Jumat, 01 November 2024

DIMANA TANAH DIPIJAK, DISANA NASI DIMAKAN

 



 

            Sebuah prinsip yang selalu saya pegang saat saya masih sering merantau dan sebagai informasi saja, saya sudah berantau dari tahun 2002 sampai dengan tahun 2023 dikarenakan tugas saya sebagai abdi negara dan sebelumya dari tahun 1991 sampai dengan tahun 1998 hidup jauh dari orangtua karena kuliah. Bagi yang pernah merantau, tentau pernah merasakan bagaimana sulitnya kita beradaptasi dengan masyarakat setempat, termasuk juga segala sesuatu yang berkaitan dengan makanan. Apalagi saat kita dibatasi tidak boleh mengkonsumsi berbagai macam makanan dikarenakan beberapa sebab, antara lain karena faktor kesehatan, atau sebab yang lainnya. Akan tetapi hal tersebut tidak menghalangi kita untuk beradaptasi dengan daerah tempat tinggal kita.

1.  Anak Rantau Adalah Pejuang Sejati

Setiap orang pasti setuju jika dikatakan anak rantau adalah pejuang sejati, sebab bagi orang yang merantau, pasti akan menemukan hal-hal yang baru yang tidak ditemukan di tempat asalnya. Hal-hal baru bisa berupa budaya dari masyarakat di tempat kita tinggal atau keadaan geografis tempat baru kita atau yang paling gampang ditemui yaitu perbedaan makanan dan selera makan dari tempat baru. Banyak perantau yang sering kesuitan beradaptasi perihal makanan, dikarenakan beberapa hal, seperti makanan di tempat baru rasanya lebih manis dibandingkan makanan di tempat asalnya atau makanan di tempat baru berasa lebih pedas dan lain sebagainya.

Tetapi itulah hebatnya anak rantau, selalu bisa menemukan beradaptasi dengan daerah barunya. Keterbatasan yang dialaminya tidak membuatnya menyerah tetapi justru menjadi tantangan bagi anak rantau, apalagi ketika merantau harus membawa keluarga yaitu istri/suami dan anak-anaknya. Anak rantau selalu mempunyai car beradaptasi dengan daerah barunya dan hal ini menyebabkan anak rantau adalah seorang merupakan pejuang sejati, dimanapun mereka merantau, bukan menjadi masalah besar, karena mereka pasti bisa menemukan cara beradaptasi dengan hal-hal baru di tempatnya merantau.

2.  Kemampuan Bertahan Bagi Anak Rantau

Jangan tanyakan kemampuan bertahan hidup bagi anak rantau. Bagi yang pernah merantau dari saat sekolah/kuliah, tentu banyak hal yang bisa dilakukan sebagai cara bertahan hidup, ditengah kiriman uang dari orangtuanya yang pas-pasan, yang hanya cukup untuk kebutuhan hidup sehari-hari tanpa pernah diperhitungkan kebutuhan untuk sekolah atau kuliahnya.

Secara pribadi, saat saya kuliah saya sering memulung koran atau karton bekas untuk dijual kiloan atau sesekali saya ikut acara doa di tempat perabuan orang China, kok bisa? Gak lain gak bukan karena bila ikut acara doa disana, apalagi ditambah dengan kita ikut nangis, tidak jarang kita dapat amplopan, yang isinya lumayan untuk ukuran anak kuliah. Belum lagi, saya sering ikut membantu kawan-kawan yang akan menerjemahkan buku kuliahnya yang berbahasa Inggris, lumayan honornya, bisa buat nutup kebutuhan kuliah. Dan yang paling ektrem, saya mengantarkan permohonan lelang proyek pembangunan di salah satu kota di selatan Pulau Jawa yang jaraknya sekitar 60 km dari kota tempat saya tinggal. Lumayan, selain dapat uang transport dari pemohon lelang, juga sering dapat tambahan uang transport dari perusahaan yang melakukan lelang proyek, untuk informasi, di tahun 1990an, lelang masih dilakukan secara manual, alias, permohonan lelang masih berbentuk kertas dan harus diantar ke penerima lelang proyek dan belum berdasarkan lelang digital seperti sekarang.

Bagi anak rantau lain, pasti banyak cerita mengenai cara bertahan di tanah rantau demi keberhasilan masa depannya. Dan hal tersebut yang menjadikan anak rantau menjadi pribadi yang kuat, kreatif, bertanggung jawab dan pintar bersosialisasi.

