Tertangkapnya lagi aparatur peradilan di Pengadilan Negeri Tangerang dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadikan AIB (lagi) bagi dunia peradilan Indonesia. Seakan tiada henti aib mendera dunia peradilan di Indonesia, meskipun tidak kurang upaya dari Mahkamah Agung dalam menjaga aparaturnya supaya terhindar dari perilaku korupstif, akan tetapi sifat manusiawi manusia yang masih memiliki sifat rakus, yang menjadikan aparatur peradilan melakukan perilaku koruptif. Sebuah pelajaran berharga bagi bangsa Indonesia, bahwa perilaku koruptif bagaikan hal yang memabukkan yang bisa menimpa siapa saja tanpa pandang bulu. Semua akan kembali pada diri kita masing-masing yang bisa menjaga diri dan mawas diri, maka setidaknya akan bisa menjadi penangkal bagi terjadinya perilaku koruptif yang justru akan merugikan diri sendiri, juga mebuat stigma buruk bagi instansinya. Semoga kejadian ini menjadi kejadian terakhir dan kembali berharap tidak ada kejadian-kejadian serupa di kemudian hari.
Rabu, 14 Maret 2018
Selasa, 13 Maret 2018
LHKPN dan Kepedulian Aparatur Negara
Saat ini sudah sangat jamak terjadi aparatur negara baik di bidang eksekutif, legislatif maupun yudikatif yang tertantgkap tangan akibat melakukan tindak pidana korupsi dalam segala bentuknya. Hal ini tidak terlepas dari pola hidup hedonis yang dianut oleh aparatur negara kita. Disamping itu masih terdapat keengganan dari aparatur negara kita untuk melaporkan harta kekayaannya melalui Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang saat ini telah disediakan oleh Komisi Pemberantasan Koupsi (KPK) dan bahkan sekarang dimudahkan dengan metode pengisisna secara elektronik (E-LHKPN). Sebuah kemudahan yang seharusnya dimanfaatkan oleh para aparatur negara untuk melaporkan kekayaan yang dimilikinya, terutama sesudah menjabat pada suatu jabatan tertentu. Ketaatan akan melaporkan kekayaan ini sebenarnya menjadi pintu masuk dari kejujuran dari aparatur negara kita. Dari LHKPN tersebut dapat kita ketahui tingkat kejujuran dari aparattur negara tersebut, sebab LHKPN tersebut akan diumumkan ke publik secara periodik sehingga dapat diketahui oleh masyarakat secara luas dan masyarakat dapat mengkritisi atas hasil LHKPN yang diumumkan tersebut.Oleh sebab itu diperlukan kesadaran dari para aparatur negara untuk mentaati pengisian LHKPN ini demi kebaikan dirinya maupun kebaikan berjalannya pemerintahan.
Kamis, 08 Maret 2018
BELAJAR DISIPLIN SEJAK USIA DINI
Setiap orang pasti pernah mengalami ketika kecil harus tidur cepat dan tidak larut malam, sebagian juga mengalami harus tidur siang dan ketika sudah masuk usia sekolah, harus bangun pagi kemudian sholat subuh (bagi yang muslim), mandi pagi, sarapan dan berangkat sekolah sebelum jam masuk sekolah berbunyi. Kemudian pulang sekolah pada jam yang telah ditentukan oleh sekolah, di rumah masih dibebani dengan berbagai pekerjaan rumah dan seterusnya. Hal ini tidak lain adalah proses pembelajaran untuk bisa disiplin sejak usia dini. Pertanyaannya, mengapa harus belajar disiplin sejak usia dini ? Jawabnya adalah tidak lain dan tidak bukan adalah supaya tidak kaget ketika usia menginjak dewasa terutama ketika sudah masuk dunia kerja. Seluruh tugas-tugas kita harus kita atur sedemikian rupa supaya bisa selesai tepat waktu dan tuntas. Bagaimana caranya? Tentunya harus dengan disiplin melakukan tugas-tugas kita tanpa menunda-nunda sedetikpun. Kerjakan apa yang bisa kita kerjakan sehingga kita bisa menyelesaikan tugas-tugas kita secara tepat waktu. Keberhasilan seseorang sangat bergantung pada kedisiplinan orang tersebut dalam mengatur waktunya. Banyak orang membuang waktu hanya untuk sekedar ngobrol ngalor ngidul tanpa ada gunanya. Ada baiknya kita membuat TIME SCHEDULE yang berisi apa yang akan kita lakukan pada hari ini. Kalaupun ada perubahan, tentunya kita bisa menyesuaikannya. Maka, gunakan waktu yang ada dengan sebaik-baiknya karena kita tidak bisa mengulang kembali waktu yang sudah hilang dan berlalu, oleh sebab itu peribahasa asing menyebutkan TIME IS MONEY (waktu adalah uang) karena begitu berharganya waktu yang akan merupakan suatu kerugian apabila waktu yang kita miliki hanya berlalu begitu saja tanpa menghasilkan suatu prestasi apapun
