Jumat, 28 Juli 2023

Peredaran Narkotika Di Kalangan Anak-Anak (Bagian 2)

 


 

            Melanjutkan pembahasan mengenai peredaran narkotika di kalangan anak-anak, maka kita perlu memahami terlebih dahulu efek dari penggunaan narkotika, khususnya bagi kalangan anak-anak. Dari beberapa sumber, dapat disimpulkan bahwa bahwa efek penggunaan narkotika adalah :

1.    Menurunkan kesadaran sampai hilang ingatan yitu narkotika dapat membuat penggunanya kebingungan, hilang ingatan, perubahan perilaku, penurunan kesadaran dan gangguan koordinasi tubuh;

2.    Dehidraasi, yaitu pengguna narkotika bisa mengalami serangan panik, sakit pada dada, halusinasi, bahkan kejang akibat narkoba. Bila dibiarkan, efek narkoba tersebut dapat berujung pada kerusakan pada otak;

3.    Merusak otak secara permanen, yaitu efek yang  bisa timbul saat seseorang memakainya dalam jangka panjang. Pemakaian dalam dosis yang tinggi juga bisa memicu efek narkoba yang satu ini. Narkotika memaksa otak untuk bekerja lebih cepat dan menekan saraf pusat untuk menimbulkan efek ketenangan. Perubahan sel otak ini mengganggu komunikasi antar sel saraf. Akibatnya, kerusakan otak permanen akibat narkoba pun tak terhindari. Meski pengguna narkotika telah berhenti mengonsumsi obat terlarang ini, proses penyembuhannya pun memakan waktu yang cukup lama bahkan efek kecanduan narkoba ini bisa berlangsung seumur hidup;

4.    Mengganggu kualitas hidup, yaitu efek yang mampu menurunkan kualitas hidup pemakainya. Sebab, rasa candu akibat narkoba akan terus memicu pemakainya untuk menambah dosis. Apabila tidak terpenuhi, pengguna narkotika bisa nekat sampai rela mencuri atau tindak pidana lainnya demi memuaskan hasratnya. Perilaku ini jelas melanggar hukum yang dapat berujung pada sanksi seperti dipenjara;

5.    Kematian, yaitu merupakan efek paling fatal dari penggunaan narkotika dan hal ini bisa terjadi apabila pengguna nrkotika mengonsumsi dalam kadar berlebihan. Dosis yang sangat tinggi ini tidak mampu ditoleransi tubuh sehingga berujung pada overdosis. Gejala overdosis akibat narkoba ditandai dengan kejang-kejang, mulut berbusa, dan bola mata yang mengarah ke atas. 

 

Kemudian, kita juga perlu memperhatikan ciri-ciri pengguna narkotika akut dan sudah dalam taraf kecanduan, meskipun juga bisa terlihat pada pengguna awal narkotika, yang mudah dilihat secara kasat mata, yaitu :

1)    Selalu merasa harus menggunakan obat secara teratur, bisa beberapa kali sehari atau setiap hari;

2)    Butuh lebih banyak obat untuk mendapatkan efek yang sama;

3)    Menambah dosis obat atau memakainya dalam jangka waktu yang lebih lama dari yang seharusnya;

4)    Memastikan persediaan obat selalu tersedia;

5)    Menghabiskan uang untuk obat, meskipun tidak mampu membelinya;

6)    Tidak memenuhi kewajiban dan tanggung jawab pekerjaan akibat narkoba;

7)    Mengurangi kegiatan sosial atau rekreasi akibat narkoba;

8)    Terus menggunakan narkoba, meskipun tahu bahwa perilaku ini menimbulkan masalah hidup atau membahayakan kesehatan;

9)    Melakukan hal-hal negatif untuk mendapatkan narkoba, misalnya mencuri;

10)    Mengemudi atau melakukan aktivitas berisiko lainnya saat berada di bawah pengaruh obat;

11)    Menghabiskan banyak waktu untuk mendapatkan obat, menggunakan obat atau pulih dari efek obat;

12)    Selalu gagal berhenti menggunakan obat;

13)    Mengalami gejala penarikan saat mencoba berhenti;

14)    Tidak menjaga kebersihan dan abai dengan penampilan;

15)    Sering cemas dan mengarah ke tanda-tanda depresi akibat narkoba;

16)    Gangguan suasana hati. 

Dalam kehidupan sehari-hari, kita juga patut waspada apabila kita sakit dan hanya bisa disembuhkan dengan obat tertentu saja. Contohnya adalah ketika kita mengalami sakit kepala atau pusing, kita merasa hanya bisa disembuhkan dengan obat merk tertentu yang dijual di pasaran yang apabila dosis yang biasa kita minum saat sakit kepala tidak membuat sakit kepala kita sembuh, kita menambah dosisnya tanpa ada saran atau konsultasi dengan ahli kesehatan atau dokter.