3.  Dimana Tanah Dipijak

Jujur, saya belum pernah merantau ke luar negeri, hanya sebatas keliling Indonesia saja. Dan karena hampir seluruh wilayah Indonesia mempunyai makanan pokok nasi, maka saya berprinsip dimana tanah dipijak, disanalah nasi dimakan. Prinsip ini berarti bahwa saya harus menerima kenyataan bahwa di daerah rantau saya mempunyai makanan dan selera makan yang berbeda dari daerah asal saya. Oleh karena itu saya sadar bahwa saya harus bisa menyesuaikan diri dengan daerah rantau saya tersebut, terlebih saat saya merantau ketika saya bertugas sebagai abdi negara, saya turut membawa serta istri dan anak-anak saya. Oleh karena itu, saya harus memberikan contoh bagaimana cara bertahan di tanah rantau, termasuk ke anak-anak saya, khususnya dalam hal makanan dan selera makan di daerah rantau. Dan  alhamdulillah, saat ini kedua anak saya juga merantau, anak pertama saya merantau ke pulau Kalimantan karena bekerja di sana, sedangkan anak kedua merantau ke Turkiye karena kuliah di sana.

Anak rantau pasti paham bagaimana sulitnya beradaptasi di daerah rantau tetapi bukan menjadi penghalang untuk tetap bertahan di daerah rantau. Sebab di setiap masalah pasti ada solusinya dan kita sebagai manusia dianugerahi akal budi yang harus digunakan salah satunya adalah untuk memikirkan bagaimana kita bisa bertahan di tanah rantau.

Sekali lagi, di mana tanah dipijak, disanalah nasi dimakan, sebab jika kita sehat maka kita akan menjadi insan yang produktif dan bisa menghasilkan karya demi negeri kita tercinta Indonesia. Hidup anak rantau dan salam untuk anak rantau dimanapun berada.

 

Selasa, 01 Oktober 2024

Beras...Oh Beras.....

