Senin, 27 Mei 2013

POLITIK HUKUM



3 PERTANYAAN MENGENAI POLITIK HUKUM

1.     Politik Hukum suatu pemerintahan menentukan isi hukum, jelaskan perbedaan isi hukum pada pemerintahan yang demokratis dengan pemerintahan yang sentralistis (tidak demokratis) ?

JAWABAN :

Sebelum menjawab perbedaan isi hukum pada pemerintahan yang demokratis dengan pemerintahan yang sentralistis, maka perlu mengetahui terlebih dahulu pengertian dari POLITIK UMUM.
Utrech mengatakan bahwa “Politik Hukum berusaha membuat kaidah-kaidah yang akan menentukan bagaimana seharusnya manusia bertindak. Politik Hukum menyelidiki perubahan-perubahan apa yang harus diadakan dalam hukum yang sekarang berlaku supaya sesuai dengan kenyataan sosial. Politik Hukum meneruskan perkembangan hukum dengan berusaha menlenyapkan sebanyak-banyaknya ketegangan antara posivitas dan realitas sosial. Dan Politik Hukum membuat suatu ius constituendum (hukum yang akan berlaku) dan berusaha agar ius constituendum itu pada hari kemudian berlaku sebagai ius constitum”.
Dari definisi tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa Politik Hukum selalu ditentukan oleh sifat negra dan system politik yang dianut.
Dalam Negara Demokratis, karakteristik produk hukumnya bersifat :
a.            Populist, yaitu produk hukumnya sama dengan kenyataan sosial atau melenyapkan sebanyak-banyaknya ketegangan antara positivisme dan realitas sosial. Prof.DR. H. Abdul Latif, SH.MH mengutip pendapat Prof. Mahfud MD, mengatakan bahwa “produk hukum yang populis adalah produk hukum yang mencerminkan rasa keadilan dan memenuhi harapan masyarakat. Dalam proses pembuatannya memberikan peranan besar dan pastisipasi penuh kepada kelompok-kelompok sosial atau individu ddi dalam masyarakat, hasilnya bersifat responsif.[1]  ;
b.            Progressive, yaitu produk hukum yang dihasilkan selalu mengikuti perkembangan jaman. Mahfud MD mengatakan bahwa hukum yang responsif bersifat aspiratif, yaitu memuat materi-materi yang secara umum sesuai dengan aspirasi atau kehendak masyarakat yang dilayaninya.[2]
c.            Limited Interpretation, yaitu produk hukum yang dihasilkan tidak diinterpretasikan oleh peraturan yang lebih rendah, yang dapat dilihat dari jumlah pasal yang open interpretation. Mahfud MD lebih lanjut mengatakan bahwa “produk hukum yang dihasilkan memberikan sedikit peluang bagi pemerintah untuk membuat penafsiran sendiri melalui berbagai peraturan pelaksanaan dan peluang yang sempit itupun berlaku untuk hal-hal yang betul-betul teknis.”[3]
Dalam Negara yang Sentralistik, karakteristik produk hukumnya bersifat :
1.        Elitist, yaitu produk produk hukum yang dihasilkan lebih didominasi oleh lembaga Negara terutama oleh pemegang kekuasaan eksekutif ;[4]
2.        Conservative, yaitu produk hukum yang dihasilkan memuat materi yang lebih merefleksikan visi sosial dan politik pemegang kekuasaan atau memuat materi yang lebih didominasi oleh merupakan alat untk mewujudkan kehendak dan kepentingan pemerintah.[5]
3.        Open to Interpretation, yaitu produk hukum yang dihasilkan memuat materi singkat dan pokok-pokoknya saja untuk kemudian memberi peluang yang luas bagi pemerintah untuk mengatur berdasarkan visi dan kekuatan politiknya.[6]

2.     Bagaimana cara membaca politik hukum suatu Undang-Undang ?

JAWABAN :