Penggunaan seperti tersebut diatas, apabila berlanjut bisa masuk dalam kategori kecanduan obat, sedangkan obat dibuat dari bahan-bahan kimia yang sangat mungkin mengandung unsur narkotika. Kisah penggunaan narkotika yang berlanjut adalah ketika tentara Amerika Serikat yang kembali dari medan perang di Vietnam, sebagian besar tentara tersebut dalam keadaan terluka parah dan memerlukan penggunaan heroin dalam dosis yang besar dan jangka waktu yang lama.

Dalam beberapa penelitian dan berbagai artikel ilmiah termasuk artikel yang pernah penulis buat beberapa tahun yang lalu, bahwa salah satu jalan masuk terjadinya penggunaan narkotika di kalangan generasi muda/remaja adalah melalui rokok. Mengapa? Ada beberapa hal yang bisa menyebabkan hal demikian, yaitu :

1)    Masa remaja adalah masa tumbuh kembang seorang anak yang penuh dengan rasa keingintahuan yang tinggi;

2)    Di masa remaja biasanya seseorang sudah mulai belajar merokok, baik rokok hasil melinting sendiri atau rokok kretek dan rokok filter;

3)    Di masa remaja sering seseorang mulai meminum minuman keras beralkohol;

4)    Ketika sudah minum minuman beralkohol dan dalam keadaan mabuk, biasanya mulai diperkenalkan oleh teman-temannya penggunaan narkotika dalam bentuk ganja yang dilinting seperti rokok;

5)    Karena bentuknya serupa dengan rokok, seorang remaja seringkali tidak menyadari bahwa yang digunakannya adalah narkotika;

6)    Ketika rokok berisi ganja tersebut sudah dalam taraf yang tidak memuaskan, maka seseorang akan mencari bentuk yang lain, yaitu dalam bentuk pil atau biasa kita kenal dengan pil koplo;

7)    Demikian seterusnya hingga sampai pada penggunaan narkotika tertinggi yaitu heroin;

Bagaimana dengan penggunaan narkotika di kalangan anak-anak yang masih berusia dalam kategori belum dewasa? Simak dalam pembahasan selanjutnya. (BERSAMBUNG).

Senin, 24 Juli 2023

Peredaran Narkotika Di Kalangan Anak-Anak (Bagian 1)


 

            Pernhkah terpikir oleh kita mengenai peredaran narkotika di kalangan anak-anak kita? Khususnya anak-anak yang masih berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun yang merupakan batas seseorang dianggap dewasa. Pasti jawaban kita akan sama yaitu meragukan adanya peredaran narkotika di kalangan anak-anak. Apa benar demikian?

            Harus diakui, bahwa sampai saat ini peredaran narkotika begitu masive di negeri kita. Dari bentuk narkotika yang diedarkan, dari segi harga narkotika yang diperjualbelikan dan dari kalangan penjual dan pemakai narkotika, semuanya ada dengan lengkap. Pengetahuan kita saja yang terbatas yang menyebabkan kita seakan menjadi acuh tak acuh terhadap peredaran ilegal narkotika di sekitar kita, yang menjadikan kita menjadi tidak peduli.

            Disebut sebagai peredaran ilegal narkotika, apakah peredaran narkotika bisa disebut dengan peredaran legal? Narkotika bisa menjadi legal perederannya, apabila narkotika tersebut digunakan untuk kepentingan pengobatan medis yang harus dilakukan oleh tenaga medis yang berwenang melakukannya dan narkotika tersebut digunakan sebagai bahan penelitian ilmiah oleh lembaga penelitian bersetifikat, yang mempunyai ijin untuk melakukan berbagai jenis penelitian, termasuk diantaranya penelitian menggunakan narkotika.

            Penggunaan narkotika sebagai bahan pengobatan, salah satunya adalah narkotika digunakan sebagai obat pembiusan sebelum dilakukan operasi terhadap suatu penyakit atau yang sering kita jumpai ketika seorang atlet sepak bola mengalami cedera di lapangan saat pertandingan, maka obat semprot pengurang sakit yang digunakan adalah obat yang salah satu bahannya mengandung unsur narkotika. Sedangkan narkotika sebagai bahan penelitian, hasil penelitiannya akan mendapatkan pengetahuan mengenai cara mengobati apabila seseorang sudah kecanduan narkotika atau bisa menemukan jenis narkotika baru yang harus dicegah supaya tidak bererdar di masyarakat.

            Sehingga adalah salah bahwa tidak boleh ada peredaran narkotika di sekitar kita, karena faktanya, narkotika juga mempunyai manfaat yang besar bagi kehidupan manusia, sepanjang dipergunakan sebagaimana mestinya dan dipergunakan oleh petugas medis atau petugas peneliti di lembaga penelitian yang bersertifikasi. Selain dari para pengguna resmi tersebut, maka peredaran narkotika akan disebut sebagai peredaran ilegal, yang melanggar hukum dan pelakunya dapat dipidana sesuai undang-undang yang berlaku.