Sebuah tulisan bukan tentang hukum tetapi tentang berkurangnya ketersediaaan bahan pokok sehari-hari, yaitu beras. Beberapa minggu terakhir ini kita dihebohkan dengan berita tentang naiknya harga beras di berbagai daerah di Indonesia, bahkan hampir di semua daerah mengalami hal yang sama. Hal ini tentu jadi hal yang ironi mengigat bahwa Indonesia terkenal sebagai negara agraris, meskipun bukan negara agraris terbesar di dunia, tapi luas lahan pertanian di Indonesia cukup luas.
Banyak orang yang bertanya-tanya kenapa negara Indonesia terkenal sebagai negara agraris ini justru mengalami kenaikan harga beras yang cukup signifikan saat ini. Untuk menjawabnya tentu kita harus melihatnya secara historis kenapa negara kita mengalamai hal ini.
1. Penyeragaman Makanan Pokok
Pada dasarnya, masyarakat Indonesia memiliki berbagai macam makanan pokok, dari mulai nasi, ubi rambat, ubi jalar, jagung hingga sagu. Hanya saja di era pemerintahan Presiden Suharto, kesemuanya diubah sehingga menjadikan nasi sebagai bahan makanan pokok. Di saat itulah, sekitar awal tahun 1980an dimulailah dipernalkanlah beras sebagai makanan pokok masyarakat Indonesia dengan berbagai pro kontra yang menyertainya, namun faktanya, pemerintah saat itu berhasil menjadikan beras sebagai makanan pokok sebagian besar masyarakat Indonesia, meskipun ada beberapa wilayah di Indonsia yang masyarakatnya masih tetap mengkonsumsi selain nasi sebagai makanan pokoknya.
2. Swasembada Beras
Karena masyarakat Indonesia dipaksakan untuk mengkonsumsi nasi sebagai makanan pokok, ada baiknya juga yaitu di sekitar tahun 1984-1985 negara kita mampu swasembada beras. Hal ini juga ditopang dengan pembukaan lahan pertanian besar-besaran baik di Pulau Jawa maupun di luar Pulau Jawa dan prestasi ini juga mendapatkan penghargaan dari Badan Pangan Dunia (WFO) yang menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara yang berhasil swasembada beras.
3. Gagalnya Satu Juta Lahan Pertanian
Disamping prestasi swasembada beras, ada juga kegagalan pemerintahan Presiden Suharto ketika akan membuka satu juta hektar lahan pertanian di atas lahan gambut di Provisi Kalimantan Tengah. Mungkin, kurangnya perencanaan atas pembukaan lahan pertanian di atas lahan gambut tersebut. Hal ini rupanya menjadikan Indonesia gagal swasembada beras di tahun-tahun setelahnya, mengingat berkurangnya lahan pertanian khususnya di Pulau Jawa. Berkurangnya lahan ini juga ditambah lagi dengan berkurangnya anak muda yang mau kerja sebagai petani, sebagian besar anak muda saat ini merasa lebih sukses dengan bekerja di sektor industri bukan sebagai petani.
4. Kurangnya Antisipasi Musim
Jujur saja, untuk yang satu ini, pemerintahan kita selalu gagap dalam menyikapinya. Sudah paham bahwa kita mempunyai dua musim utama yaitu musim hujan dan musim kemarau, akan tetapi hal ini tidak disikapi dengan bijaksana. Hal ini bisa terlihat saat musim hujan kita kebanjiran dan saat musim kemarau kita mengalami kekeringan kekurangan air. Sangat jarang ada kebijakan membangun waduk atau bendungan untuk bisa menampung air hujan yang melimpah dan menyimpannya untuk digunakan di saat musim kemarau. Selama bertahun-tahun selalu berulang kejadian kebanjiran dan kekeringan menimpa negeri ini tanpa ada usaha yang maksimal untuk mengatasinya, apalagi pada saat ini kondisi iklim global memang sangat tidak mendukung usaha pertanian dalam segala bentuknya. Ditambah lagi, saat ini banyak negara produsen beras menahan hasil panen berasnya untuk tidak dikirim ke negara lain (tidak melakukan ekspor) sehingga hal ini membuat negara-negara yang bisa mengimpor beras menjadi kelimpungan mencari negara pengekspor beras.
5. Tidak Terawatnya Sarana & Prasana Transportasi
Selama bertahun-tahun kita pasti paham kondisi jalan raya di Indonesia, meskipun disebut sebagai jalan negara, tetapi kondisinya bagaikan jalan tak bertuan, penuh lubang dan sulit dilewati bahkan oleh kendaraan besar sekalipun dan hal ini seakan tidak pernah mendapat perhatian dari pemerintah. Belum lagi masalah kendaraan angkutan barang yang sebagian besar juga perlu mendapat perhatian karena faktor usia kendaraan angkutan barang tersebut.
6. Kurangnya Intensifikasi Pertanian
Hal ini yang seharusnya dilakukan ketika terjadi pengurangan jumlah lahan pertanian. Intensifikasi pertanian ini termasuk penelitian untuk menemukan vaietas bibit unggul maupun pembuatan produk pendukung usaha pertanian seperti produk pupuk maupun alat-alat pertanian. Kurangnya intensifikasi pertanian ini justru akan membuat turunnya produk pertanian yang akan membuat kondisi seperti yang kita alami sekarang ini.
Kiranya beberapa hal di atas yang perlu menjadi perhatian kita semua, jangan sampai kita hanya bisa menyalahkan pemerintah karena naiknya harga beras namun kita tidak instrospeksi diri bahwa sebenarnya kita sendiri yang membuat kondisi seperti saat ini. Harus ada upaya maksmial yang perlu kita lakukan supaya di kemudian hari kita tidak lagi mengeluhkan naiknya harga beras.


Senin, 30 September 2024

PENANGKAPAN (Bagian 2)

 


 

            Pembahasan selantuan njutnya mengenai penangkapan, kita akan membahas ketentuan Pasal 17 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang menyebutkan sebagai berikut :

            “Perintah penangkapan dilakukan terhadap seorang yang diduga keras melakukan tindak pidana, berdasarkan bukti permulaan yang cukup.”

Di dalam penjelasan Pasal 17 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) ini dijelaskan mengenai penangkapan ini sebagai berikut :

“Yang dimaksud dengan bukti permulaan yang cukup ialah bukti permulaan untuk menduga adanya tindak pidana sesuai dengan bunyi Pasal 1 butir 14.”

Pasal ini menunjukkan bahwa printah penangkapan tidak dapat dilakukan dengan sewenang-wenang, tetapi ditujukan kepada mereka yang betul-betul melakukan tindak pidana.

Dari ketentuan Pasal 17 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) ini secara singkat dapat dijelaskan sebagai berikut :

1)  KUHAP ini mempunyai tujuan untuk melindungi Hak Asasi Manusia (HAM) sehingga dapat menghindarkan dari kesewenang-wenangan Aparat Penegak Hukum (APH), khususnya pihak Penyidik, baik dari unsur Kepolisian maupun dari unsur Kejaksaan, ketika melakukan penyidikan suatu perkara dan saat akan menangkap seseorang yang diduga melakukan tindak pidana;

