Kamis, 03 September 2015

KORUPSI , ANCAMAN MENGERIKAN BAGI APARATUR PEMERINTAHAN


KORUPSI , ANCAMAN MENGERIKAN BAGI APARATUR PEMERINTAHAN
OLEH : H. SANTHOS WACHJOE PRIJAMBODO, SH.MH[1]

PENDAHULUAN
Perubahan paradigma dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi yang semakin gencar dilakukan membuat masayarakat semakin sadar akan bahayanya tindak pidana korupsi. Meski demikian, upaya penegakan hukum dan penindakan atas tindak pidana korupsi yang dilakukan saat ini belum menjamin bahwa tindak pidana korupsi akan semakin terkikis atau bahkan hilang dari bumi Indonesia.
Gencarnya upaya pemberantasan korupsi membawa dampak yang signifikan bagi aparatur pemerintahan dalam melaksanakan tugas kedinasannya, khususnya yang berkaitan dengan pengggunaan anggaran negara baik yang berumber dari APBN maupun APBD. Sebagaimana kita ketahui bahwa pada tahun anggaran 2015, serapan anggaran negara baik dalam APBN maupun APBD masih pada kisaran 25 % - 30 %, meskipun tahun anggaran sudah melweati pertengahan tahun, hal ini membawa dampak berkurangnya volume pembangunan di Indoensia yang secara tidak langsung akan menyebabkan berukurangnya tingkat kesejahteraan masyarakat.
Rendahnya penyerapan anggaran negara ini tidak terlepas dari adanya ketidakberanian dari aparatur pemerintahan dalam mengalokasian dan menggunakan anggaran negara. Para aparatur pemerintahan tersebut terjebak dalam paradigma penegakan hukum di bidang pemberantasan korupsi, yang menyebabkan aparatur pemerintahan lebih memilih mengundurkan diri daripada harus menggunakan anggaran negara.
Ketakutan aparatur pemerintahan di dalam menggunakan anggaran negara tersebut bukan hanya menyebabkan rendahnya volume pembangunan negara namun juga berimbas pada menurunnya tingkat kesejahteraan masyarakat karena tanpa ada pembangunan maka perekonomian akan berbiaya tinggi dan memakan waktu yang lama dalam setiap kegiatan perekonomian. Hal ini menyebabkan masyarakat menjadi kesulitan di dalam memenuhi hajad hidupnya sehingga tidak akan tercipta adanya efisiensi dalam ekonomi kerakyatan.
ANCAMAN YANG MENGERIKAN
Saat ini, setiap aparatur pemerintahnya yang mendapat tugas sebagai Pejabat Pengguna Anggaran (PPA) akan berhitung lebih cermat dalam setiap kebijakannya yang akan menggunakan anggaran negara, demikian pula setiap aparatur pemerintah yang ditunjuka sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), lebih banyak yang memilih mengundurkan diri daripada harus melaksnakan tugasnya dalam penggunaan anggaran negara namun berujung pada hotel prodeo karena diduga melakukan tindak pidana korupsi, sehingga saat ini, korupsi sudah menjadi ancaman yang mengerikan bagi aparatur pemerintahan.
Sejatinya, apabila setiap aparatur pemerintah sudah melaksanakan tugasnya sebagaimana digariskan di dalam TUPOKSI nya masing-masing, maka tentunya tidak perlu takut dengan ancaman pemidanaan akibat diduga melakukan tindak pidana korupsi. Selain itu, setiap aparatu pemerintahan yang memiliki kewenangan untuk membuat kebijakan, terbuka lebar untuk melakukan diskresi kebijakan sepanjang kebijakan yang diambil tersebut adalah demi kepentingan masyarakat dan bukan untuk kuntungan pribadi maupun golongannya.
Perlu dipikirkan pula keberadaan pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang dianggap sebagai senjata mematikan bagi setiap aparatur pemerintahan dalam mengambil kebijakan yang berkaitan dengan penggunaan anggaran negara. Kiranya perlu penilaian ter;lebih dahulu terhadap setiap kebijakan aparatur pemerintahan dalam penggunaan anggaran negara, dimana peran Pengadilan Tata Usaha Negara dapat berperan aktif untuk menilai apakah kebijakan penggunaan anggaran negara dari aparatur negara, baik itu sebagai PPA maupun PPK dapat merugikan negara, sehingga ketika suatu kebijakan paratur negara di dalam penggunaan negara memang mengindikasikan adanya kerugian negara sebagaimana tercantum dalam putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), maka putusan PTUN tersebut dapat ditindaklanjuti aparat penegak hukum, baik itu KPK, Kejaksaan maupun Kepolisian untuk melakukan tindakan PRO JUSTITIA, demi menyelamatkan keuangan negara.
Apabila langkah-langkah yang melibatkan PTUN benar-benar dijalankan, maka tidak ada lagi ketakutan bagi aparatur negara di dalam mengambil kebijakan  penggunaan anggaran negara, sehingga tidak menghambat laju pembangunan nasional dan akibat lanjutannya adalah pemerintah dapat menjalankan fungsinya di dalam melayani masyarakat di dalam upaya memenuhi hajad hidupnya.
Pada tarafberikutnya dengan berjalannya pembangunan, maka kesejahteraan masyarakat meningkat dan tidak ada lagi proyek pembangunan yang berhenti atau mangkrak karena adanya dugaan tindak pidana korupsi. Walahualam.



[1] Hakim Yustisial pada Mahkamah Agung RI, Kandidat Doktor pada Program Doktoral Ilmu Hukum (PDIH) Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung (UNISSULA), Semarang ;

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kecelakaan Lalu Lintas

    Ritual Mudik menjelang Hari Raya Idul Fitri telah tuntas dilakukan dengan berbagai variasinya. Masyarakat yang mudik dengan mengguna...