            Artikel ini bersifat memberikan ajakan kepada masyarakat untuk lebih memahami mengenai peredaran narkotika, baik yang legal maupun ilegal. Sebab minimnya pemahaman masyarakat mengenai peredaran naarkotika menyebabkan salah kaprah dalam menyikapi penggunaan narkotika. Sebagai contoh adalah adanya penolakan anggota masyarakat terhadap penggunaan narkotika dalam proses pengobatan, meskipun tanpa menggunakan narkotika terhadap pasien menyebabkan tidak bisa diambil tindakan medis lanjutan terhadap pasien tersebut yang bisa menyebabkan pasien tersebut kehilangan naya atau meninggal, karena dianggap narkotika adalah barang haram yang tidak boleh digunakan.

            Kemudian, bagaimana mengenai peredaran ilegal narkotika, khususnya yang menyasar kepada anak-anak? Akan dibahas pada bagian berikutnya dari artikel ini dengan lebih mendetail. Semoga tulisan ini akan memberikan pencerahan kepada kita semua. (BERSAMBUNG).

 

Sabtu, 22 Juli 2023

Sudahkah kita memberikan hak anak? (Bagian 2/Tamat)




 

Seringkali orangtua lupa bahwa anak tidak hanya membutuhkan tercukupinya kebutuhan secara materiil namun juga kebutuhan secara rohani terlupakan. Tidak hanya cukup seorang anak mendapatkan pendidikan yang baik, namun juga seorng anak juga membutuhkan ruang untuk berekspresi, kebebasan untuk mengeluarkan pendapatnya, menyatakan apa yang diinginkan, membutuhkan kehadiran orangtua selama proses belajar mengajar, khususnya saat berada di luar lingkungan sekolah atau di lingkungan rumah.

 

Tidak jarang kita temui saat seorang anak mengerjakan pekerjaan rumah (PR) dari sekolahnya, justru dimarahi saat sang ank tidak bisa mengerjakannya dan bukan mendapat dukungan secara mental dan bahkan yang lebih parah adalah membandingkan sang anak dengan orang lain, baik itu dengan kakaknya, adiknya maupun orang lainnya. Hal demikian justru akan menjatuhkan mental anak baik langsung mauun tidak langsung, sebab di usia dini, mereka akan selalu merekam apa yang diucapkan orang lain termasuk yang diucapkan oleh orangtuanya.

 

Ketika seorang anak oleh orangtuanya dikatakan bodoh maka perkataan tersebut akan terekam dalam pikiran anak tersebut dan menyebabkan dirinya merasa dirinya benar-benar bodoh, padahal orangtua harus sadar bahwa setiap anak memiliki kemampuan yang berbeda, ada anak yang pintar ketika mengerjakan soal-soal matematika tetapi juga banyak anak yang justru pintar di bidang seni, pandai menggambar, melukis, menulis puisi dan lain sebaigainya. Oleh sebab itu setiap orangtua harus memahami nilai plus dari masing-masing anak-anaknya.karena meskipun anak-anak tersebut adalah kakak beradik, sudah pasti juga akan berbeda kemampuannya.

 

Seringkali orangtua memperlakukan anak-anaknya dengan perlakuan yang sama ketika anak-anaknya belajar karena menganggap bahwa apa yang dipelajari anaknya adalah sesuatu pelajaran mendasar yang pasti bisa dikerjakan oleh setiap anak. Padahal kenyataannya, sering terjadi bahwa ada seorang anak yang mendapat nilai yang bagus di mata pelajaran matematika namun justru mendapat nilai kurang di mata pelajaran ilmu pengetahuan sosial (IPS) di jenjang pendidikan dasar atau sebaliknya.

 

Banyak orangtua khawatir bahwa ketika anak-anaknya tidak bisa mendapat nilai yang bagus di setiap mata pelajaran akan membuat anak tersebut tidak bisa bersaing ketika akan bersekolah di tingkat yang lebih tinggi atau ketika nantinya sang anak akan melamar pekerjaan. Kekhawatiran tersebut adalah wajar namun orangtua juga harus menyadari bahwa banyak hal yang bisa membuat seorang anak sukses, tidak hanya mengenai pintar tidaknya seorang anak akan semua mata pelajaran yang dipelajari di sekolah dari tingkat dasar sampai dengan tingkat menengah atas, namun juga bimbingan dan tuntanan dari orangtua bagi anak-anaknya dan juga pergaulan yang baik di lingkungan rumah maupun lingkungan sosial lainnya.

 

Kemampuan anak untuk bisa beradaptasi justru akan menjadi nilai tambah bagi anak untuk bisa sukses di kemudian hari. Tanpa adanya kemampuan beradaptasi bagi anak, tentu akan menjadi seorang anak hanya menjadi anak mami, yang hanya berani bermain dan bersosialisasi di lingkungan rumah atau keluarga namun takut bersosialisasi di area publik. Apalagi saat ini hampir setiap orangtua dengan mudahnya memberikan gadget kepada anak-anaknya tanpa menyadari efek samping dari gadget tersebut, yaitu sinar dari layar gadget dapat merusak mata jika dilihat secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama, belum lagi banyak situ-situs yang berbahaya bagi anak dan efek samping lainnya.

