Kamis, 07 April 2022

Tidak Boleh Memutus Dalam Keadaan 3 Hal

 Tidak Boleh Memutus Dalam Keadaan 3 Hal


Seorang bijaksana mengatakan bahwa seorang Hakim tidak boleh memutus ketika dalam keadaan 3 hal, yaitu ketika ia lapar, ketika ia sedang marah dan ketika ia tak berilmu (tidak memiliki ilmunya)
Kiranya 3 hal tersebut dapat diuraikan secara singkat. Bahwa ketika seorang Hakim memutus suatu perkara ketika dalam keadaan lapar, maka akan terjadi kecenderungan menyalahgunakan kekuasaannya untuk mengenyangkannya. Hal ini bisa diterjemahkan dalam arti sebenarnya atau dianalogikan yaitu ketika seorang Hakim masih memikirkan duniawinya, maka segala tindakannya (putusannya) akan bersifat menguntungkan dirinya sendiri tanpa melihat hal yang sebenarnya terjadi berdasarkan fakta yang terjadi dalam persidangan. Sejatinya seorang Hakim haruslah sudah berwatak sebagai seorang BEGAWAN atau PINANDHITA yang sudah terlepas dari semua unsur duniawinya. Meskipun pada kenyataanya, seorang Hakim tetaplah seorang manusia yang masih membutuhkan duniawi demi kehidupannya. Akan tetapi setidaknya ketika bertugas, ia mampu menyingkirkan sifat keduniawinya tersebut.
Hal kedua adalah ketika seorang Hakim memutus dalam keadaan marah, maka tentu sulit untuk bertindak secara adil. Secara alami, ketika seseorang dalam keadaan marah, maka ia tidak akan dapat mengontrol kondisi kejiwaannya sehingga tidak akan dapat berpikir secara jernih dan obyektif. Seorang Hakim haruslah sudah menjadi orang yang bisa mengatur emosialnya dalam segala keadaan dan tidak mudah untuk terpancing emosi ketika menghadapi suatu permasalahan. Berlatihlah dalam keadaan hening dalam pikiran dan heneng dalam tindakan yang berarti tenang dalam berpikir dan terarah dalam bertindak.
Yang terakhir adalah janganlah memutus ketika seorang Hakim dalam keadaan tidak berilmu. Hal ini tidak berarti mengatakan bahwa seorang Hakim tidak memiliki keilmuan akan sesutau hal, akan tetapi seorang Hakim harus terus mengasah keilmuannya dengan selalu belajar dan mengikuti berbagai pelatihan bersertifikasi sebagai tanda bahwa ia mempunyai ilmu akan hal yang akan diputuskannya. Ketika seorang Hakim yang tidak berilmu memutus atas suatu perkara yang tidak dikuasai ilmua, maka akan sangat mungkin putusannya tidak akan sesuai dengan fakta yang terjadi di persidangan.
Ketiga hal ini yang kiranya bisa menjadi pegangan bagi setiap Hakim yang bertugas menegakkan keadilan, sebab harus pula disadari bahwa keadilan adalah hal yang bersifat abstrak, adil bagi seseorang belum tentu adil bagi orang lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kecelakaan Lalu Lintas

    Ritual Mudik menjelang Hari Raya Idul Fitri telah tuntas dilakukan dengan berbagai variasinya. Masyarakat yang mudik dengan mengguna...