibat dalam proses penegakan hukum.

            Apabila kita cermati, setidaknya ada 4 (empat) pilar yang harus ada apabila menginginkan keberhasilan proses penegakkan hukum di Indonesia. Keempat hal tersebut adalah Keadilan, Kepastian, Kemanfaatan dan Kejujuran, yang bias secara singkat dapat kita jabarkan sebagai berikut.

1.  Keadilan;

Merupakan tujuan utama dari proses penegakan hukum di seluruh dunia. Hal ini menjadi esensi utama tegaknya hukum di suatu negara. Meskipun harus dipahami bahwa keadilan sifatnya adalah abstrak atau sulit untuk dijelaskan dan digambarkan secara nyata. Mengapa? Rasa adil bagi seseorang tentu tidak akan sama dengan rasa keadilan yang dirasakan oleh orang lain, dmeikian pula sebaliknya. Namun yang pasti bahwa setiap orang akan sependapat bahwa bagi siapapun yang bersalah harus mendapat hukuman atau ganjaran yang setimpal dan orang yang berjasa harus mendapatkan penghargaan atas jasa-jasanya.

Meski demikian, keadilan ini tidak bias pula dilihat secara hitam dan putih, sebab tidak ada seorangpun yang benar-benar selalu bersalah dan tidak pernah memiliki jasa apapun, demikian pula sebaliknya. Bagi seorang yang berprofesi di bidang pro Justitia, pasti sudah paham bahwa, untuk menilai suatu keadaan dalam  bidang hukum, harus dilihat secara komprehensif (menyeluruh) dan tidak secara partial (hanya sebagian saja). Sebab hukum adalah ilmu sosial yang akan menilai perilaku seseorang dari berbagai segi kehidupannya, tidak hanya menilai pada saat orang tersebut melakukan kesalahan. Demikian pula dalam bidang hukum keperdataan, banyak hal yang harus menjadi pertimbangan apakah suatu peristiwa hukum akan menguntungkan seseorang atau salah salah satu pihak dan akan merugikan orang lain atau pihak lain.

2.  Kepastian;

Demi menjamin tegaknya hukum, maka hukum itu harus bias menjamin bahwa dengan adanya hukum, akan terjamin kepastian adanya rasa aman dan nyaman dalam masyarakat. Sebab adanya hukum seharusnya bias menjadi pencegah adanya perilaku yang menyimpang sehingga tidak akan terjadi adanya pelanggaran hukum yang dapat merugikan masyarakat.

Meskipun demikin hukum juga harus bias menjadi obat bagi masyarakat yang terluka ketika terjadi perilaku yang melanggar hukum yang menyebabkan adanya ketidaksembangan dalam tata kehidupan masyarakat dan menimbulkan kerugian baik secara materiil maupun immaterial di dalam masyarakat.

Hal tersebut menjadi tugas hukum untuk dei terjaganya kepastian akan adanya rasa aman dan nyaman dalam masyarakat. Dan hal ini sekaligus menjadi tantangan bagi aparat penegak hukum, baik itu dari Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan, Pemasyrakatan dan juga Advokat ketika bertugas sesuai dengan TUPOKSI nya masing-masing.

3.  Kemanfaatan;

Adanya hukum juga harus bisa memberi kemanfaatan yaitu bisa mencegah terjadinya perilaku menyimpang yang berifat melanggar hukum dan bisa mencegah seseorang yang pernah melakukan perbuatan melanggar hukum tidak mengulanginya lagi. Akan tetapi yang terpenting justru hukum harus bisa mencegah seseorang atau sekelompok orang atau golongan untuk melakukan perbuatan melanggar hukum atau tidak meniru perilaku orang yang melanggar hukum.

Ancaman dalam hukum harus bisa merefleksikan hak tersebut dan juga perilaku dari para aparat penegak hukum harus bisa menjadi contoh yang baik bagi masyarakat dan bukan justru menjadi pemicu bagi masyarakat untuk ikut melanggar hukum.

4.  Kejujuran;

Hal keempat yang diperlukan bagi tegaknya hukum di Indonesia adalah adanya kejujuran, baik dari aparat penegak hukumnya maupun dari masyarakat yang membutuhkan pelayanan hukum. Aparat penegak hukum harus jujur dalam melaksanakan tugas-tugasnya, harus tanpa pamrih dan tidak mengharap adanya imbalan apapun dari masyarakat yang membutuhkan pelayanan hukum, sebab bagi aparat penegak hukum, khusus bagi aparat Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan Pemasyarakatan, mereka sudah dibayar oleh Negara dalam bentuk gaji yang mencukupi, sedangkan bagi Advokat, tentunya harus bisa menetapkan tarif jasanya secara bijaksana dan tidak membebani bagi mayarakat pencari keadilan. Demikian pula bagi masyarakat yang membutuhkan pelayanan hukum, jangan pernah mencoba mengiming-imingi imbalan bagi aparat penegak hukum demi tercapai tujuannya.