2)    Ketentuan Pasal 17 KUHAP ini kemudian juga diatur di dalam Putusan Mahkamah Konstitusi No 21/PUU-XII/2014 Tahun 2014 yang menyebutkan bahwa “Frasa ‘bukti permulaan’, ‘bukti permulaan yang cukup’, dan ‘bukti yang cukup’ dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP harus ditafsirkan sekurang-kurangnya dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP disertai pemeriksaan calon tersangkanya, kecuali tindak pidana yang penetapan tersangkanya dimungkinkan dilakukan tanpa kehadirannya (in absentia),” ujar Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams saat membacakan pertimbangan;

3)    Dengan menghindarkan kesewang-wenangan Aparat Penegak Hukum (APH) pada saat melakukan penyidikan suatu tindak pidana termasuk ketika akan melakukan penangkapan, maka dapat dihindarkan adanya peradilan sesat dalam sistem hukum di Indonesia. (BERSAMBUNG).

Kamis, 26 September 2024

PENANGKAPAN (Bagian 1)

 


 


 

            Untuk pembahasan kali ini, kami akan mencoba membahas mengenai penangkapan terhadap pelaku tindak pidana. Mengenai penangkapan ini diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yaitu di Pasal 16 sampai dengan Pasal 19.

Untuk itu, dalam pembahasan kali ini akan dibahas terlebih dahulu ketentuan Pasal 16 KUHAP, yang terdiri dari 2 (dua) ayat, yaitu :

(1)   Untuk kepentingan penyelidikan, penyelidik atas perintah penyidik berwenang melakukan penangkapan;

(2)   Untuk kepentingan penyidikan, penyidik dan penyidik pembantu berwenang melakukan penangkapan.

Dari ketentuan Pasal 16 KUHAP tersebut, dapat dijelaskan secara singkat sebagai berikut :

1.  Dalam penjelasan ayat (1) dari Pasal 16 KUHAP ini, dijelaskan sebagai berikut :

Yang dimaksud dengan dengan atas perintah penyidik termasuk juga penyidik pembantu sebagaimana dimaksud dalam Penjelasan Pasal 11.

Perintah yang dimaksud berupa suatu surat perintah yang dibuat secara tersendiri, dikeluarkan sebelum penangkapan.

2.  Oleh karena dalam penjelasan Pasal 16 ini disebutkan tentang Penjelasan Pasal 11 KUHAP, maka kita perlu mengetahui terlebih dahulu Penjelasan Pasal 11. Berkaitan dengan Penjelasan Pasal 11 KUHAP, berkaitan dengan penahanan,   yang menyebutkan :

Pelimpahan wewenang penahanan kepada penyidik pembantu hanya diberikan apabila perintah dari penyidik tidak dimungkinkan karena hal dan dalam keadaan yang sangat diperlukan atau di mana terdapat hambatan perhubungan di daerah terpencil atau di tempat yang belum ada petugas penyidik dan atau dalam hal lain yang dapat diterima menurut kewajaran.

3.  Ketentuan dalam Penjelasan Pasal 11 KUHAP menitikberatkan pada bantuan kepada penyidik dalam hal keadaan geografis wilayah yang menyebabkan kesulitan bagi penyidik untuk melakukan penangkapan dan juga penahanan. Harus dipahami dengan kondisi geografis Indonesia yang memiliki ribuan pulau-pulau kecil dan keterbatasan sarana dan prasaran transportasi antar wilayah, menyebabkan ketika penyidik melakukan penangkapan terhadap pelaku tindak pidana, tidak bisa langsung dibawa ke Kantor Kepolisian terdekat (Polsek), sehingga akhirnya penyidik meminta bantuan kepada penyelidik atau penyelidik pembantu untuk bisa melakukan penahanan sementara sambil menunggu waktu pelaku tindak pidana tersebut dibawa ke Kantor Kepolisian terdekat untuk dilakukan proses pemeriksaan lebih lanjut;

4.  Sebagai contoh adalah di wilayah Sulawesi, banyak terdapat Kantor Kepolisian Sektor (Polsek) yang membawahi wilayah yang berupa pulau-pulau kecil yang tidak memiliki sarana transportasi yang terjadwal secara rutin, sehingga ketika penyidik akan melakukan penangkapan sekaligus penahanan, harus dilakukan di pulau-pulau terpencil dengan melibatkan penyelidik atau penyelidik pembantu dan karena harus segera melakukan penahanan, maka penahanan dilakukan di tempat penyelidik atau penyelidik pembantu yang terdapat di pulau-pulau terpencil tersebut. (BERSAMBUNG).