Senin, 05 Maret 2018
DILEMA TUMPUKAN PERKARA
Sebagaimana kita ketahui bahwa tumpukan perkara akan selalu terjadi di bidang peradilan, khususnya di tingkat pemeriksaan kasasi maupun peninjauan kembali di Mahkamah Agung. Tumpukan perkara tersebut dapat diapresiasi sebagai semakin sadarnya masyarakat dalam mencari keadilan, sehingga tetap mempercayakan akan memperoleh keadilan bahkan sampai tingkat kasasi maupun peninjauan kembali. Akan tetapi tumpukan perkara tersebut dapat pula dikatakan sebagai tidak ada batasan bagi pencari keadilan, perkara mana yang dapat dimintakan pemeriksaan kasasi maupun peninjauan kembali. Masih sering ditemui perkara-perkara yang secara ekonomis justru lebih besar biaya untuk mengajukan kasasi maupun peninjauan kembali dibandingkan dengan nominal dari kerugian yang terdapat dalam perkara tersebut. Namun itulah keadaan hukum di Indonesia yang tetap memberikan hak secara penuh kepada para pencari keadilan, sebab keadilan sangatlah abstrak, yang bisa berbeda penilaiannya antara satu orang dengan orang lain. Yang terpenting saat ini adalah adanya penghargaan bagi Hakim yang memutus perkara, mengingat apapun putusan yang dijatuhkan tetap tidak bisa memuaskan para pihak pencari keadilan. Hal yang harus dipahami oleh para pencari keadilan, bahwa dalam memutus suatu perkara, Hakim telah bekerja secara maksimal dengan mempertimbangkan berbagai hal yang terungkap dalam persidangan. Ironisnya, sampai saat ini masih terdengar Hakim yang dihjujat karena putusannya, meskipun seharusnya yang menghujat tersebut sadar bahwa ada saluran terhadap putusan yang dianggap tidak adil, kecuali terdapat pelanggaran kode etik atas perilaku Hakim yang memutus perkara tersebut. Perilaku Terdakwa yang berteriak-teriak di muka persidangan setelah dijatuhkan putusan merupakan penghinaan terhadap pengadilan (contempt of court) yang seharusnya dapat disidik dan dilakukan penuntutan secara terpisah dari perkara sebelumnya. Sebagai masyarakat yang sadar hukum, sudah saatnya kita menjaga perilaku kita ketika harus berhadapan dengan hukum sehingga tidak membuat semakin merugikan bagi diri kita sendiri.
Kamis, 01 Maret 2018
Alasan Pemaaf dan Alasan Pembenar
Di dalam sistem hukum pidana Indonesia, dikenal istilah alasan pemaaf dan alasan pembenar, yang bisa menjadi dasar untuk meringankan hukuman bagi Terdakwa atau bahkan bisa menjadi dasar untuk membebaskan Terdakwa dari tuntutan Penuntut Umum. Secara singkat alasan pemaaf dan pembenar dapat diilustrasikan sebagai berikut. Untuk alasan pemaaf, ilustrasinya adalah ketika seseorang dalam keadaan terancam bahaya (misalkan mendapat todongan senjata tajam), yang keadaan tersebut membuat hanya ada 2 pilihan, melawan untuk bertahan hidup atau diam namun nyawa melayang. Maka ketika orang tersebut melakukan perlawanan yang menyebabkan orang yang menodongkan senjata tersebut menjadi tidak berdaya atau bahkan mati, maka keadaan tersebut dapat dijadikan dasar untuk meringankan atau membebaskan orang tersebut ketika diajukan ke persidangan, tentunya harus pula dibuktikan di persidangan. Sedangkan yang disebut dengan alasan pemaaf dapat dilustrasikan sebagai berikut. Dengan alasan apapun membunuh orang tidak dibenarkan akan tetapi ada keadaan ketika hal tersebut, yaitu ketika dilaksanakan pidana mati bagi terpidana mati. Dalam keadaan ini, bagi tim eksekutornya dibenarkan untuk melakukan tugasnya sehingga dapat terbebas dari tuntutan hukum. Mudah-mudahan dari penjelasan singkat ini dapat menjadi pemahaman kita bersama bahwa meskipun hukum pidana bersifat tegas dan tidak pandang bulu akan tetapi masih ada alasan-alasan yang dapat meringankan atau bahwa membebaskan Terdakwa dari tuntutan hukum.
