Rabu, 24 Juli 2024

FENOMENA PEMILIHAN UMUM DI INDONESIA



 

            Pemilihan Umum atau biasa disebut dengan PEMILU sudah menjadi hal yang biasa dilaksanakan di Indonesia. Bahkan, karena sudah seringnya dilakukan atau dilaksanakan, sehingga kita menjadi bosan dan akhirnya tidak memperhatikannya secara cerdas, bahwa sebenarnya banyak fenomena yang lazim terjadi pada saat pemilu.

            Fenomena yang lazim terjadi saat pemilu ini yang apabila tidak disikapi dengan bijak, bukan tidak mungkin bisa menjadi penghambat lancarnya pelaksanaan pemilu di kemudian hari. Meskipun demikian, sebenarnya fenomena yang sering terjadi saat pemilu sebenarnya bisa menjadi bahan pembelajaran bagi kita semua.

            Beberapa fenomena yang terjadi pada saat pelaksanaan pemilihan umum tersebut diantaranya adalah :

1)  Merasa Paling Bisa

Dalam setiap pelaksanaan pemilu, baik itu pemilihan presiden/wakil presiden, pemilihan anggota dewan, pemilihan kepala daerah/wakil kepala daerah, kita past akan disuguhi tontonan baik di media massa cetak, televisi maupun media sosial, pernyataan seseorang yang merasa paling bisa menjadi calon yang akan dipilih dalam pemilu. Hal ini sebenarnya baik, karena sedari kecil kita selalu diajarkan untuk selalu percaya pada kemampuan diri sendiri, akan tetapi dalam tataran pemilihan umum, kepercayaan diri tersebut bisa juga akan disebut sebagai sebuah kesombongan diri, yang menyatakan bahwa hanya dirinya sebagai calon yang mampu dan harus dipilih dalam pemilu, sedangkan calon yang lain dianggap tidak mampu.

Memang benar, setiap penjual pasti akan akan mengatakan bahwa apa yang dijual adalah produk yang paling baik. Namun tentunya dalam paktek promosi penjualan, setiap produk akan dilengkapi dengan klasifikasi produk yang akan dijual, khususnya mengenai kelebihan dari produknya, yang seringkali dilengkapi dengan data secara ilmiah. Nah, dalam kaitan pemilihan umum, sudah seharusnya seseorang yang akan mencalonkan diri juga melengkapi dirinya dengan data, yang kalo bisa data secara ilmiah, yang bisa membuktikan bahwa dirinya adalah calon yang paling harus dipilih, bukan cuma omon-omon doang yang gak ada buktinya.  

2)  Perlu Modal Besar

Sudah menjadi rahasia umum, bahwa apabila seseorang akan mencalonkan diri dalam pemilu, diperlukan modal yang besar. Karena itu, di negara-negara besar dan sudah maju demokrasinya, setiap orang yang akan mencalonkan diri adalah orang-orang yang sudah sukses secara ekonomi dan sudah selesai dirinya sendiri, artinya, sudah tidak memikirkan keperluan hidup diri dan keluarganya.

Hal yang berbeda yang terjadi di Indonesia, banyak orang yang mencalonkan diri adalah orang-orang yang tidak didukung dengan kekuatan finansial yang kuat, sehingga seringkali harus meminta bantuan kepada orang lain yang mempunyai modal besar, yang seringkali menjadi hutang politik saat orang yang mencalonkan diri tersebut benar-benar terpilih. Jadi, jangan heran ketika seseorang yang terpilih akhirnya melakukan korupsi, hanya untuk menutup hutang politiknya, khususnya secara finansial kepada orang lain.

3)  Mencari Pekerjaan Dan Status Sosial

Bukan menjadi hal baru ketika seseorang mencalonkan diri dalam pemilu adalah untuk bisa mendapatkan pekerjaan dan status sosial. Menjadi anggota dewan atau menjadi kepala pemerintahan, baik di pusat maupun di daerah, tentunya menjadi pekerjaan yang menjanjikan untuk mendapatkan penghasilan yang cukup besar sekaligus menaikkan status sosial orang tersebut. Banyak orang di Indonesia yang mencalonkan diri, benar-benar hanya untuk mendapatkan pekerjaan dan pendapatan yang layak. Sungguh miris.

Seseorang merasa sudah menduduki kedudukan politik yang tinggi ketika dirinya dipanggil dengan sebutan YANG MULIA, meskipun pada kenyataannya, ketika menduduki jabatan tersebut, dirinya tidak amanah atau tidak bisa menjaga kepercayaan masyarakat yang diberikan kepadanya. Hal ini menjadi hal yang jamak terjadi pada setiap pemilu di Indonesia dan mirisnya, kita sendiri sebagai warga masyarakat tidak menyadarinya.

4)  Nyampah Di Setiap Sudut Kota

Ini yang sering terjadi, ketika mencalonkan diri, seseorang cenderung akan menyebar spanduk, banner atau pamflet di setiap sudut kota, baik dipasang melintang di tengah jalan atau ditempel sembarangan di tembok-tembok rumah atau toko. Keadaan ini akhirnya hanya akan menjadi sampah yang memenuhi setiap sudut kota dan merepotkan semua pihak ketika akan dibersihkan.