 

Senin, 23 September 2024

KONEKSITAS (Bagian 5 / HABIS)



 

            Pembahasan berikutnya mengenai Peradilan Koneksitas, adalah membahas tentang Pasal 94 KUHAP yang terdiri dari 5 ayat yang merupakan Pasal penutup dalam ketentuan mengenai Peradilan Koneksitas. Pasal 94 KUHP tersebut menyebutkan sebagai berikut :

(1)  Dalam perkara pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (1) diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum atau peradilan militer, yang mengadili perkara tersebut adalah majelis hakim yang terdiri dari sekurang-kurangnya tiga orang hakim;

(2)  Dalam hal pengadilan dalam lingkungan peradilan umum yang mengadili perkara pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (1), majelis hakim terdiri dari hakim ketua dari lingkungan peradilan umum dan hakim anggota masing-masing ditetapkan dari peradilan umum dan peradilan militer secara berimbang;

(3)  Dalam hal pengadilan dalam lingkungan peradilan militer yang mengadili perkara pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (1), majelis hakim terdiri dari hakim ketua dari lingkungan peradilan militer dan hakim anggota masing-masing ditetapkan dari peradilan militer dan peradilan umum yang diberi pangkat tituler;

(4)  Ketentuan tersebut pada ayat (2) dan ayat (3) berlaku juga bagi pengadilan tingkat banding;

(5)  Menteri Kehakiman dan Menteri Pertahanan dan Keamanan secara timbal balik mengusulkan pengangkatan hakim anggota sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) dan hakim perkara sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (4);

Dari ketentuan Pasal 94 KUHAP tersebut, maka dapat dijelaskan secara singkat sebagai berikut :

1)    Ketentuan Pasal 94 KUHAP mengatur mengenai susunan Majelis Hakim yang menyidangkan perkara koneksitas yang terdiri setidaknya dari 3 (tiga) orang Hakim;

2)    Apabila suatu perkara koneksitas disidangkan di pengadilan umum yaitu di Pengadilan Negeri, maka yang menjadi Ketua Majelis adalah Hakim pada Pengadilan Negeri tersebut, sedangkan hakim anggotanya terdiri dari 2 (dua) orang Hakim yang terdiri dari masing-masing 1 (satu) orang dari Pengadilan Negeri dan Pengadilan Militer;

3)     Apabila suatu perkara koneksitas disidangkan di pengadilan militer, maka yang menjadi Ketua Majelis adalah Hakim pada Pengadilan Militer tersebut, sedangkan hakim anggotanya terdiri dari 2 (dua) orang Hakim yang terdiri dari masing-masing 1 (satu) orang dari Pengadilan Negeri dan Pengadilan Militer, dengan ketentuan Hakim dari Pengadilan Negeri diberikan pangkat tituler;

4)    Ketentuan mengenai Majelis Hakim ini juga berlaku pada pengadilan tingkat banding;

Dengan telah dibahasnya ketentuan Pasal 94 KUHAP, maka pembahasan mengenai Peradilan Koneksitas sudah selesai, semoga bisa menjadi bahan pembelajaran dan menambah wawasan kita semua. (SELESAI).

Rabu, 21 Agustus 2024

MANGAN, TURU, NGISING

 


 

            Sebelumnya mohon maaf, apabila judul yang penulis buat agak kasar didengar, akan tetapi sebagai orang Jawa, khususnya sebagai orang Banyumas, yang terbiasa berbicara BLAKASUTA (berbicara apa adanya), kiranya bisa dimaklumi kalo bahasa yang penulis gunakan cukup kasar atau bahkan sarkas bagi sebagian orang. Dalam tulisan ini, penulis akan sedikit membahas dalam segi pandangan filosofis, sehingga mungkin tulisan ini akan sedikit melebar dari penulisan hukum yang biasa penulis lakukan.

            Pada dasarnya, sebagai orang Jawa, ketiga kata tersebut sebenarnya merupakan filsafat hidup yang selalu dijalani dan dipahami sebagai salah satu pegangan hidup untuk bisa bertahan, khususnya saat berada di perantauan. Sudah menjadi rahasia umum bagi orang Indonesia, orang Jawa menjadi salah satu suku yang banyak tersebar, bukan hanya di seluruh wilayah Indonesia, bahkan di seluruh dunia. Kemampuan beradaptasi menjadi kunci kesuksesan orang Jawa dan tentunya orang Indonesia lainnya saat berada di perantauan, sebab siapapun tahu bahwa hidup di rantau orang adalah hal yang sangat berat, banyak tantangan yang harus dihadapi saat jauh dari orang-orang yang disayangi atau orang-orang yang dikenal.

            Lalu, apa hubungannya ketiga kata tersebut dengan filsafat hidup penulis yang tetap penulis terapkan sampai saat ini. Penulis akan mencoba membedahnya dengan pembahasan seringkas mungkin dengan bahasa yang dapat dimengerti.