Cara membaca politik hukum suatu Undang-Undang adalah bisa dilihat dari :
1.        Program Kabinet, yaitu Realisasi dari janji-janji pemerintah selama kampanye, yang akan direalisasikan dalam setiap Undang-Undang yang dibuatnya. Secara kultur, partisipasi politik sebagai sumber daya hukum ditentukan oleh kaitan diantara etik, moral dan norma dengan tingkah laku politik di satu pihak dan oleh penguasaan akan tata atau prosedur politik yang disebut juga dengan teknologi politik pada pihak lain, Teknologi politik berkaitan dengan pengetahuan, pemahaman dan ketrampilan para pelaku politik tentang tata cara politik tersebut yang dapat bersifat formal yaitu yang sudah diatur dalam hukum positif ;[7]
2.        Konsideran Undang-Undang yang dihasilkan, yaitu Tujuan dari dibuatnya suatu Undang-Undang yang merupakan politik hukum yang tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang Dasar ;
3.        Penjelasan Umum Undang-Undang yang dihasilkan, yaitu Menjelaskan konsideran lebih jelas yang lebih detail ;

3.     Jelaskan 6 politik hukum pemerintah Reformasi.

JAWABAN

6 Politik Hukum Pemerintah Reformasi :
1.  Demokratisasi, yaitu sebagaimana diuraikan oleh Prof. Mahfud MD, yang mengatakan bahwa “Jika kita ingin membangun hukum yang responsif maka syarat pertama dan utama yang harus dipenuhi lebih dahulu adalah demokratisasi dalam kehidupan hukum, sebab tidaklah mungkin kita membangun hukum yang responsif tanpa lebih dahulu membangun system politik hukum yang demokratis, sebab hukum responsif tidak mungkin lahir di dalam system politik yang otoriter.”[8] Jadi Demokratisasi merupakan syarat mutlak dari pemerintahan Reformasi ;
2.  Keterbukaan, yaitu dengan adanya keterbukaan maka setiap warga Negara dapat menyalurkan aspirasinya dalam setiap pembuatan peraturan perundang-undangan sekaligus dapat melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan tersebut ;
3.  Peningkatan Perlindungan Hak Asasi Manusia, yaitu pengakuan terhadap hak-hak dasar manusia, yaitu hak untuk hidup, hak untuk bekerja dan beraktivitas serta haak untuk beroraganisasi politik ;
4.  Pemberantasan KKN, selama lebih dari 30 (tiga puluh) tahun, Korupsi, Kolusi dan Nepotisme telah menjadi penyakit yang mengakar kuat dalam pemerintahan Indonesia. Hal ini kemudian diupayakan untuk diberantas, salah satunya dengan dibentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), namun dipihak lain juga dituntut peran serta masyrakat untuk mengawasi jalannya pemerintahan yang bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme ;
5.  Amandemen Undang-Undang Dasar 1945, selama kurun waktu 1998 sampai dengan sekarang, bangsa kita telah melakukan 4 (empat) kali amandemen Undang-Undang Dasar 1945, yang kesemuanya bertujuan untuk mengikuti dinamika perkembangan kehidupan masyarakat dan untuk lebih meningkatkan wibawa hukum di mata masyarakat ;
6.  Otonomi Daerah, yaitu ada 3 hal menurut Ryas Rasyid, yang dijadikan visi bagi UU No. 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, yaitu :[9]
1.  Membebaskan pemerintah pusat dari beban mengurus soal-soal domestic dan menyerahkannya kepada pemerintah lokal  agar pemerintah lokal secara bertahap mampu memberdayakan dirinya untuk mengurus urusan domestiknya ;
2.  Pemerintah pusat bisa bekonsentraasi dalam masalah makro nasional ;
3.  Daerah bisa lebih berdaya dan krearif ;


[1] Prof.DR.H.Abdul Latif, SH.MH dan H. Hasbi Ali, SH.MS, POLITIK HUKUM, Penerbit Sinar Grafika Jakarta, Tahun 2011, hlm.29.
[2] Moh.Mahfud MD, POLITIK HUKUM INDONESIA, Penerbit Rajawali Pers Jakarta, Tahun 2011, hlm. 32.
[3] Ibid, hlm.32.

[4] Ibid, hlm.32.
[5] Moh. Mahfud MD, op.cit.hlm.32.
[6] Ibid, hlm. 32.
[7] Prof.DR.H.Abdul Latif, SH.MH dan H. Hasbi Ali, SH.MS, loc.cit. hlm. 180.

[8] Mahfud MD, Ibid, hlm.380.
[9] Prof.DR.H.Abdul Latif, SH.MH dan H. Hasbi Ali, SH.MS, op.cit.hlm. 101.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kecelakaan Lalu Lintas

    Ritual Mudik menjelang Hari Raya Idul Fitri telah tuntas dilakukan dengan berbagai variasinya. Masyarakat yang mudik dengan mengguna...