 

Berkurangnya ruang publik seperti lapangan maupun taman khususnya di kota-kota besar jelas berpengaruh besar berkurangnya sosialisasi anak di ruang publik. Saat ini sangat jarang ditemui di kota-kota besar sekumpulan anak bermain sepak bola di tanah lapang atau bermain gobak sodor atau dengan istilah lainnya di tempat lain serta permainan lainnya yang sifatnya dilakukan massal.

 

Namun yang lebih penting adalah peran orangtua dalam menjaga dan merawat anak-anaknya serta memberikan pendidikan yang cukup tanpa mengurangi esensi dari pentingnya memberikan pemahaman tentang pentingnya bersosialisasi dengan orang lain. Hal ini sangat penting dilakukan karena anak adalah masa depan kita, masa depan bangsa dan negara kita.

 

Bisa kita bayangkan ketika kita mendidik anak tanpa pernah kita membiarkan anak-anak bersosialisasi dengan teman-teman sepermainannya, tentu akan menjadikan anak tersebut menjadi pribadi yang tidak memiliki keberanian untuk berkumpul dengan orang lain. Masa anak-anak adalah masa untuk bermain tetapi bermain yaang melibatkan orang lain bukan bermain untuk dirinya sendiri tanpa peduli keberadaan orang lain.

 

Semoga dengan peringatan Hari Anak Nasional di tahun 2023 ini semakin menyadarkan kita sebagai orangtua tentang pentingnya pendidikan anak tanpa melupakan hak anak untuk bermain dan bersosialisasi. Keberhasilan anak tidak akan terlepas dari peran orangtua, oleh karena itu sudah saatnya kita menjadi orangtua yang selalu memperhatikan setiap kebutuhan anak dalam rangka proses tumbuh kembangnya.

Selasa, 18 Juli 2023

Sudahkah kita memberikan hak anak?


 

            Dalam rangka menyambut Hari Anak Nasional yang jatuh pada tanggal 23 Juli 2023, pernahkah dalam diri kita bertanya sudahkah kita memberikan hak anak kepada anak-anak kita? Sebuah pertanyaan mendasar yang yang sering kita lupakan.

            Setiap anak adalah anugrah bagi setiap keluarga, sebuah anugrah bagi setip orang tua, juga  merupakan anugrah terbesar bagi sebuah negara. Bertambahnya warga negara tentunya akan menambah jumlah sumber daya manusia pada suatu negara dan hal tersebut harus dijadikan sumber kekuatan pembangunan negara yaitu dengan menjadikan sumber daya manusia yang berkualitas.

            Untuk menjadikan sumber daya manusia yang berkualitas tentu berawal dari keluarga sebagai tangan pertama yang melakukan pendidikan terhadap seorang anak. Tanpa adanya peran serta dari keluarga akan sangat mustahil menjadikan seorang anak menjadi bagian dari sumber daya manusia yang berkualitas, sehingga peranan keluarga menjadi sangat vital.

            Peranan keluarga, khususnya bagi setiap orang tua menjadi titik poin utama pendidikan seorang anak. Namun, yang lebih penting adalah perhatian orang tua terhadap tumbuh kembang anak yang harus menjadi perhatian utama.

            Seorang anak bukan hanya memerlukan dipenuhinya kebutuhan secara fisik namun yang lebih penting adalah dipenuhinya kebutuhan secara rohani. Meskipun seorang anak telah mendapatkan atau dipenuhinya kebutuhan secara materiil yaitu kebutuhan mendapatkan pendidikan yang layak (bersekolah) namun juga seorang anak perlu didampingi selama bersekolah, didampingi artinya orang tua memberikan bimbingan ketika anaknya mengalami kesulitan dalam menerima pelajaran sekolah, caranya? Bisa secara langsung namun juga bisa dengan memanggil guru pembimbing atau guru les bagi anak-anaknya. Cukupkah hanya itu?

            Tentu tidak, kebutuhan seorang anak juga banyak yang harus dicukui oleh setiap orang tua. Seorang anak membutuhkan keberadaan orang tua dalam setiap langkah hidupnya, setiap anak membutuhkan nasihat dari orang tuanya, dalam keadaan apapun bahkan ketika sang anak berbuat salah sekalipun. Peran orang tua harus bisa memberikan ketenangan kepada anak-anaknya dan bukan bahkan mencela perbuatan anak-anaknya.