1.  MANGAN;

Secara harfiah, kata mangan dapat diartikan dengan kata makan dalam bahasa Indonesia. Benar bahwa setiap manusia membutuhkan makan demi bisa mempertahankan kehidupannya, akan tetapi tentu saja bukan saja makan secara fisik namun dapat diartikan makan secara non fisik. Apa maksudnya?

Kebutuhan makan bagi setiap orang, bukan hanya memakan makanan yang sifatnya fisik, seperti makan roti, makan nasi dan lain sebaginya, namun secara filosofis dapat diartikan setiap manusia butuh makan atau mengkonsumsi berbagai macam ilmu pengetahuan dalam berbagai aspeknya.

Manusia harus mempunyai ilmu pengetahuan sebagai bekal untuk bertahan hidup, sebab tanpa adanya ilmu pengetahuan, tentu manusia tidak bisa menciptakan tekhnologi sebagai sarana untuk memajukan peradaban manusia dan tanpa adanya peradaban, maka manusia akan punah kehidupannya.

Selain itu, kata mangan harus pula diartikan sebagai sarana berinteraksi secara sosial, sebab setiap orang membutuhkan orang lain untuk bisa mendapatkan apa yang dibutuhkan. Dan selain sebagai makhluk individu, manusia adalah makhluk sosial yang berarti bahwa manusia tidak dapat hidup sendiri dan memerlukan orang lain untuk bergaul, bekerja, tolong menolong, kerja bakti, keamanan, dan lain-lainManusia memiliki dorongan dan kebutuhan untuk berhubungan dengan orang lain, dan tidak akan bisa hidup sebagai manusia kalau tidak hidup di tengah-tengah manusia.

Kiranya, sangat mustahil manusia bisa hidup sendiri tanpa berinteraksi dengan manusia yang lain, meskipun dalam berbagai film sering digambarkan manusia bisa hidup sendiri di tengah hutan, akan tetapi dalam kenyataannya hal tersebut sangat tidak mungkin terjadi. Kita sebagai individu membutuhkan berinteraksi dengan individu yang lain dalam kehidupan sehari-hari, contohnya, untuk memdapatkan keturunan, laki-laki membutuhkan kehadiran wanita, meskipun saat ini ada tekhnologi bayi tabung, akan tetapi setiap orang menginginkan mempunyai anak yang benar-benar dari hasil hubungan antara seorang pria dengan seorang wanita.

Dengan mengamalkan filosofis mangan ini, semoga kita bisa menjadi pribadi yang baik dan selalu bisa berinterksi orang orang lain karena sejatinya dalam kehidupan kita selalu membutuhkan keberadaan orang lain.

2.  TURU

Turu bisa kita artikan sebagai upaya mengistirahatkan jiwa dan raga kita setelah penat beraktifitas sehari-hari. Dengan beristirahat tentunya juga kita bisa mengistirahatkan panca indera kita sehingga saat kita terbangun kita kembali segar dan mempunyai semangat baru dalam beraktifitas. Semua orang pasti membutuhkan istirahat khususnya setelah bekerja keras, baik bekerja secara fisik maupun secara pikiran, sebab harus diakui bahwa kita sebagai manusia mempunyai banyak keterbatasan, khususnya keterbatasan fisik yang tidak bisa kita gunakan tanpa kita beristirahat.

Akan tetapi secara filosofis, kata turu ini bisa kita artikan sebagai upaya kita menetralisir hal negatif dalam badan dan pikian kita. Kenapa bisa? Sebab, dalam kehidupan sehari-hari, kita pasti akan dikelilingi oleh hal-hal yang bersifat negatif, baik itu berupa perilaku maupun pikiran. Seringkali kita berpikiran bagaimana kita bisa menang bersaing dengan orang lain, bagaimana kita bisa lebih kaya dari orang lain, bagaimana kita bisa lebih sukses dari orang lain dan berbagai hal lainnya. Tentu hal tersebut bisa berimbas dalam perilaku kita, bisa berperilaku secara positif maupun negatif. Secara positif tentu kita akan bersaing secara sehat akan tetapi jika dilakukan secara negatif tentu akan muncul perilaku curang, fitnah, hasut dan lain sebagainya.