Senin, 26 Februari 2018
Benang Kusut Penegakan Hukum
Seseorang pernah mengatakan bahwa jangan sampai kita berurusan dengan hukum sebab bagaikan kita lapor kehilangan seekor kambing tetapi akan keluar biaya sebesar harga seekor sapi. Paradok yang sangat menohok bagi para penegak hukum, meskipun harus disadari bahwa masih ada aparat penegak hukum yang bekerja apabila ada upeti. Akan tetapi hanya segelintir aparat penegak hukum yang masih berperilaku demikian, meski demikian, harus diakui bahwa BERPERANG di muka hukum benar-benar membuat mual dan berdarah-darah bagi pelakunya, bagaikan mengurai benang yang kusut. Jalan panjang nan berliku akan ditemui ketika berperkara, dari mulai melaporkan suatu tindak pidana (khusus dalam bidang pidana), mengumpulkan alat bukti, diperiksa sebagai saksi di depan penyidik, proses persidangan yang panjang dan melelahkan sampai proses eksekusi atas suatu putusan hakim. Apabila dihitung dalam jumlah hari, dalam setiap perkara pidana setidaknya membutuhkan waktu 4-6 bulan hingga jatuhnya putusan hakim, belum terhitung untuk perkara-perkara rumit seperti perkara TIPIKOR. Oleh sebab itu akan muncul celah untuk BERMAIN secara tidak sehat, yaitu dengan menggunakan uang atau bahkan dengan kekuasaan yang dimilikinya. Hukum Acara Pidana yang sedang dalam tahap pembaharuan, harus mampu menjawab kegelisahan para pencari keadilan yaitu terlalu panjangnya proses mendapatkan keadilan. Harus ada terobosan dari para pembuat undang-undang untuk dapat memangkas waktu proses penegakan hukum dengan tidak menghilangkan esensi dari mencari kebenaran proses penengakan hukum. Apabila para pembuat undang-undang khususnya mengenai hukum acara mampu melakukannya maka akan menjadi hal yang luar biasa bahwa penegakan hukum di Indonesia tidak lagi memerlukan waktu yang lama dan bertele-tele. SEMOGA.
PENGAYOMAN
Padmo Wahyono menyebutkan ada 3 fungsi hukum (PENGAYOMAN) dilihat dari cara pandang berdasarkan asas kekeluargaan, yakni menegakkan demokrasi sesuai dengan rumusan tujuh pokok sistem pemerintahan negara, mewujudkan keadilan sosial sesuai dengan pasal 33 UUD 1945 dan menegakkan perikemanusiaan yang didasarkan kepada Ketuhanan Yang Masa Esa dan dilaksanakan secara adil dan beradab.(Hatta Ali, Peradilan Sederhana, Cepat dan Biaya RIngan Menuju Keadilan Rstoratif, PT. Alumni, Bandung 2012, hal. 38).
Langganan:
Postingan (Atom)
DIMANA TANAH DIPIJAK, DISANA NASI DIMAKAN
Sebuah prinsip yang selalu saya pegang saat saya masih sering merantau dan sebagai informasi saja, saya sudah berantau d...

-
SOAL DAN JAWABAN MATA KULIAH PERBANDINGAN HUKUM PIDANA OLEH : H. SANTHOS WACHJOE P, SH.MH [1] 1. Jelaskan Sejarah Perkem...
-
PERTANYAAN MENGENAI TEORI HUKUM 1. Antara Teori Hukum dan Filsafat Hukum terdapat kaitan walaupun lingkupnya berbeda, kupa...
-
Renungan Awal Pekan (07042015) MAKALAH HUKUM “FILOSOFI SISTEM HUKUM DI INDONESIA” OLEH : H. SANTHOS WACHJOE PRIJAMBODO, SH.MH BAB I PENDAHU...