            Disadari atau tidak, orang tua sering melakukan bullying terhadap anak-anaknya, mesikipun dengan alasan demi kebaikan anaknya namun hal demikian justru membuat anak tidak percaya diri atau bahkan menjadi minder. Contoh nyata yaitu ketika orang tua membandingkan diantara anak-anaknya, misalnya, dengan perkataan “Lihat kakakmu yang pintar matematika” atau perkataan-perkataan sejenis. Semakin sering dilakukan maka akan membuat sang anak menjadi semakin tidak percaya diri dan akan membuat hubungan orang tua dan anak semakin menjauh atau semakin renggang.

            Rasa sayang orang tua harus menjadi dasar pemenuhan hak dasar anak dan setiap orang tua pasti akan mendahulukan kepentingan anaknya dibandingkan kepentingan dirinya sendiri. Dalam kondisi apapun, setiap orang tua akan selalu memberikan kasih sayang sepenuhnya kepada anak-anaknya, namun sayangnya demi alasan kasih sayang kepada anak, orang tua justru bisa mencelakakan anak.

            Hal ini bisa terjadi saat orang tua membiarkan anaknya bermain gagdet atau telepon pintar tanpa pengawasan. Apabila hal tersebut dilakukan bisa membuat sang anak melakukan atau membuka situs-situs yang justru dilarang dibuka, mengingat keberadaan situs-situs terlarang sangat banyak di situs online dan sangat mudah ditemukan serta dibuka. (BERSAMBUNG).

            

Kamis, 13 Juli 2023

Modus-Modus Tindak Pidana Perdagangan Orang (Bagian 2/Tamat)

 


 

 

Sifat dari Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) adalah merupakan tindak pidana yang biasa disebut dengan White Collar Crime (Tindak Pidana Kerah Putih) atau juga biasa disebut dengan istilah Full Organized Crime (Tindak Pidana Terorganisir). Apa yang dimaksud dengan kedua istilah tersebut? Kita akan bahas secara singkat pada tulisan ini.

 

White Collar Crimes (Tindak Pidana Kerah Putih)

Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) disebut sebagai Tindak Pidana Kerah Putih karena dilakukan oleh orang-orang yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

1)    Berpenampilan rapi;

2)    Menggunakan tata bahasa yang halus ketika menawarkan berbagai bidang pekerjaan baik di dalam maupun di luar negeri;

3)    Memiliki kemampuan verbal atau berbicara yang baik yang memang dibutuhkan untuk melakukan perekrutan tenaga kerja;

4)    Selalu memberikan janji-janji yang manis perihal bidang kerja yang akan didapat oleh pencari kerja terutama berkaitan dengan gaji maupun fasilitas lain yang akan didapat oleh pencari kerja;

5)    Pelaku TPPO merupakan orang yang memiliki tingkat pendidikan yang cukup baik, semisal lulusan SMA atau Strata 1 dan telah mendapatkan pelatihan untuk melakukan perekrutan tenaga kerja;

 

Full Organized Crimes (Tindak Pidana Terorganisir)

Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) disebut sebagai Tindak Pidana Terorganisir karena memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

1)    Biasanya dilakukan dalam bentuk perusahan baik Perseroan Terbatas (PT) maupun Yayasan atau lembaga lainnya;

2)    Memiliki jaringan yang luas baik secara nasional maupun internasional;

3)    Tiap pencari tenaga kerja di suatu daerah belum tentu mengenal pencari tenaga kerja di daerah lain, meskipun semuanya bersumber pada satu perusahaan yang sama;

4)    Mempunyai kemampuan untuk melakukan pemalsuan dokumen kependudukan yang diperlukan;

5)    Para pencari kerja, khususnya untuk yang akan bekerja di luar negeri selalu diminta untuk membayar sejumlah uang untuk bisa mendapatkan pekerjaan;

6)    Para pencari kerja tidak akan mendapatkan pelatihan apapun yang berkaitan dengan pekerjaan yang akan didapatkan atau pelatihan lainnya;

7)    Ketika sudah mencapai target, maka perusahaan pencari tenaga kerja tersebut akan membubarkan diri dan kemudian akan membentuk perusahaan baru, hal ini dilakukan untuk mengaburkan identitas apabila terdapat laporan dari korban;

8)    Yang terakhir dan paling berbahaya adalah perusahaan penyalur tenaga kerja, khususnya yang bekerja di luar negeri, akan menahan paspor para pekerja sehingga akan menyulitkan apabila terjadi pelanggaran terhadap para tenaga kerja tersebut untuk melaporkan kepada pihak berwenang;

 

Pertanyaannya adalah, apakah yang harus dilakukan apabila kita atau keluarga kita menjadi korban TPPO, khususnya yang bekerja di luar negeri? Ada beberapa tip yang bisa dilakukan, yaitu :

1)    Apabila kita yang menjadi korban TPPO dan sudah berada di luar negeri, maka kita harus segera menghubungi perwakilan negara kita di negara tersebut, baik di Kedutaan Besar atau Konsulat Jenderal, Konsulat atau Perutusan Tetap yang biasanya berada di Lembaga Internasional di suatu negara;