Dengan filosofis turu inilah kita berusaha untuk bisa berperilaku baik, peduli dengan orang lain dan bersaing secara sehat. Bagaimana caranya? Nenek moyang kita sudah banyak mengajarkan apabila kita ingin mengekang hawa nafsu kita adalah dengan melakukan puasa dan hal ini juga sejalan dengan ajaran agama, yang dalam semua agama mengajarkan puasa untuk bisa mengekang hawa nafsu kita. Untuk melatih kita peduli dengan orang lain, bisa dilakukan dengan banyak melakukan sedekah kepada orang-orang yang membutuhkan sebab bukan tidak mungkin dalam harta yang kita miliki ada hak orang lain yang mungkin sengaja atau tidak, masuk ke dalam harta kita.

Dengan mengamalkan filosofis turu, kiranya kita bisa mengekang hawa nafsu kita sebab sebagaimana orang pintar selalu mengatakan bahwa hawa nafsu itu ibarat orang haus yang meminum air laut, tidak akan pernah terpuaskan.   

3.  NGISING

Secara harfiah dapat diartikan membuang kotoran dan manusia sebagai makhluk biologis pasti membutuhkan untuk membuang kotoran yang di dalam tubuhnya.  Tentu akan menjadi penyakit apabila kotoran ini tidak dibuang bahkan sangat mungkin bisa mengakibatkan kematian.  Akan tetapi secara filosofis, dapat diartikan bahwa setiap manusia harus membuang sifat buruk yang ada pada dirinya.

Sebab setiap manusia pasti mempunyai dua sisi, yaitu sisi baik dan sisi buruk, oleh karena itu maka manusia harus bisa meminimalisir sisi buruknya sehingga bisa menjadi pribadi yang bermanfaat bagi orang banyak, sehingga dengan demikian kata ini bisa diartikan sebagai upaya introspeksi diri bagi setiap manusia sehingga bisa tercipta manusia yang mempunyai kepribadian yang baik dan menghindarkan dirinya dari pertentangan dengan orang lain yang bisa menimbulkan kerugian, tidak hanya bagi dirinya namun juga bisa menimbulkan kerugian bagi masyarakat di sekitarnya.

Dengan mengamalkan filosofis kata ini, diharapkan akan tercipta kehidupan yang harmonis dalam berbangsa dan bernegara sehingga bisa menciptakan bangsa yang unggul dan mampu bersaing secara sehat dengan bangsa lain.

            Semoga tulisan ini bisa menjadi bahan introspeksi kita bersama dan bisa menjadikan diri kita pribadi yang labih baik serta bermanfaat baik bagi keluarga, masyarakat, bangsa dan negara tercinta.

 

 

 

Rabu, 24 Juli 2024

FENOMENA PEMILIHAN UMUM DI INDONESIA



 

            Pemilihan Umum atau biasa disebut dengan PEMILU sudah menjadi hal yang biasa dilaksanakan di Indonesia. Bahkan, karena sudah seringnya dilakukan atau dilaksanakan, sehingga kita menjadi bosan dan akhirnya tidak memperhatikannya secara cerdas, bahwa sebenarnya banyak fenomena yang lazim terjadi pada saat pemilu.

            Fenomena yang lazim terjadi saat pemilu ini yang apabila tidak disikapi dengan bijak, bukan tidak mungkin bisa menjadi penghambat lancarnya pelaksanaan pemilu di kemudian hari. Meskipun demikian, sebenarnya fenomena yang sering terjadi saat pemilu sebenarnya bisa menjadi bahan pembelajaran bagi kita semua.

            Beberapa fenomena yang terjadi pada saat pelaksanaan pemilihan umum tersebut diantaranya adalah :

1)  Merasa Paling Bisa

Dalam setiap pelaksanaan pemilu, baik itu pemilihan presiden/wakil presiden, pemilihan anggota dewan, pemilihan kepala daerah/wakil kepala daerah, kita past akan disuguhi tontonan baik di media massa cetak, televisi maupun media sosial, pernyataan seseorang yang merasa paling bisa menjadi calon yang akan dipilih dalam pemilu. Hal ini sebenarnya baik, karena sedari kecil kita selalu diajarkan untuk selalu percaya pada kemampuan diri sendiri, akan tetapi dalam tataran pemilihan umum, kepercayaan diri tersebut bisa juga akan disebut sebagai sebuah kesombongan diri, yang menyatakan bahwa hanya dirinya sebagai calon yang mampu dan harus dipilih dalam pemilu, sedangkan calon yang lain dianggap tidak mampu.

Memang benar, setiap penjual pasti akan akan mengatakan bahwa apa yang dijual adalah produk yang paling baik. Namun tentunya dalam paktek promosi penjualan, setiap produk akan dilengkapi dengan klasifikasi produk yang akan dijual, khususnya mengenai kelebihan dari produknya, yang seringkali dilengkapi dengan data secara ilmiah. Nah, dalam kaitan pemilihan umum, sudah seharusnya seseorang yang akan mencalonkan diri juga melengkapi dirinya dengan data, yang kalo bisa data secara ilmiah, yang bisa membuktikan bahwa dirinya adalah calon yang paling harus dipilih, bukan cuma omon-omon doang yang gak ada buktinya.  