Dengan adanya kejujuran ini maka kiranya hukum bisa menjadi tegak di Indonesia di tengah keterpurukan kepercayaan masyarakat kepada hukum dan keadilan.

            Demikiam uraian singkat mengenai 4 (empat) pilar yang dapat menjadi pendukung tegaknya hukum di Indonesia. Keempatmya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan satu dengan lainnya dan saling mendukung. Hilangnya satu pilar maka hilangnya kekuatan hukum dan dengan hilangnya kekuatan hukum, maka tidak mungkin hukum bisa berdiri tegak di Indonesia, apalagi bila menginginkan supaya hukum bisa menjadi panglima di negeri ini.

            Kesemuanya menjadi tugas kita Bersama untuk menjaga dan saling mengingatkan supaya kita selalu sadar bahwa penegakan hukum di Indonesia adalah hal mutlak yang harus dilakukan.

           

Selasa, 01 Desember 2020

BANTUAN HUKUM

  Bagi yang membutuhkan bantuan hukum, silahkan klik....


https://sites.google.com/view/haryanimularsihandpartners

LOWONGAN PEKERJAAN

 Lowongan Pekerjaan


Dibutuhkan segera, 1 (satu) orang Asisten Pengacara, S1 Hukum, Diutamakan Wanita max 30 Tahun, berpengalaman, Diutamakan tinggal di wilayah Kab. Cilacap, Lamaran ke Kantor HukumHaryani Mularsih & Partners, Jl. Gatot Subroto No, 58 Cilacap (Depan Jiwasraya Cilacap), Hub. 0811217278923

Rabu, 04 November 2020

Eksepsi Prosesual di Luar Eksepsi Kompetensi

 Dalam perkara gugatan perdata, dikenal adanya Eksepsi di luar Ekssepsi Kompetensi, yang terdri dari berbagai bentuk atau jenis, antara lain:

1. Eksepesi Surat Kuasa Khusus Tidak Sah, antara lain :
a) Surat Kuasa bersifat Umum, surat kuasa ini didasarkan pada Pasal 1795 KUH Perdata dan bukan yang dimaksud pada pasal 123 HIR. Oleh karena itu tidak sah digunakan bertindak untuk dan atas nama pemberi kuasa di depan Pengadilan;
b) Surat Kuasa tidak memenuhi syarat formil yang digariskan Pasal 123 ayat (1) HIR dan SEMA No.01 Tahun 1971 jo. SEMA No. 6 Tahun 1994, yaitu Surat Kuasa Khusus (bijzondere schriftelijkemachtiging) harus jelas dan tegas menyebut :
- secara spesifik kehendak untuk berperkara di PN tertentu sesuai dengan kompetensi relatif;
- identitas para pihak yang berperkara;
- menyebut secara ringkas dan konkret pokok perkara dan obyek yang diperkarakan, serta,
- mencantumkan tanggal serta tanda tangan pemberi kuasa;
Semua syarat tersebut bersifat KUMULATIF, oleh karena itu apabila salah satu syarat tidak terpenuhi, surat kuasa tidak sah karena mengandung cacat formil.
c) Surat Kuasa dibuat orang yang tidak berwenang, yaitudasar umum pemberian kuasa, harus diberikan, dibuat dan ditandatangani oleh orang yang berwenang untuk itu.
2. Eksepsi Error in Persona, yang terdiri dari :
a) Eksepsi Diskualifikasi atau gemis aanhoedanigheid, yaitu peberi kuasa tidak mempunyai kedudukan hukum untuk itu atau persona standi in judisio, misalkan anak di bawah umur atau di bawah perwalian;
b) Keliru pihak yang ditarik sebagai tergugat, yaitu gugatan diajukan terhadap si A padahal seharusnya diajuakn terhadap si B;
c) Exceptio plurium litis consortium, yaitu apabila orang yang ditarik sebagai tergugat tidak lengkap dan masih ada orang yang harus dijadikan sebagai penggugat atau tergugat;
3. Exeptio Res Judicata atau Ne Bis In Idem atau disebut juga exeptie van gewisjde zaak, yaitu diatur dalam Pasal 1917 KUH Perdata, sedangkan yang dimaksud dengan Ne Bis In Idem diatur dalam Pasal 76 ayat (1) KUHP, yang menyebutkan seseorang tidak boleh dituntut dua kali karena perbuatannya yang sama apabila terhadapnya oleh hakim telah dijatuhi putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap tentang itu.
Demikian kutipan singkat mengenai Eksepsi yang biasanya akan diajukan ketika ada gugatan perdata di pengadilan. Semoga bermanfaat.

DIMANA TANAH DIPIJAK, DISANA NASI DIMAKAN

                Sebuah prinsip yang selalu saya pegang saat saya masih sering merantau dan sebagai informasi saja, saya sudah berantau d...