2)    Apabila kesulitan menghubungi perwakilan negara kita, maka bisa dilakukan dengan menghubungi pihak Kepolisian setempat atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) setempat;

3)    Sebelum keberangkatan, kita harus membuat duplikat dokumen kependudukan kita dengan cara di fotocopy, baik itu KTP, Paspor atau dokumen lainnya yang diperlukan;

4)    Catat nomor telepon perwakilan negara kita di negara tujuan, bisa dilakukan dengan mencari di website atau fasilitas daring lainnya;

5)    Yang paling penting, hafalkan nomor HP keluarga kita, sebab bukan tidak mungkin ketika diberangkatkan, pihak perusahaan akan menyita alat komunikasi kita.

 Semoga dengan beberapa tip yang telah kami sampaikan, bisa membantu kita menghindar menjadi korban TPPO dan apabila sudah menjadi korban, kita bisa melakukan langkah-langkah yang diperlukan. Sudah saatnya kita melindungi keluarga kita maupun negara kita dari sasaran menjadi korban TPPO. 

Kamis, 29 Juni 2023

Lagi, RUU Perampasan Aset Menjadi Pertanyaan Publik

 


 

 

            Ketika kita membicarakan mengenai Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), maka tidk akan terlepas dari aset yang dimilki oleh para pelaku Tipikor tersebut. Disadari maupun tidak, perilaku Tipikor akan berujung pada pengumpulan aset dalam berbagai bentuk dan jumlah, baik dalam bentuk yang terlihat, misalnya dalam bentuk tanah maupun bangunan ataupun bentuk yang tidak terlihat seperti surat berharga, perhiasan, tabungan, deposito maupun bentuk lainnya.

            Pertanyaannya adalah apakah kita sebagai warga negara cukup mendapatkan informasi mengenai daftar harta kekayaan yang dimilki oleh pejabat publik sebagaimana tercantum dalam Laporan Hasil Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) ataupun dalam Laporan Hasil Kekayaan Aparat Sipil Negara (LHASN) yang rutin dilaporkan setiap tahun? Dengan banyaknya jumlah pejabat negara di negara kita, tentu sangat sulit untuk memeriksa secara terperinci setiap LHKPN yang dilaporkan, apalagi terhadap Aparatur Sipil Negara (ASN) yang jumlahnya jauh lebih banyak.

            Dalam jangka panjang perlu dipikirkan adanya lembaga khusus yang akan memeriksa secara terperinci LHKPN dan LHASN yang dilaporkan setiap tahun. Hal ini perlu dilakukan sebab selama ini tugas memeriksa LHKPN dan LHASN diserahkan sepenuhnya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang juga disibukkan dengan tugas pokoknya, melakukan pemberantasan korupsi. Dengan adanya lembaga baru tersebut kiranya dapat bersinergi dengan aparat penegak hukum, baik Kepolisian, Kejaksaan maupun KPK, sehingga hasil pemeriksaan LHKPN dan LHASN bisa benar-benar mencerminkan fakta yang sebenarnya dari kekayaan pejabat negara maupun ASN di Indonesia.

            Akan tetapi dalam jangka pendek, yang harus segera dilakukan adalah pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset yang sudah dibuat dan diserahkan kepada Dewan Perwakiln Rakyat (DPR) lebih dari dua dasa warsa. Menjadi suatu pertanyaan besar, mengapa pihak legislatif tidak berkenan untuk segera membahasnya dan menjadikan RUU Perampasan Aset tersebut menjadi Undang-Undang (UU) Perampasan Aset?

            Meskipun harus diakui bahwa dalam pembahasan sebuah RUU tentu ada kepentingan yang bermain di dalamnya yang berujung pangkal pada masalah keuangan maupun fasilitas yang bisa didapatkan setelah sebuah RUU berubah menjadi UU. Keadaan ini tentu menjadi suatu penghalang bagi sebuah RUU yang bertujuan untuk menegakan suatu usaha pemberantasan Tipikor. Khusus dalam hal pembahasan RUU Perampasan Aset, dapat diduga bahwa ada pihak-pihak di pihak legislatif yang menjadi bagian dari Tipikor, apalagi RUU terbeut sudah lebih dari dua dasa warsa tidak dilakukan pembahasan.

            Tugas kita sebagai warga negara yang baik, kita harus bisa mendorong pihak legislatf untuk segera melakukan pembahasan terhadap RUU Perampasan Aset dan apabila pihak legislatif tidak berkenan untuk segera membahasnya, maka apa yang menjadi kekhawatiran kita memang benar adanya. Hal ini disebabkan karena pelaku Tipikor lebih takut dimiskinkan daripada dipenjara. Kenapa demikian? Karena apabila hanya dipenjara dan membayar jumlah kerugian negara maka ketika sudah masih masa pemidanaannya, pelaku Tipikor masih bisa menikmati harta miliknya untuk berbagai kepentingan, termasuk untuk mencalonkan diri menjadi calon anggota legislatif. Namun ketika pelaku Tipikor tersebut dimiskinkan, maka selepas menjalani masa pemidanaan, pelaku Tipikor tersebut tidak akan mungkin bisa berbuat sesuka hatinya dengan harta yang dimilikinya karena statusnya sudah menjadi milik negara.