2)  Perlu Modal Besar

Sudah menjadi rahasia umum, bahwa apabila seseorang akan mencalonkan diri dalam pemilu, diperlukan modal yang besar. Karena itu, di negara-negara besar dan sudah maju demokrasinya, setiap orang yang akan mencalonkan diri adalah orang-orang yang sudah sukses secara ekonomi dan sudah selesai dirinya sendiri, artinya, sudah tidak memikirkan keperluan hidup diri dan keluarganya.

Hal yang berbeda yang terjadi di Indonesia, banyak orang yang mencalonkan diri adalah orang-orang yang tidak didukung dengan kekuatan finansial yang kuat, sehingga seringkali harus meminta bantuan kepada orang lain yang mempunyai modal besar, yang seringkali menjadi hutang politik saat orang yang mencalonkan diri tersebut benar-benar terpilih. Jadi, jangan heran ketika seseorang yang terpilih akhirnya melakukan korupsi, hanya untuk menutup hutang politiknya, khususnya secara finansial kepada orang lain.

3)  Mencari Pekerjaan Dan Status Sosial

Bukan menjadi hal baru ketika seseorang mencalonkan diri dalam pemilu adalah untuk bisa mendapatkan pekerjaan dan status sosial. Menjadi anggota dewan atau menjadi kepala pemerintahan, baik di pusat maupun di daerah, tentunya menjadi pekerjaan yang menjanjikan untuk mendapatkan penghasilan yang cukup besar sekaligus menaikkan status sosial orang tersebut. Banyak orang di Indonesia yang mencalonkan diri, benar-benar hanya untuk mendapatkan pekerjaan dan pendapatan yang layak. Sungguh miris.

Seseorang merasa sudah menduduki kedudukan politik yang tinggi ketika dirinya dipanggil dengan sebutan YANG MULIA, meskipun pada kenyataannya, ketika menduduki jabatan tersebut, dirinya tidak amanah atau tidak bisa menjaga kepercayaan masyarakat yang diberikan kepadanya. Hal ini menjadi hal yang jamak terjadi pada setiap pemilu di Indonesia dan mirisnya, kita sendiri sebagai warga masyarakat tidak menyadarinya.

4)  Nyampah Di Setiap Sudut Kota

Ini yang sering terjadi, ketika mencalonkan diri, seseorang cenderung akan menyebar spanduk, banner atau pamflet di setiap sudut kota, baik dipasang melintang di tengah jalan atau ditempel sembarangan di tembok-tembok rumah atau toko. Keadaan ini akhirnya hanya akan menjadi sampah yang memenuhi setiap sudut kota dan merepotkan semua pihak ketika akan dibersihkan.

Sampai saat ini, masih sedikit orang yang mencalonkan diri yang mempromosikan dirinya secara cerdas. Banyak cara yang bisa dilakukan mempromosikan diri dengan tidak membuat sampah, misalnya dengan melakukan siarang langsung maupun tidak langsung melalui media televisi atau media sosial. Atau, seperti yang pernah penulis saksikan saat pemilu walikota di sebuah kota di Turki, sang calon akan mendatangi setiap rumah warga untuk membagikan pamflet kertas berukuran kecil yang berisikan bahan kampanyenya sekaligus bertatap muka dengan warga untuk menyerap aspirasi warga. Hal ini cukup simpatik, daripada kampanye di lapangan yang dihadiri banyak orang yang bisa menimbulkan gesekan secara sosial atau bahkan bisa menimbulkan kebisingan dari knalpot sepeda motor para peserta kampanye, padahal mereka sendiri sebagai peserta kampanye sama sekali gak tau isi dari kampanye dari para calon yang akan mereka pilih, karena lebih banyak diisi hiburan dangdutan.

            Jadi, dari beberapa hal yang telah penulis sebutkan di atas, kira-kira apakah akan terulang lagi pada pemilu-pemilu yang akan datang? Sudah saatnya kita sebagai warga negara yang baik bisa memilih dan memilah calon yang akan kita pilih saat diadakan pemilihan umum. SEMOGA.

DIMANA TANAH DIPIJAK, DISANA NASI DIMAKAN

                Sebuah prinsip yang selalu saya pegang saat saya masih sering merantau dan sebagai informasi saja, saya sudah berantau d...