Sampai saat ini, masih sedikit orang yang mencalonkan diri yang mempromosikan dirinya secara cerdas. Banyak cara yang bisa dilakukan mempromosikan diri dengan tidak membuat sampah, misalnya dengan melakukan siarang langsung maupun tidak langsung melalui media televisi atau media sosial. Atau, seperti yang pernah penulis saksikan saat pemilu walikota di sebuah kota di Turki, sang calon akan mendatangi setiap rumah warga untuk membagikan pamflet kertas berukuran kecil yang berisikan bahan kampanyenya sekaligus bertatap muka dengan warga untuk menyerap aspirasi warga. Hal ini cukup simpatik, daripada kampanye di lapangan yang dihadiri banyak orang yang bisa menimbulkan gesekan secara sosial atau bahkan bisa menimbulkan kebisingan dari knalpot sepeda motor para peserta kampanye, padahal mereka sendiri sebagai peserta kampanye sama sekali gak tau isi dari kampanye dari para calon yang akan mereka pilih, karena lebih banyak diisi hiburan dangdutan.

            Jadi, dari beberapa hal yang telah penulis sebutkan di atas, kira-kira apakah akan terulang lagi pada pemilu-pemilu yang akan datang? Sudah saatnya kita sebagai warga negara yang baik bisa memilih dan memilah calon yang akan kita pilih saat diadakan pemilihan umum. SEMOGA.

Rabu, 17 Juli 2024

KONEKSITAS (Bagian 5)


 

 

            Pembahasan berikutnya mengenai peradilan koneksitas, maka kita akan membahas ketentuan Pasal 93 KUHAP yang terdiri dari 3 (tiga) pasal, yang isinya :

(1)  Apabila dalam penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat (1) terdapat perbedaan pendapat antara penuntut umum dan oditur militer atau oditur militer tinggi, mereka masing-masing melaporkan tentang perbedaan pendapat itu secara tertulis, dengan disertai berkas perkara yang bersangkutan melalui jaksa tinggi kepada Jaksa Agung kepada Oditur Jenderal Angkatan Bersenjata Republik Indonesia;

(2)  Jaksa Agung dan Oditur Jenderal Angkatan Bersenjata Republik Indonesia bermusyawarah untuk mengambil keputusan guna mengakhiri perbedaan pendapat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1);

(3)  Dalam hal terjadi perbedaan pendapat antara Jaksa Agung dan Oditur Jenderal Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, pendapat Jaksa Agung yang menentukan;

Dari ketentuan Pasal 93 KUHAP ini, secara singkat dapat dijelaskan sebagai berikut :

-     Dalam perkara yang bersifat koneksitas, tidak menutup kemungkinan adanya perbedaan pendapat di dalam melakukan penelitian bersama yang dilakukan oleh pihak kejaksaan dan pihak oditur tinggi, mengingat sudut pandang yang mungkin berbeda dalam menilai suatu tindak pidana;

-     Apabila terjadi hal demikian, maka tim peneliti akan melaporkan kepada Jaksa Agung dan Oditur jenderal Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (sekarang Oditur Jenderal TNI) dengan melampirkan berkas perkara yang bersangkutan;

-     Meskipun hasil penelitian dilaporkan kepada Jaksa Agung maupun kepada Oditur Jenderal Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, akan tetapi pendapat dari Jaksa Agung yang akan menentukan perkara tersebut akan diserahkan ke Peradilan Militer atau Peradilan Umum;

-     Pendapat dari Jaksa Agung ini bersifat multak dan tidak boleh dibantah oleh pihak manapun termasuk dari pihak Oditur Jenderal Angkatan Bersenjata Republik Indonesia; (BERSAMBUNG). 

Rabu, 03 Juli 2024

KONEKSITAS (Bagian 4)

 


 

            Melanjutkan pembahasan mengenai peradilan koneksitas, maka kita selanjutnya akan membahas ketentuan Pasal 92 KUHAP yang terdiri dari 2 (dua) ayat, yang isinya sebagai berikut :

(1)  Apabila perkara diajukan kepada pengadilan negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 ayat (1), maka Berita Acara Pemeriksaan yang dibuat oleh tim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (2) dibubuhi catatan oleh penuntut umum yang mengajukan perkara, bahwa berita acara tersebut telah diambil alih olehnya;

(2)  Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku juga bagi oditur militer tinggi apabila perkara tersebut akan diajukan kepada pengadilan dalam lingkungan pengadilan militer;

Dari ketentuan sebagaimana termaktub dalam Pasal 92 KUHAP tersebut, maka secara singkat dapat dijelaskan sebagai berikut :

1.    Apabila terdapat perkara yang melibatkan personel militer dan juga warga sipil maka setelah dilakukan pemeriksaan oleh tim yang dibentuk oleh Jaksa Agung dan Panglima TNI, didapat fakta bahwa terhadap tersebut harus dilimpahkan atau diajukan ke pengadilan negeri, maka Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang telah dibuat oleh tim, dibubuhi catatan oleh penuntut umum dalam hal ini adalah oleh pihak Kejaksaan Negeri sesuai dengan tempat kejadian, bahwa BAP tersebut diambil alih oleh pihak Kejaksaan Negeri;

2.    Demikian pula sebaliknya, apabila dari hasil pemeriksaan tim gabungan, ternyata perkara tersebut harus dilimpahkan atau diajukan ke pengadilan militer, maka Berita Acara Pemeriksaan (BAP) akan dibubuhi catatan oleh oditur militer tinggi, bahwa BAP tersebut diambil alih oleh pihak oditur militer tinggi. (BERSAMBUNG).

 

Beras...Oh Beras.....

Sebuah tulisan bukan tentang hukum tetapi tentang berkurangnya ketersediaaan bahan pokok sehari-hari, yaitu beras. Beberapa minggu terakhir ...