            Semoga, tulisan singkat ini bisa menjadi inspirasi bagi kita semua untuk terus mendorong pembahasan RUU Perampasan Aset sehingga bisa menjadi UU Perampasan Aset. Hal ini demi terciptanya Indonesia yang bebas dari korupsi dan tindak pidana turunannya.

Kamis, 22 Juni 2023

SISTEM PROPORSIONAL TERBUKA & SISTEM PROPORSIONAL TERTUTUP (BAGIAN 2 / SELESAI)


 

 

Melanjutkan pembahasan mengenai Sistem Pemilu, akan bermuara kepada suatu pertanyaan, Sistem Pemilu mana yang terbaik atau sistem pemilu mana yang sebaiknya digunakan oleh Indonesia? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka kita harus kembali kepada tujuan utama dari Sistem Pemilu, yaitu untuk menciptakan DEMOKRASI dalam suatu negara, sistem manapun yang akan diterapkan.

 

Sistem demokrasi muncul ketika dalam suatu negara mulai diterapkan sistem pemerintahan otoriter atau sistem pemerintahan yang mengutamakan apa yang diucapkan atau diperintahkan oleh sang pemimpin, tidak boleh ditolak atau dibantah yang apabila ditolak atau dibantah bisa berakibat kematian bagi yang melakukannya tanpa dapat diketahui lagi jasadnya. Ketika hal tersebut terjadi, maka sudah dapat dipastikan tidak ada lagi demokrasi dalam negara tersebut dan tidak ada jaminan bagi kebebasan berpendapat.

 

Dalam sejarahnya, hampir setiap negara berasal dari sistem pemerintahan Monarki atau Kerajaan, baik di Benua Eropa, Benua Asia maupun Benua Amerika, yang semua penduduknya tunduk pada perintah Raja yang berkuasa. Dalam perkembangannya, pihak pemimpin Agama mulai ikut campur, hal ini bisa dilihat pada sistem Pemerintahan di Eropa, yaitu Pemimpin Gereja mempunyai kewenangan yang setara dengan kekuasaan Raja, yang kemudian sering menimbulkan gesekan-gesekan baik secara politik, ekonomi maupun kemanusiaan sehingga saat itu sering terjadi “pembunuhan” terhadap para pemimpin Agama yang dilakukan oleh alat kekuasaan Raja.

 

Kemudian, karena adanya gesekan-gesekan tersebut, kemudian berkembang adanya paham ketiga yaitu rakyat yang berkuasa untuk menentukan kehendak kehidupannya tanpa campur tangan Raja maupun pemimpin Agama. Gerakan inilah yang dikemudian hari dikenal sebagai demokrasi. Dalam perkembangannya, di negara yang masih berupa kerajaan, mulai juga diterapkan sistem demokrasi, yaitu dilakukan pemilihan yang dilakukan oleh rakyat warga negara tersebut terhadap Perdana Menteri yang akan melaksanakan tugas-tugas kenegaraan dengan masa tugas tertentu sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasarnya dan Raja hanya sebagai simbol dari negara tersebut. Contoh dari sistem ini ada di negara Inggris, Malaysia, Jepang dan beberapa negara lainnya.

 

Di negara-negara yang bukan Kerajaan, yaitu negara yang langsung menerapkan pemilihan terhadap Presiden yang akan melaksanakan tugas-tugas kenegaraannya, rakyat benar-benar sebagai pemegang kedaulatan dalam berpolitik. Rakyat yang langsung memilih pemimpinnya yang dianggap dipercaya atau bisa dipercaya akan membawa kesejahteraan bagi rakyat.

 

Bagaimana dengan di Indonesia? Di tahun 1950an Indoensia sempat menerapkan Demokrasi Terpimpin yaitu apapun hasil Pemilihan Umum, yang saat itu memilih Partai Politik, semuanya akan diserahkan kepada Pemimpin Tertinggi saat itu yaitu Presiden Ir. Sukarno dan Pemimpin Tertinggilah yang akan menentukan apakah hasil Pemilu akan dterima atau ditolak. Oleh sebab itu tidak mengherankan apabila pada saat itu sering terjadi pergantian Perdana Menteri sebagai pelaksana tugas kenegaraan karena kekuasaan tertinggi ada pada Presiden yang tidak bisa diganggu gugat. Dalam Pemilu pada saat itu, yaitu pada tahun 1971, diikuti kurang lebih ada sekitar 30an Partai Politik dengan berbagai macam ideologi politik ternasuk ideologi Komunisme, sehingga dengan masih terbatasnya perkembangan tekhnologi, khususnya dalam hal pencetakan surat suara, dan masih rendahnya tingkat pendidikan masyarakat Indonesia pada saat itu, maka kita bayangkan bagaimana rumitnya Pemilu pada tahun 1955.

 

Di Pemilu berikutnya di tahun 1971, diikuti oleh 10 (sepuluh) Partai Politik dan 1 (satu) Organisasi Masyarakat yaitu Golongan Karya yang masih belum berbentuk Partai Politik hingga memasuki era Reformasi. Pemilu tahun 1971 secara kasat mata tentu lebih mudah dilaksanakan karena jumlah pesertanya tidak sebanyak Pemilu tahun 1955 dan meskipun masih belum terlihat nyata, mulai terlihat kekuatan Golongan Karya dibawah komando Presiden Suharto, menguasai segala lini kehidupan masyarakat tidak hanya dalam bidang politik. Hal ini berlanjut di Pemilu 1977, Pemilu Tahun 1982, Pemilu Tahun 1989, Pemilu 1992 dan Pemilu 1997 yang hanya diikuti 3 (tiga) kekuatan Politik yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP), sebagai Partai Politik nomor urut 1 di surat suara, Golongan Karya (Golkar), sebagai nomor urut 2 di surat suara dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI), sebagai nomor urut 3 di surat suara dan selama masa Pemilu tersebut sudah dapat diketahui siapa pemenang Pemilu, bahkan sebelum Pemilu diselenggarakan.

 

Di masa Reformasi yaitu dimulai di sekitar tahun 1999, Pemilu diikuti oleh 48 (empat puluh delapan) Partai Politik. Penulis sendiri yang sudah mengikuti Pemilu sejak tahun 1992, di Pemilu tahun 1999, cukup bingung sebab untuk mencari nomor urutan Partai Politik yang akan dicoblos juga membutuhkan waktu yang cukup lama, bisa dibayangkan jika pemilih tersebut adalah warga masyarakat yang berusia lanjut maupun warga disabilitas.  Cukup sulit membaca surat suara yang mencantumkan logo dan nama Partai Politik yang berjumlah 48 (empat puluh delapan) tersebut karena ukurannya yang cukup kecil.

 

Di Pemilu tahun 2004, hanya diikuti oleh 24 (dua puluh empat) Partai Politik yang juga cukup membuat pusing ketika kita membuka surat suara karena banyaknya Partai Politik yang berpartisipasi. Di Pemilu tahun 2009 diikuti oleh 38 Partai Politik dan bisa dibayangkan bagaiman bingungnya ketika kita membuka surat suara. Hal ini berulang di Pemilu tahun 2014, meskipun hanya diikuti oleh 12 (dua belas) Partai Politik dan berulang lagi di Pemilu tahun 2019 yang diikuti oleh 14 (empat belas) Partai Politik Nasional dan 4 (empat) Partai Politik Lokal Aceh. Sejak Pemilu tahun 2014, kita baru mulai memilih langsung Presiden dan Wakil Presiden yang akan memimpin Indonesia.

 

Bagaimana dengan Pemilu thaun 2019? Jawabannya adalah tambah bingung dalam memilih, karena Pemilu tahun 2019 kita mulai memilih secara langsung calon anggota legislatif yang akan menajdi wakil kita di Dewan Perakilan Rakyat dalam setiap tingkatannya, baik di Pusat, di Provinsi maupun di Kabupaten/Kota. Bisa dibayangkan, jika masing-masing Partai Politik mencantumkan 5 (lima) orang calon anggota legislatif, maka setidaknya di dalam satu surat suara terdapat 48 (empat puluh delapan) nama dan foto calon anggota legislatif yang harus kita cermati, padahal ada 3 (tiga) surat suara, yaitu untuk DPR, DPRD Tingkat I (Provinsi) dan DPRD Tingkat II (Kabupaten/Kota) yang harus kita coblos.

 

Namun, apappun Sistem Pemilu yang akan dipilih untuk digunakan, akan kembali kepada kita sendiri, apakah kita yakin bahwa dengan Sistem Pemilu yang diterapkan bisa membawa aspirasi kita dengan memilih calon anggota dewan yang akan menjadi wakil kita atau justru kita akan menciptakan Orang Kaya Baru (OKB) mengingat besarnya gaji dan tunjangan yang akan diterima anggota dewan terpilih dan kemudian orang yang kita pilih akan melupakan kita?

 

Akhir kata, gunakan hati nurani kita saat Pemilu dan kita tetap harus menggunakan hak pilih kita supaya Pemilu tidak diisi oleh orang-orang yang justru akan merugikan bangsa dan negara.

 

DIMANA TANAH DIPIJAK, DISANA NASI DIMAKAN

                Sebuah prinsip yang selalu saya pegang saat saya masih sering merantau dan sebagai informasi saja, saya sudah berantau d...